(1) |
Ruang lingkup pemungutan PPN.
Ruang lingkup pemungutan PPN adalah sesuai dengan ruang lingkup
pengenaan PPN berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984
dan Peraturan
Pemerintah Nomor 22 Tahun 1985 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan Peraturan Pemerintah
Nomor 28 Tahun 1988 tentang Pengenaan PPN atas penyerahan
Barang Kena Pajak yang dilakukan oleh pedagang besar dan penyerahan
Jasa Kena Pajak selain jasa yang dilakukan oleh pemborong. Dengan
demikian maka atas penyerahan Barang Kena Pajak yang dilakukan oleh
Importir, pabrikan, distributor utama, pedagang besar
(distributor,agen) dan pedagang eceran, terutang PPN. Demikian pula
atas penyerahan semua jasa (kecuali jasa yang tidak dikenakan PPN)
terutang PPN yang menjadi obyek pemungutan berdasarkan ketentuan
ini.
Penyerahan yang PPN/PPn BM-nya
tidak perlu dipungut. Dalam rangka
deregulasi maka penerbitan SKB PPN hendaknya dilakukan seminimal
mungkin. Oleh karena itu hal-hal yang sudah jelas tidak terutang PPN,
Kantor Perbendaharaan Negara, Bendaharawan dan Badan-badan tertentu
tidak perlu memungut PPN. Penyerahan yang PPN-nya tidak perlu dipungut
dapat dibagi sebagai berikut :
|
-
Penyerahan yang terhutang PPN
tetapi tidak perlu dipungut PPN/PPn BM oleh pemungut. Penyerahan
dibawah ini sebenarnya terutang PPN, tetapi atas pembayarannya tidak
perlu dipungut PPN/PPn BM oleh pemungut:
(1) |
pembayaran jumlahnya
tidak melebihi Rp. 500.000,00
|
(2) |
pembayaran atas
penyerahan BBM dan bukan BBM oleh PERTAMINA.
|
(3) |
pembayaran atas jasa
telekomunikasi yang diserahkan oleh Perumtel.
|
(4) |
pembayaran atas jasa
angkutan udara dalam negeri yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan.
|
(5) |
Pembayaran yang PPN-nya
ditanggung Pemerintah berdasarkan :
|
-
Keputusan
Presiden
Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1986 yo Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 1986 yo Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 24 Tahun 1988 yo Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 559/KMK.04/1986
tanggal 24 Juni 1986.
-
Keputusan
Presiden
Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1988 yaitu atas penyerahan
surat kabar dan majalah yang bahannya dibuat dari kertas koran.
|
Catatan :
Penyerahan tersebut pada butir 1 s/d 4 disetor sendiri oleh PKP rekanan
yang bersangkutan.
|
- Penyerahan yang tidak terutang PPN berdasarkan
Undang-Undang PPN 1984 dan Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1988.
(1) |
Penyerahan bukan Barang
Kena Pajak termasuk pembayaran atas pembebasan tanah, kecuali
penyerahan tanah matang oleh Real Estate/Industrial Estate tetap
terutang dan dipungut PPN.
|
(2) |
Penyerahan
bukan Jasa Kena
Pajak sebagaimana tersebut dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 28 Tahun 1988 yaitu : |
- jasa pelayanan dan perawatan kesehatan.
- jasa pelayanan sosial.
- jasa pelayanan pos dan giro.
- jasa perbankan, asuransi, lembaga keuangan
bukan Bank dan Financial Leasing.
- jasa di bidang keagamaan.
- jasa di bidang pendidikan.
- jasa di bidang kesenian yang tidak bersifat
komersial.
- jasa penyiaran radio dan televisi.
- jasa angkutan laut dan angkutan udara.
- jasa angkutan udara luar negeri.
- jasa tenaga kerja dan penyediaan tenaga
kerja.
- jasa perhotelan dan rumah penginapan.
-
jasa telepon umum,
coin box, telegram dan jasa penyewaan transponder luar negeri.
|
Penyerahan tersebut
pada huruf A dan B tidak perlu dipungut dan juga tidak perlu
diterbitkan Surat Keputusan Beban PPN (SKB PPN). Oleh karena itu
diminta kepada Saudara memberikan penjelasan kepada Kantor
Perbendaharaan Negara, Bendaharawan dan Badan-badan tertentu tersebut.
Dalam hal pemungut ragu-ragu dalam memutuskan apakah atas penyerahan
tersebut terutang PPN/PPn BM atau tidak, maka Saudara diminta membuat
surat penegasan kepada si pemungut apakah terutang PPN/PPn BM atau
tidak, jika tidak terutang maka untuk penyerahan dengan kasus yang sama
diberikan penegasan bahwa untuk penyerahan tersebut tidak perlu
dipungut PPN.
|
|
(2) |
Pemungut Pajak.
Yang bertanggung jawab atas pemungutan, penyetoran dan pelaporan
PPN/PPn BM adalah Kantor Perbendaharaan Negara, Bendaharawan dan Kantor
Pusat/Cabang/Unit dari Badan-badan tertentu sebagai pemungut pajak,
yang melakukan pembayaran, Pemungut ini ditetapkan dengan Keputusan Presiden
Nomor 56 Tahun 1988 dan untuk ini tidak diperlukan surat
khusus penunjukkan sebagai pemungut. Dalam hal terjadi transaksi antar
badan-badan tertentu sebagai pemungut (diluar pemungutan oleh KPN dan
Bendaharawan yang selalu diperlakukan sebagai pemungut) maka PKP yang
menyerahkan BKP/JKP yang berkewajiban untuk memungut dan menyetor
sendiri PPN/PPn BM yang terutang.
|
(3) |
Saat pemungutan dan penyetoran. |
3.1. |
Saat pemungutan adalah pada
saat dilakukannya pembayaran atas tagihan kepada PKP rekanan yang
bersangkutan. |
3.2. |
Saat penyetoran untuk
Bendaharawan dan badan-badan tertentu adalah selambat-lambatnya tanggal
10 setelah bulan dilakukannya pembayaran tersebut pada butir 3.1.
|
|
(4) |
Bukti pemungutan.
Faktur Pajak dan Surat Setoran Pajak (SSP) yang PPN/PPn BM-nya telah
disetorkan di Kas Negara/Bank Persepsi/Kantor Pos dan Giro merupakan
bukti pemungutan dan sekaligus sebagai bukti setor baik bagi PKP
rekanan maupun pemungut. Dalam hal tidak terutang PPN maka Faktur Pajak
dan SSP tidak perlu dibuat.
|
(5) |
Dasar Pengenaan Pajak dan pajak
yang dipungut untuk KPN dan Bendaharawan.
|
5.1. |
Dasar Pengenaan Pajak
adalah jumlah pembayaran baik dalam bentuk uang muka, atau pembayaran
sebagian atau pembayaran seluruhnya yang dilakukan oleh pemungut. Dalam
jumlah pembayaran tersebut dianggap sudah termasuk PPN/PPn.BM yang
terutang, tanpa memperhatikan apakah dalam kontrak menyebutkan
ketentuan pemungutan PPN/PPn BM atau tidak. Catatan : Khusus untuk
"Project Aid" sambil menunggu pengaturan/penegasan lebih lanjut,
ketentuan yang ada masih tetap berlaku.
|
5.2. |
PPN yang dipungut sebesar
10/110 dari jumlah pembayaran. Dalam hal penyerahan BKP disamping
terutang PPN juga terutang PPn BM maka PPN/PPn BM yang dipungut
sebesar: 100% + tarif PPN + tarif PPn BM x jumlah pembayaran. Penentuan
apakah suatu penyerahan terutang PPn BM diserahkan sepenuhnya kepada
PKP rekanan yang bersangkutan karena rekanan tersebut dianggap
mengetahui apakah suatu penyerahan terutang PPn BM atau tidak.
|
Catatan :
Untuk Badan-badan tertentu PPN dan PPn BM dihitung sebesar tarif
PPN/PPn BM dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak (Harga Jual, Nilai
penggantian)
|
(6) |
Faktur Pajak :
Faktur Pajak yang harus dibuat oleh PKP rekanan adalah Faktur Pajak
standard sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1117/KMK.04/1988tanggal
8 November 1988.
|
(7) |
Surat Setoran Pajak (SSP) :
SSP dibuat atas nama, alamat dan NPWP PKP rekanan, sedangkan yang
menandatangani SSP pada ruang kiri bawah SSP adalah pemungut yang
bertindak atas nama PKP rekanan.
|
(8) |
Laporan :
|
(1) |
Bagi Pemungut. Pemungut
diwajibkan melaporkan PPN dan PPn BM yang dipungut dan disetor sesuai
dengan jadwal waktu yang ditentukan dalam lampiran keputusan Menteri
Keuangan yang bersangkutan. Laporan yang dibuat cukup singkat dan hanya
memuat jumlah lembar Faktur Pajak, PPN dan PPn.BM yang dipungut dan
disetor. Lampirannya adalah Faktur Pajak yang telah dibubuhi cap "Telah
disetor tanggal ............" dan tanda tangan si pemungut.
|
(2) |
Bagi PKP rekanan. PKP
rekanan mencantumkan PPN/PPn.BM yang dipungut dalam SPT Masa PPN
(formulir 1485) sebagai Pajak Keluaran yang dipungut oleh instansi dan
badan yang ditunjuk tersebut pada Kode B Nomor 2 Formulir 1485 dalam
Masa Pajak sebagai berikut :
|
-
Untuk PPN/PPn BM yang
dipungut oleh KPN dilaporkan dalam masa pajak sesuai dengan bulan "Cash
Register" oleh Kantor Kas Negara pada SSP yang bersangkutan.
-
Untuk PPN/PPn BM yang
dipungut oleh Bendaharawan atau badan tertentu dilaporkan dalam masa
pajak dilakukannya pembayaran atas tagihan oleh pemungut, dengan asumsi
bahwa tanggal 10 bulan berikutnya sudah ada bukti pungutan yaitu SSP
yang bersangkutan. Tetapi dalam praktek kemungkinan terjadi kelambatan
pengiriman SSP (yang pajaknya telah disetor) kepada PKP rekanan oleh si
pemungut, maka dapat dilaporkan pada masa pajak berikutnya setelah
bulan dilakukannya pembayaran atas tagihan.
|
|
(9) |
Sanksi :
Untuk KPN dan Bendaharawan sebagai pemungut pajak yang tidak memenuhi
kewajiban sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden dan Keputusan
Menteri Keuangan yang bersangkutan, dapat dikenakan sanksi berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku antara lain sanksi
atas petugas/pejabat KPN dan Bendaharawan adalah sanksi kepegawaian.
Jika memenuhi unsur pidana dapat dikenakan sanksi pidana yang
berkenaan. Untuk Badan-badan tertentu sebagai pemungut pajak, kecuali
Bank Pemerintah/Bank Pembangunan Daerah baik selaku Bank Persepsi
maupun selaku Bank Pembayar atas penyerahan BKP/JKP kepada Pemerintah,
maka Badan-badan pemungut bertanggung jawab sesuai dengan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1983 dan dapat diterbitkan Surat Keterangan Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1983 sepanjang PKP rekanan dapat membuktikan bahwa
PPN/PPn BM telah dipungut oleh Badan pemungut tetapi tidak disetorkan
di Kas Negara.
|
(10) |
Lain-lain : |
10.1. |
Ketentuan pemungutan ini
berlaku untuk pembayaran yang dilakukan mulai tanggal 1 Januari 1989. |
10.2.
|
Dengan berlakunya Keputusan
Presiden dan Keputusan Menteri keuangan tersebut di atas maka S.E.
Direktur Jenderal Pajak Nomor : |
- SE-10/PJ.3/1986 tanggal 18 Maret 1986 (Seri
PPN-70);
- SE-38/PJ.3/1986 tanggal 6 Agustus 1986 (Seri
PPN-82);
-
SE-57/PJ.3/1986
tanggal 17 Desember 1986 (Seri PPN-94);
- SE-4/PJ.3/1987 tanggal 24 Januari 1987 (Seri
PPN-97);
- SE-34/PJ.3/1988 tanggal 25 Agustus 1988 (Seri
PPN-125);
- Ketentuan lainnya yang bertentangan dengan
ketentuan ini, dinyatakan tidak berlaku.
|
10.3. |
Agar pemungut mengetahui
kewajiban pemungutan ini diminta kepada Saudara menyebar luaskan Surat
Edaran ini kepada pemungut dalam wilayah Saudara.
|
|