Peraturan Dirjen Bea dan Cukai Nomor : PER - 19/BC/2023

Kategori : Lainnya

Tata Laksana Kelangsungan Layanan Teknologi Informasi Dan Komunikasi Di Lingkungan Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai
27 October 2023
Share

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR PER - 19/BC/2023

TENTANG

TATA LAKSANA KELANGSUNGAN LAYANAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN
KOMUNIKASI DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,


Menimbang :

  1. bahwa ketentuan mengenai pelayanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terkait pemberitahuan kepabeanan dan/atau pemberitahuan cukai dalam keadaan kahar telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor PER-18/BC/2018 tentang Pelayanan Penyampaian Pemberitahuan Kepabeanan dan/atau Pemberitahuan Cukai dalam Keadaan Kahar; 
  2. bahwa untuk memberikan kepastian hukum dan menjamin pemenuhan standar pelayanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada masyarakat dalam kondisi normal dan kondisi tidak normal, perlu menyusun tata laksana kelangsungan layanan teknologi informasi dan komunikasi di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Tata Laksana Kelangsungan Layanan Teknologi Informasi dan Komunikasi di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188/PMK.01/2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1853) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 183/PMK.01/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188/PMK.01/2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1355);
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 383);
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Laboratorium Bea dan Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1023);
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.01/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 954);
  7. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 520/KMK.01/2021 tentang Pedoman Manajemen Keberlangsungan Bisnis Kementerian Keuangan;

MEMUTUSKAN:


Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG TATA LAKSANA KELANGSUNGAN LAYANAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:
  1. Teknologi Informasi dan Komunikasi yang selanjutnya disingkat TIK adalah teknologi yang berhubungan dengan pengambilan, pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, penyebaran, dan penyajian informasi.
  2. Layanan TIK adalah gabungan komponen teknologi yang direncanakan, dikembangkan, dioperasikan, dan dipelihara oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai secara terpusat, serta dapat digunakan dalam melakukan pengawasan dan pelayanan di bidang kepabeanan dan/atau cukai.
  3. Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Bea dan Cukai dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan dan/atau cukai.
  4. Infrastruktur TIK adalah sekumpulan komponen teknologi berupa perangkat keras, perangkat lunak, dan Layanan TIK.
  5. Rencana Kelangsungan TIK adalah dokumen yang berisi hal-hal yang harus dilakukan untuk memastikan Layanan TIK dapat tetap tersedia, baik sebelum, saat, dan setelah suatu bencana terjadi.
  6. Pusat Data (Data Center) Kementerian Keuangan yang selanjutnya disebut DC Kementerian Keuangan adalah fasilitas yang digunakan untuk penempatan sistem informasi dan komponen terkait lainnya untuk keperluan penempatan, penyimpanan, pengolahan, dan pemulihan data di lingkungan Kementerian Keuangan.
  7. Pusat Pemulihan Keadaan Bencana (Disaster Recovery Center) Kementerian Keuangan yang selanjutnya disebut DRC Kementerian Keuangan adalah fasilitas yang digunakan untuk memulihkan kembali data atau informasi serta fungsi-fungsi penting yang terganggu atau rusak akibat terjadinya bencana pada DC Kementerian Keuangan yang disebabkan oleh alam atau manusia di lingkungan Kementerian Keuangan.
  8. Kondisi TIK Tidak Normal adalah keadaan tidak berfungsinya salah satu atau seluruh komponen Layanan TIK.
  9. Bencana TIK Parsial adalah Kondisi TIK Tidak Normal yang memiliki dampak pada tidak berfungsinya SKP dan/atau Layanan TIK.
  10. Bencana TIK Katastropik adalah Kondisi TIK Tidak Normal yang memiliki dampak pada infrastruktur yang diperlukan untuk menyediakan Layanan TIK.
  11. Analisis Dampak Bisnis yang selanjutnya disingkat ADB adalah proses menganalisis Layanan TIK yang dijalankan oleh organisasi dan dampak yang ditimbulkan jika terjadi Kondisi TIK Tidak Normal terhadap Layanan TIK.
  12. Recovery Time Objective yang selanjutnya disingkat RTO adalah durasi yang diperlukan oleh suatu proses bisnis untuk dapat berjalan kembali setelah terjadi gangguan.
  13. Maximum Tolerable Disruption yang selanjutnya disingkat MTDP adalah lamanya Layanan TIK yang tidak berfungsi dapat diakses kembali dalam rentang waktu yang bisa ditoleransi oleh pengguna yang penetapannya dilakukan bersama-sama pengguna atau minimal disetujui dengan pengguna.
  14. Disaster Recovery Plan yang selanjutnya disingkat DRP adalah rencana yang fokus pada Layanan TIK yang diterapkan pada DC Kementerian Keuangan untuk memperbaiki operabilitas sistem target, aplikasi, dan fasilitas komputer di lokasi alternatif dalam kondisi darurat.
  15. Aplikasi Pengaduan Gangguan Layanan TIK adalah aplikasi yang disediakan oleh direktorat yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang teknologi informasi yang berfungsi sebagai sarana pengaduan dalam hal terjadinya gangguan Layanan TIK.
  16. Portal Pengguna Jasa adalah sistem komputer yang digunakan oleh pengguna jasa dalam rangka memperoleh layanan kepabeanan dan/atau cukai.
  17. Media Digital adalah segala jenis media atau sarana komunikasi yang tersaji secara daring melalui koneksi internet.
  18. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan dan/atau Undang-Undang Cukai.
  19. Direktur adalah direktur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang teknologi informasi.
  20. Kantor Bea dan Cukai adalah kantor wilayah, kantor wilayah khusus, kantor pelayanan utama, kantor pengawasan dan pelayanan, pangkalan sarana operasi, dan balai laboratorium di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.


BAB II
LAYANAN TIK

Pasal 2


(1) Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk menggunakan Layanan TIK melalui SKP.
(2) Layanan TIK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan dengan optimal, apabila:
a. DC Kementerian Keuangan dan/atau DRC Kementerian Keuangan;
b. Portal Pengguna Jasa;
c. SKP;
d. infrastruktur TIK; dan
e. sistem instansi terkait yang terintegrasi dengan SKP dan Portal Pengguna Jasa,
berfungsi dengan baik.


BAB III
SISTEM KONDISI NORMAL

Pasal 3


(1) Direktorat yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang teknologi informasi memastikan operasional DC Kementerian Keuangan dan DRC Kementerian Keuangan digunakan dengan optimal, terhadap:
  1. sinkronisasi data, aplikasi, dan komunikasi konfigurasi sistem; dan
  2. RTO di bawah 1 (satu) jam.
(2) Untuk memastikan operasional DC Kementerian Keuangan dan DRC Kementerian Keuangan digunakan dengan optimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), direktorat yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang teknologi informasi membuat Rencana Kelangsungan TIK.
(3) Rencana Kelangsungan TIK sebagaimana dimaksud pada ayat (2), minimal memuat:
  1. ADB dalam menghitung tingkat kekritisan sistem TIK yang disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini;
  2. kajian risiko TIK yang menghasilkan profil risiko dan rencana penanganannya;
  3. dokumen DRP; dan
  4. pengujian fungsionalitas DC Kementerian Keuangan dan DRC Kementerian Keuangan.
(4) Rencana Kelangsungan TIK disusun pada saat Kondisi TIK Normal dan digunakan sebagai rujukan strategi pemulihan Kondisi TIK Tidak Normal.


BAB IV
KONDISI TIK TIDAK NORMAL

Pasal 4


(1) Kondisi TIK Tidak Normal, meliputi:
  1. Bencana TIK Parsial; dan
  2. Bencana TIK Katastropik.
(2) Bencana TIK Parsial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
  1. Bencana TIK Parsial bersifat lokal; dan
  2. Bencana TIK Parsial bersifat nasional.


Pasal 5


(1) Bencana TIK Parsial bersifat lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a, berupa:
  1. tidak berfungsinya sebagian atau seluruh SKP pada Kantor Bea dan Cukai tertentu; dan/atau
  2. kondisi lainnya yang menyebabkan SKP tidak berfungsi sebagaimana mestinya berdasarkan pertimbangan Kepala Kantor Bea dan Cukai.
(2) Dalam hal terdapat kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor mendeklarasikan Bencana TIK Parsial bersifat lokal.
(3) Kantor Bea dan Cukai menyampaikan terjadinya kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada direktorat yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang teknologi informasi melalui aplikasi pengaduan gangguan Layanan TIK untuk mendapatkan respon berupa tiket.
(4) Deklarasi Bencana TIK Parsial bersifat lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berdasarkan:
  1. tiket yang telah disampaikan lewat aplikasi pengaduan gangguan Layanan TIK;
  2. informasi Kondisi TIK Tidak Normal yang disampaikan oleh Kantor Bea dan Cukai;
  3. informasi Kondisi TIK Tidak Normal yang disampaikan oleh pengguna jasa;
  4. informasi Kondisi TIK Tidak Normal yang disampaikan oleh instansi teknis terkait dengan dengan sistem yang terintegrasi SKP dan Portal Pengguna Jasa; dan/atau
  5. urgensi pelayanan dan jumlah dokumen, setelah dikoordinasikan dengan direktorat yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang teknologi informasi.
(5) Kantor Bea dan Cukai berkomunikasi dengan direktorat yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang teknologi informasi sebelum Bencana TIK Parsial bersifat lokal dideklarasikan.
(6) Atas Bencana TIK Parsial bersifat lokal yang telah dideklarasikan, Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk membuat laporan kaji cepat.
(7) Laporan kaji cepat sebagaimana dimaksud pada ayat (6), memuat:
  1. kronologi singkat Kondisi TIK Tidak Normal;
  2. penilaian terhadap kerusakan;
  3. hasil analisis penyebab terjadinya Kondisi TIK Tidak Normal; dan
  4. tindakan penanganan yang diambil.
(8) Laporan kaji cepat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(9) Pemberitahuan Bencana TIK Parsial bersifat lokal disampaikan oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai kepada pengguna jasa melalui surat dan/atau Media Digital.
(10) Pemberitahuan Bencana TIK Parsial bersifat lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (9) disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(11) Dalam hal terjadi Bencana TIK Parsial bersifat lokal, Kantor Bea dan Cukai melakukan kegiatan penanganan dan pemulihan Bencana TIK Parsial bersifat lokal secara bertahap, melalui:
  1. prosedur penanganan Kondisi TIK Tidak Normal;
  2. DRP;
  3. pelayanan manual; dan
  4. dokumen kepabeanan dan/atau cukai berupa cetakan (hardcopy) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan/atau cukai.


Pasal 6


(1) Bencana TIK Parsial bersifat nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b, berupa:
  1. tidak berfungsinya Layanan TIK dengan kategori sangat kritis secara nasional; dan/atau
  2. kondisi tidak normal sistem instansi terkait yang terintegrasi SKP dan Portal Pengguna Jasa dan berdampak kritis pada Layanan TIK secara nasional.
(2) Dalam hal terdapat kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur mendeklarasikan Bencana TIK Parsial bersifat nasional.
(3) Deklarasi Bencana TIK Parsial bersifat nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berdasarkan:
  1. tiket yang telah disampaikan oleh Kantor Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3);
  2. informasi Kondisi TIK Tidak Normal yang disampaikan oleh Kantor Bea dan Cukai;
  3. informasi Kondisi TIK Tidak Normal yang disampaikan oleh instansi teknis terkait dengan sistem yang terintegrasi SKP dan Portal Pengguna Jasa;
  4. informasi Kondisi TIK Tidak Normal yang disampaikan oleh pengguna jasa; dan/atau
  5. hasil analisis dari direktorat yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang teknologi informasi.
(4) Atas Bencana TIK Parsial bersifat nasional yang telah dideklarasikan, Direktur atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk membuat laporan kaji cepat.
(5) Laporan kaji cepat sebagaimana dimaksud pada ayat (4), memuat:
  1. kronologi singkat Kondisi TIK Tidak Normal;
  2. penilaian terhadap kerusakan;
  3. hasil analisis penyebab terjadinya Kondisi TIK Tidak Normal; dan
  4. tindakan penanganan yang diambil.
(6) Laporan kaji cepat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(7) Pemberitahuan Bencana TIK Parsial bersifat nasional disampaikan oleh Direktur kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai melalui surat dan/atau Media Digital.
(8) Pemberitahuan Bencana TIK Parsial bersifat nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (7) disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(9) Dalam hal terjadi Bencana TIK Parsial bersifat nasional, direktorat yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang teknologi informasi melakukan kegiatan penanganan dan pemulihan Bencana TIK Parsial bersifat nasional secara bertahap, melalui:
  1. rosedur penanganan Kondisi TIK Tidak Normal;
  2. DRP;
  3. pelayanan manual; dan
  4. dokumen kepabeanan dan/atau cukai berupa cetakan (hardcopy) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan/atau cukai.


Pasal 7


(1) Bencana TIK Katastropik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, berupa:
  1. keadaan tidak adanya suplai listrik ke area DC Kementerian Keuangan;
  2. suhu 50% (lima puluh persen) atau lebih area server dalam DC Kementerian Keuangan melebihi 300 C (tiga puluh derajat Celsius); dan
  3. terputusnya koneksi pada perangkat jaringan secara nasional.
(2) Dalam hal terdapat kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur mendeklarasikan Bencana TIK Katastropik.
(3) Deklarasi Bencana TIK Katastropik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Atas Bencana TIK Katastropik yang telah dideklarasikan, Direktur atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk membuat laporan kaji cepat.
(5) Laporan kaji cepat sebagaimana dimaksud pada ayat (4), memuat:
  1. kronologi singkat Kondisi TIK Tidak Normal;
  2. penilaian terhadap kerusakan;
  3. hasil analisis penyebab terjadinya Kondisi TIK Tidak Normal; dan
  4. tindakan penanganan yang diambil.
(6) Laporan kaji cepat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(7) Pemberitahuan Bencana TIK Katastropik disampaikan oleh Direktur kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai melalui surat dan/atau Media Digital.
(8) Pemberitahuan Bencana TIK Katastropik sebagaimana dimaksud pada ayat (7) disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(9) Dalam hal terjadi Bencana TIK Katastropik, direktorat yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang teknologi informasi melakukan kegiatan penanganan dan pemulihan Bencana TIK Katastropik secara bertahap, melalui:
  1. DRP;
  2. pelayanan manual; dan
  3. dokumen kepabeanan dan/atau cukai berupa cetakan (hardcopy) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan/atau cukai.


BAB V
PENGAWASAN DAN PELAYANAN MANUAL PADA SAAT
KONDISI TIK TIDAK NORMAL

Pasal 8


(1) Dalam hal terjadi Kondisi TIK Tidak Normal, penyampaian pemberitahuan pabean dan/atau pemberitahuan cukai dilakukan secara manual.
(2) Pemberitahuan pabean dan/atau pemberitahuan cukai secara manual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam bentuk softfile spreadsheet dengan format extension xls.
(3) Direktorat yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang teknologi informasi menyediakan aplikasi pendukung sebagai media penyampaian dan penyimpanan softfile spreadsheet sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Aplikasi pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3), minimal memuat fungsi:
  1. pemberian nomor daftar pemberitahuan pabean dan/atau pemberitahuan cukai;
  2. validasi kesesuaian pengisian pemberitahuan pabean dan/atau pemberitahuan cukai;
  3. validasi persyaratan impor dan ekspor berdasarkan klasifikasi barang; dan
  4. komunikasi antar Kantor Bea dan Cukai, dalam hal diperlukan.
(5) Dalam hal aplikasi pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum tersedia, penyampaian pemberitahuan pabean dan/atau pemberitahuan cukai dilakukan dengan dokumen kepabeanan dan/atau cukai berupa cetakan (hardcopy) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan/atau cukai.
(6) Pemberian nomor daftar pemberitahuan pabean dan/atau pemberitahuan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dilakukan sesuai dengan tata cara sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(7) Pengawasan dan pelayanan secara manual dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan/atau cukai.


BAB VI
KONDISI TIK TIDAK NORMAL BERAKHIR

Pasal 9


(1) Dalam hal Layanan TIK telah berfungsi kembali, Direktur atau Kepala Kantor Bea dan Cukai mendeklarasikan dan memberitahukan berakhirnya Kondisi TIK Tidak Normal.
(2) Deklarasi dan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh:
  1. Direktur kepada Kantor Bea dan Cukai, dalam hal Bencana TIK Parsial bersifat nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Bencana TIK Katastropik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7; atau
  2. Kepala Kantor Bea dan Cukai kepada pengguna jasa, dalam hal Bencana TIK Parsial bersifat lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
(3) Pemberitahuan berakhirnya Kondisi TIK Tidak Normal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga disampaikan kepada instansi teknis terkait.
(4) Pemberitahuan berakhirnya Kondisi TIK Tidak Normal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 10


(1) Daftar pengajuan dokumen kepabeanan dan/atau cukai yang dilayani pada saat Kondisi TIK Tidak Normal dituangkan dalam berita acara pelayanan Kondisi TIK Tidak Normal dilampirkan dengan bukti pendukung.
(2) Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

  

Pasal 11


(1) Terhadap pemberitahuan pabean dan/atau pemberitahuan cukai yang disampaikan pada saat Kondisi TIK Tidak Normal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilakukan sinkronisasi data kembali ke dalam SKP.
(2) Sinkronisasi data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung setelah Layanan TIK berfungsi kembali.
(3) Sinkronisasi data sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan oleh:
  1. direktorat yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang teknologi informasi terhadap softfile spreedsheet dengan format extension xls sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) yang disampaikan oleh pengguna jasa; atau
  2. Kantor Bea dan Cukai terhadap dokumen kepabeanan dan/atau cukai berupa cetakan (hardcopy) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan/atau cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5) yang disampaikan oleh pengguna jasa.


Pasal 12


(1) Dalam hal Kondisi TIK Tidak Normal telah berakhir dilakukan evaluasi layanan teknologi infomasi pasca Kondisi TIK Tidak Normal.
(2) Evaluasi pasca Kondisi TIK Tidak Normal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh:
a. direktorat yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang teknologi informasi, dalam hal Bencana TIK Parsial bersifat nasional dan Bencana TIK Katastropik; atau
b. Kantor Bea dan Cukai, dalam hal Bencana TIK Parsial bersifat lokal.
(3) Evaluasi pasca Kondisi TIK Tidak Normal dituangkan dalam bentuk laporan pasca Kondisi TIK Tidak Normal.
(4) Laporan pasca Kondisi TIK Tidak Normal sebagaimana dimaksud pada ayat (3), minimal memuat:
a. kronologi kejadian dan penyebab Kondisi TIK Tidak Normal;
b. data dampak atau kerusakan terhadap SKP;
c. pelaksanaan solusi tindakan darurat beserta penanganan dan perbaikan yang dilakukan; dan
d. kebutuhan penanganan Kondisi TIK Tidak Normal.
(5) Laporan pasca Kondisi TIK Tidak Normal menjadi dasar bagi:
a. direktorat yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang teknologi informasi; dan
b. Kantor Bea dan Cukai,
dalam melakukan mitigasi risiko atas penyebab terjadinya Kondisi TIK Tidak Normal.


BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 13


Dalam hal Bencana TIK Parsial bersifat nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan Bencana TIK Katastropik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) telah dideklarasikan, direktorat yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang teknologi informasi melakukan koordinasi kepada:
a. direktorat yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang teknis kepabeanan;
b. direktorat yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang teknis dan fasilitas cukai;
c. direktorat yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan;
d. direktorat yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang penindakan dan penyidikan;
e. direktorat yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang komunikasi dan bimbingan pengguna jasa;
f. direktorat yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang kepatuhan internal; dan/atau
g. instansi teknis terkait pemilik sistem yang terintegrasi dengan SKP dan Portal Pengguna Jasa,
dalam menyiapkan aplikasi pendukung, pedoman pengawasan dan pelayanan, data dukung, dan komunikasi publik.

 


Pasal 14


(1) Rencana Kelangsungan TIK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) disampaikan dan disosialisasikan kepada Pejabat Bea dan Cukai atau pegawai yang menangani Layanan TIK dalam bentuk internalisasi.
(2) Internalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan dan keahlian dalam memitigasi risiko Kondisi TIK Tidak Normal.
(3) Internalisasi diselenggarakan oleh direktorat yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang teknologi informasi paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.


Pasal 15


(1) Direktorat yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang teknologi informasi melakukan simulasi dan uji coba untuk mengukur kompetensi sumber daya manusia dan respon Kondisi TIK Tidak Normal.
(2) Simulasi dan uji coba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan pembelajaran tertulis, praktik, dan bimbingan teknis.
(3) Atas pelaksanaan simulasi dan uji coba dilakukan evaluasi yang hasilnya dituangkan dalam laporan simulasi dan uji coba.
(4) Laporan simulasi dan uji coba sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai dasar penyusunan Rencana Kelangsungan TIK.


BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 16


Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-18/BC/2018 tentang Pelayanan Penyampaian Pemberitahuan Kepabeanan dan/atau Pemberitahuan Cukai dalam Keadaan Kahar, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 17


Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Oktober 2023
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

Ditandatangani secara elektronik

ASKOLANI