1.
|
Yang dimaksud dengan Faktur Pajak
fiktif antara lain adalah:
|
-
Faktur Pajak yang diterbitkan
oleh Pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
-
Faktur Pajak yang diterbitkan
oleh Pengusaha dengan menggunakan nama, NPWP dan Nomor Pengukuhan PKP
orang pribadi atau badan lain.
-
Faktur Pajak yang digunakan
oleh PKP yang tidak diterbitkan oleh PKP penerbit.
-
Faktur Pajak yang secara
formal memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (5) Undang-undang PPN, tetapi
tidak memenuhi secara material yaitu tidak ada penyerahan barang dan
atau uang atau barang tidak diserahkan kepada pembeli sebagaimana
tertera pada Faktur Pajak.
-
Faktur Pajak yang diterbitkan
oleh PKP yang identitasnya tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
|
2.
|
Faktur Pajak yang sesuai dengan
ketentuan Undang-undang PPN dapat berupa:
|
-
Faktur Pajak Standar.
-
Faktur Pajak Sederhana sesuai
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-524/PJ./2000
tentang
Syarat-syarat Faktur Pajak Sederhana sebagaimana telah diubah dengan
KEP-425/PJ./2001.
-
Dokumen-dokumen tertentu yang
diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar sesuai Keputusan Direktur
Jenderal Pajak Nomor KEP-522/PJ./2000
tentang Dokumen-dokumen Tertentu
Yang Diperlakukan Sebagai Faktur Pajak Standar sebagaimana telah diubah
dengan KEP-312/PJ./2001,
antara lain:
-
|
Pemberitahuan Impor
Barang (PIB) yang dilampiri Surat Setoran Pajak dan atau bukti pungutan
pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk impor Barang Kena
Pajak;
|
-
|
Pemberitahuan Ekspor
Barang (PEB) yang telah difiat muat oleh pejabat yang berwenang dari
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dilampiri dengan invoice yang
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut;
|
-
|
Surat
Setoran Pajak
untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena
Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean.
|
|
3.
|
Wajib Pajak yang perlu diwaspadai
yang diindikasikan sebagai penerbit atau pengguna Faktur Pajak fiktif
antara lain:
|
-
Wajib Pajak yang menyampaikan
SPT Masa PPN, tetapi elemen data SPT beserta lampirannya tidak dapat
direkam karena Wajib Pajak tersebut tidak terdaftar sebagai PKP pada
Master File Lokal.
-
Wajib Pajak yang sering
pindah alamat atau selalu mengajukan permohonan perpindahan alamat atau
tempat kedudukan atau permohonan perpindahan lokasi tempat terdaftar
(Kantor Pelayanan Pajak).
-
Wajib Pajak Non Efektif (NE)
tiba-tiba aktif dan mempunyai jumlah penyerahan yang cukup besar tiap
bulannya.
-
Wajib Pajak yang baru berdiri
langsung mempunyai jumlah penyerahan besar, tetapi kurang bayarnya
relatif kecil.
-
Wajib Pajak-Wajib Pajak yang
pengurus dan komisarisnya terdiri dari orang yang sama.
-
Wajib Pajak-Wajib Pajak yang
Akta Pendirian badan hukumnya disahkan oleh Notaris yang sama dan
pendiriannya pada waktu yang bersamaan atau berdekatan, demikian juga
dengan Nomor Akta.
-
Wajib Pajak yang melaporkan
jumlah penyerahan yang tidak sebanding dengan jumlah modal atau jumlah
harta perusahaan.
-
Wajib Pajak yang melakukan
pembetulan SPT Masa PPN yang mengakibatkan jumlah penyerahan yang
terutang PPN (Pajak Keluaran) menjadi besar dan atau jumlah Pajak
Masukan menjadi besar.
Contoh kasus : Faktur Pajak yang semula dinyatakan batal melalui SPT
Masa PPN digunakan lagi untuk transaksi kepada pihak lain sehingga
Pajak Keluaran-nya menjadi tinggi, untuk mengimbanginya Wajib Pajak
menambah nilai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sedemikian rupa
sehingga hasil akhirnya tidak mengubah nilai Pajak Pertambahan Nilai
kurang bayar yang telah dilaporkan.
-
Wajib Pajak melakukan
kegiatan usaha perdagangan dan melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
yang sangat beragam sehingga tidak diketahui dengan pasti core business
Wajib Pajak tersebut.
-
Wajib Pajak yang jumlah pajak
kurang bayar-nya relatif kecil jika dibandingkan dengan jumlah
penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai.
-
Wajib Pajak tidak tertib atau
tidak pernah melaporkan kewajiban perpajakan Pajak Penghasilan Pasal
21, 23 dan 25.
-
Wajib Pajak yang melakukan
rekayasa pembukuan.
-
Wajib Pajak yang alamatnya
tidak ditemukan, begitupula alamat pengurusnya.
-
Wajib Pajak yang jumlah
penyerahannya besar, namun PPh Pasal 21 nya kecil.
-
Wajib Pajak yang SPT Masa
PPN-nya Lebih Bayar dan dikompensasi terus menerus, dan begitu
dilakukan pemeriksaan tidak ditemukan adanya persediaan.
|
4.
|
Langkah-langkah yang harus
dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP):
|
-
Agar dalam rangka permohonan
PKP baru, petugas Pemeriksaan Lapangan harus mempunyai keyakinan
terhadap kebenaran tempat usaha Wajib Pajak, apabila Wajib Pajak hanya
menyewa tempat usaha, maka petugas harus mempunyai keyakinan terhadap
alamat dari pengurus perusahaan (dewan direksi) dan dewan komisaris.
-
Menginventarisir kegiatan
usaha PKP, untuk PKP perdagangan, importir, kontraktor dan supplier
agar dipisahkan.
-
Mempelajari kebenaran berkas
Wajib Pajak, KTP pengurus, keterangan domisili dan berkas data yang ada
di Kantor Pelayanan Pajak (KPP), terutama Wajib Pajak yang melakukan
kegiatan perdagangan, importir, kontraktor dan supplier.
-
Menganalisa SPT Masa PPN
dengan setoran masa PPh Badan dan PPh 21 untuk mendapatkan gambaran
kegiatan Wajib Pajak dan kewajaran setoran masa PPh Badan, dan indikasi
adanya penyimpangan di dalam penerbitan Faktur Pajak.
-
Agar dalam melakukan
konfirmasi atas kebenaran Faktur Pajak pemeriksa mewaspadai
pengkreditan Pajak Masukan tersebut untuk keperluan restitusi.
-
Agar Kepala KPP melakukan
pengawasan dan penelitian terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud
dalam butir 3 diatas dan agar hasil penelitian dilaporkan kepada Kepala
Kantor Wilayah DJP berikut tindak lanjut usulan yang akan dilakukan,
setiap 3 (tiga) bulan sekali, dengan tembusan Direktur Pemeriksaan,
Penyidikan dan Penagihan Pajak (menggunakan formulir pada Lampiran 1).
-
Dalam hal klarifikasi Faktur
Pajak, apabila terdapat indikasi bahwa Faktur Pajak yang dimintakan
klarifikasi adalah fiktif, maka terhadap PKP Penjual yang menerbitkan
Faktur Pajak dengan indikasi tidak sah tersebut diusulkan kepada Kepala
Kantor Wilayah DJP untuk diperiksa.
-
Apabila dari hasil penelitian
ditemukan data yang menunjukkan Wajib Pajak sebagai penerbit dan atau
pengguna Faktur Pajak fiktif maka agar terhadap Wajib Pajak tersebut
dilakukan pemeriksaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
-
Dalam hal hasil pemeriksaan
menunjukkan bahwa Wajib Pajak adalah penerbit dan atau pengguna Faktur
Pajak fiktif, maka terhadap penerbit Faktur Pajak fiktif agar dilakukan
pemeriksaan Bukti Permulaan. Sedangkan terhadap pengguna Faktur Pajak
fiktif agar dihimbau untuk membetulkan SPT Masa PPN yang bersangkutan
sesuai dengan Pasal 8 ayat (3) Undang-undang KUP dan tidak
mengkreditkan Faktur Pajak tersebut karena secara formal dan material
tidak memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (5) Undang-undang PPN. Apabila
berdasarkan pembetulan SPT Masa PPN terdapat PPN yang kurang dibayar,
agar PPN kurang bayar tersebut dibayar dengan menggunakan SSP. Apabila
pengguna Faktur Pajak fiktif tidak membetulkan SPT Masa PPN sesuai
batas waktu yang ditentukan dalam surat himbauan, agar terhadap Wajib
Pajak itu dilakukan penyidikan.
-
Dalam hal hasil pemeriksaan
melibatkan Wajib Pajak lain sebagai penerbit Faktur Pajak fiktif, maka
agar daftar Wajib Pajak-Wajib Pajak tersebut dilaporkan kepada Kepala
Kanwil DJP yang membawahi KPP tempat Wajib Pajak penerbit Faktur Pajak
fiktif terdaftar dengan tembusan Kepala Kanwil DJP yang membawahi KPP
tempat Wajib Pajak pengguna Faktur Pajak fiktif terdaftar. Sedangkan
dalam hal hasil pemeriksaan melibatkan Wajib Pajak lain sebagai
pengguna Faktur Pajak fiktif, maka agar daftar Wajib Pajak-Wajib Pajak
tersebut dilaporkan kepada Kepala Kanwil DJP yang membawahi KPP tempat
Wajib Pajak pengguna Faktur Pajak fiktif terdaftar dengan tembusan
Kepala Kanwil DJP yang membawahi KPP tempat Wajib Pajak penerbit Faktur
Pajak fiktif terdaftar (menggunakan formulir pada lampiran 2).
-
Mengusulkan kepada Kepala
Kanwil DJP masing-masing agar terhadap Wajib Pajak tersebut dilakukan
pemeriksaan atau penyidikan (menggunakan formulir pada lampiran 1); dan
-
Dalam hal Faktur Pajak
tersebut diterbitkan oleh Pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai PKP
segera beritahukan kepada seluruh KPP terkait (KPP domisili PKP yang
mengkreditkan Faktur Pajak yang tidak sah tersebut) bahwa Faktur Pajak
yang diterbitkan Wajib Pajak dimaksud adalah merupakan Faktur Pajak
yang tidak sah karena Wajib Pajak tersebut belum dikukuhkan sebagai
PKP, sesuai Pasal 9 ayat (8) Undang-undang PPN maka Pajak Masukan
tersebut tidak dapat dikreditkan.
|
5.
|
Langkah-langkah yang harus
dilakukan oleh Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa):
|
-
Apabila permintaan
klarifikasi Faktur Pajak dengan aplikasi Sistem Informasi Perpajakan
ditemukan Wajib Pajak termasuk dalam suspect list di program PKPM, maka
pemeriksa harus mewaspadai transaksi tersebut untuk diuji lebih dalam.
-
Selain melakukan permintaan
klarifikasi data Pajak Masukan, pemeriksa harus menguji arus uang, arus
utang, arus piutang, arus barang dan arus dokumen.
-
Apabila ditemukan Faktur
Pajak fiktif maka Kepala Karikpa harus:
-
|
Membuat daftar Wajib
Pajak yang menerbitkan dan atau menggunakan Faktur Pajak fiktif, untuk
diserahkan kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dengan
tembusan Direktur P4 (menggunakan formulir pada Lampiran 3);
|
-
|
Membuat alat keterangan
(alket) kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar atas transaksi
yang menggunakan Faktur Pajak tidak sah (fiktif) tersebut;
|
-
|
Mengusulkan untuk
perluasan pemeriksaan atau bukti permulaan kepada Kepala Kanwil DJP
dengan tembusan Direktur P4 dan Kepala KPP dimana Wajib Pajak terdaftar
(menggunakan formulir pada Lampiran 4); dan
|
-
|
Apabila Wajib Pajak
terbukti menerbitkan Faktur Pajak tidak sah, maka dalam Laporan
Pemeriksaan Pajak (LPP) diusulkan untuk disidik dan dicabut PKP-nya.
|
-
Dalam hal PKP yang diperiksa
adalah penerbit Faktur Pajak fiktif agar dilakukan pemeriksaan Bukti
Permulaan. Dalam hal PKP yang diperiksa adalah pengguna Faktur Pajak
fiktif agar dihimbau untuk membetulkan SPT Masa PPN yang bersangkutan
sesuai dengan Pasal 8 ayat (3) Undang-undang KUP dan tidak
mengkreditkan Faktur Pajak tersebut karena secara formal dan material
tidak memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (5) Undang-undang PPN. Apabila
berdasarkan pembetulan SPT Masa PPN terdapat PPN yang kurang dibayar,
agar PPN kurang bayar tersebut dibayar dengan menggunakan SSP.
Apabila pengguna Faktur Pajak fiktif tidak membetulkan SPT Masa PPN
sesuai batas waktu yang ditentukan dalam surat himbauan, agar terhadap
Wajib Pajak itu dilakukan penyidikan.
|
6.
|
Langkah-langkah yang harus
dilakukan oleh Kantor Wilayah (Kanwil):
|
-
Menginventarisir daftar Wajib
Pajak yang menerbitkan dan atau menggunakan Faktur Pajak fiktif yang
dilaporkan oleh KPP.
-
Kanwil dapat melakukan
pemeriksaan atau penyidikan atas Wajib Pajak sebagaimana tercantum
dalam laporan KPP.
-
mengawasi dan memantau KPP
dalam menindaklanjuti data-data tersebut.
-
Selanjutnya, daftar Wajib
Pajak-Wajib Pajak yang menerbitkan dan atau menggunakan Faktur Pajak
tidak sah yang telah diinventarisir, serta tindak lanjut yang telah
dilakukan baik oleh KPP, Karikpa maupun Kanwil, agar dilaporkan setiap
3 (tiga) bulan sekali kepada Direktur P4 dengan tembusan Direktur PPN
dan PTLL (menggunakan formulir pada Lampiran 5).
|
7.
|
Direktur PPN dan PTLL akan
mengirimkan data-data tersebut kepada Direktur Informasi Perpajakan
(menggunakan formulir pada Lampiran 6).
|
8.
|
Direktorat Informasi Perpajakan
akan:
|
-
Meng input daftar Wajib Pajak
penerbit dan pengguna Faktur Pajak fiktif ke dalam intranet dan
menghubungkan dengan program PK PM.
-
Meng up date daftar Wajib
Pajak sebagaimana tercantum pada butir a secara teratur.
|
9.
|
Dalam menangani Pengusaha yang
menerbitkan Faktur Pajak sebelum dikukuhkan sebagai PKP agar tetap
berpedoman pada Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-15/PJ.5/2001
tanggal 8 Juni 2001 tentang Penanganan Faktur Pajak yang Diterbitkan
oleh Pengusaha yang Belum Dikukuhkan Sebagai Pengusaha Kena Pajak dan
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.52/2003
tanggal 8 Januari 2003 tentang Kewajiban Melaporkan Wajib Pajak yang
Bermasalah.
|
10.
|
Dalam melakukan pemeriksaan, maka
pemeriksa tetap memperhatikan penegasan sebagaimana dimaksud dalam
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-01/PJ.7/2002
tanggal 19 Februari 2002 tentang Kebijaksanaan Pemeriksaan Pajak
Pertambahan Nilai dan PPn BM, dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Nomor SE-755/PJ./2001
tanggal 26 Desember 2001 tentang Penyampaian
Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor KEP-754/PJ/2001
tentang Tata Cara Pelaksanaan Konfirmasi Faktur Pajak Dengan Aplikasi
Sistem Informasi Perpajakan.
|
11.
|
Untuk memudahkan pelaksanaan dan
pengawasan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, maka dianjurkan agar
pengarsipan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, disatukan dengan:
|
-
Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor SE-15/PJ.5/2001
tanggal 8 Juni 2001 tentang Penanganan Faktur Pajak yang Diterbitkan
oleh Pengusaha yang Belum Dikukuhkan Sebagai Pengusaha Kena Pajak.
-
Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor SE-755/PJ./2001 tanggal 26 Desember 2001 tentang
Penyampaian Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor KEP-754/PJ/2001
tentang Tata Cara Pelaksanaan Konfirmasi Faktur Pajak Dengan Aplikasi
Sistem Informasi Perpajakan.
-
Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor SE-01/PJ.7/2002
tanggal 19 Februari 2002 tentang Kebijaksanaan Pemeriksaan Pajak
Pertambahan Nilai dan PPn BM.
-
Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.52/2003
tanggal 8 Januari 2003 tentang Kewajiban Melaporkan Wajib Pajak yang
bermasalah.
|