PERATURAN MENTERI
KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 16/PMK.011/2008
TENTANG
PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN YANG AKAN DIRAKIT
MENJADI KENDARAAN BERMOTOR UNTUK TUJUAN EKSPOR
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
- bahwa berdasarkan Pasal 26 ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah
diubah dengan
Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2006 terhadap impor barang atau bahan
untuk diolah, dirakit atau dipasang pada barang lain untuk diekspor
dapat diberikan pembebasan bea masuk;
- bahwa dalam rangka meningkatkan investasi untuk mendorong
ekspor
kendaraan bermotor perlu diberikan insentif berupa pembebasan
bea
masuk atas impor barang dan bahan untuk produksi kendaraan
bermotor yang hasil produksinya akan diekspor;
- bahwa atas barang dan bahan untuk memproduksi kendaraan
bermotor
yang hasil produksinya akan diekspor termasuk dalam kategori
barang atau bahan yang atas importasinya dapat diberikan
fasilitas pembebasan bea masuk sesuai ketentuan sebagaimana
dimaksud pada huruf a;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
huruf a,
huruf b dan huruf c serta dalam rangka melaksanakan ketentuan
Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1995
tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2006, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Keuangan
tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang Dan Bahan yang
Akan
Dirakit Menjadi Kendaraan Bermotor Untuk Tujuan Ekspor;
Mengingat :
-
Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan
Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara
Republik
Indonesia Nomor 4661);
- Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR
BARANG DAN BAHAN YANG AKAN DIRAKIT MENJADI KENDARAAN BERMOTOR UNTUK
TUJUAN EKSPOR.
Pasal 1
Ketentuan Umum
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan :
- Barang dan bahan adalah bagian dan perlengkapan kendaraan
bermotor untuk dirakit menjadi kendaraan bermotor.
- Completely Built Up yang selanjutnya disingkat dengan CBU
adalah kendaraan bermotor dalam keadaan utuh.
- Completely Knocked Down yang selanjutnya disingkat dengan
CKD
adalah kendaraan bermotor dalam keadaan terbongkar sama sekali
sesuai dengan yang ditetapkan dari departemen perindustrian.
- Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
- Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Pasal 2
(1) |
Atas
barang dan bahan yang dimpor untuk dirakit menjadi kendaraan
bermotor yang nyata-nyata untuk tujuan diekspor dapat
diberikan
pembebasan bea masuk. |
(2) |
Pembebasan
bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada importir
yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :
- merupakan Agen Tunggal Pemegang Merk (ATPM);
- mempunyai reputasi sangat baik yang tercermin dari
profil perusahaan;
- mempunyai bidang usaha (nature of business) yang
jelas dan spesifik;
- tidak pernah menyalahgunakan fasilitas di bidang
kepabeanan selama 1 (satu) tahun terakhir;
- tidak pernah salah memberitahukan jumlah barang,
jenis barang, dan/atau nilai pabean selama satu tahun
terakhir; dan
- telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik yang
menyatakan bahwa
perusahaan tersebut tidak mendapatkan opini disclaimer atau
adverse.
|
Pasal 3
(1) |
Pembebasan
bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diberikan
kepada perusahaan yang mengimpor barang dan bahan yang akan
dirakit
menjadi kendaraan bermotor dalam bentuk CBU dan/atau CKD dan
nyata-nyata untuk tujuan diekspor oleh perusahaan pengimpor yang
bersangkutan. |
(2) |
Kendaraan
bermotor yang akan diekspor dalam keadaan CKD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus diekspor sebagai unit kendaraan
bermotor
secara bersama-sama sebagai satu kesatuan. |
(3) |
Kebutuhan
barang dan bahan untuk memproduksi satu unit kendaraan
bermotor dalam bentuk CBU atau CKD (konversi) dibuat oleh
perusahaan
dan telah diverifikasi serta disetujui oleh
surveyor independen. |
Pasal 4
(1) |
Untuk
mendapatkan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
perusahaan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal. |
(2) |
Permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan :
- Rencana Impor Barang (RIB) untuk jangka waktu 12 (dua
belas
) bulan berupa perkiraan jumlah dan nilai kebutuhan barang dan
bahan yang diperlukan dalam masa periode pembebasan yang akan
dimintakan pembebasan bea masuknya;
- Konversi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3);
- Rencana Ekspor Kendaraan Bermotor untuk jangka waktu
12
(dua belas) bulan yang memuat elemen data jumlah, jenis,
merek,
dan spesifikasi teknis kendaraan bermotor serta negara tujuan
ekspor;
- Kontrak antara perusahaan pengimpor barang dan bahan
kendaraan bermotor dengan perusahaan pembuat/perakit kendaraan
bermotor, kecuali bagi produsen eksportir;
- Data tentang kapasitas terpasang perusahaan
pembuat/perakit kendaraan bermotor;
- Jaminan tertulis dari pimpinan tertinggi perusahaan
pemohon;
- Nomor Induk Kepabeanan (NIK);
- Surat penetapan sebagai ATPM oleh Instansi Teknis
Terkait; dan
- Fotokopi Laporan keuangan tahun terakhir yang telah
diaudit oleh Kantor Akuntan Publik.
|
Pasal 5
(1) |
Atas
permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Direktur Jenderal
memberikan persetujuan atau penolakan. |
(2) |
Dalam
hal permohonan disetujui, Direktur Jenderal atau pejabat yang
ditunjuknya atas nama Menteri Keuangan menerbitkan keputusan
mengenai pembebas bea masuk atas impor barang dan
bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang memuat rincian
mengenai :
- Rencana Impor Barang ;
- Jenis Unit Kendaraan bermotor yang akan diekspor;
- Merk dan Tipe;
- Kategori/Jenis;
- Kapasitas silinder;
- Kapasitas penumpang;
- Nomor pos tarif sesuai Buku Tarif Bea Masuk Indonesia;
- Negara Tujuan Ekspor;
- Perkiraan Nilai Ekspor per unit;
- Total Nilai Ekspor;
- Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tempat Pemuatan
Ekspor; dan
- Tanggal berakhirnya Surat Keputusan.
|
(3) |
Dalam
hal permohonan ditolak, Direktur Jenderal membuat surat penolakan
dengan menyebutkan alasan penolakan. |
Pasal 6
Perusahaan yang mendapat fasilitas pembebasan bea masuk sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2, wajib mengekspor kendaraan bermotor hasil
perakitan dari barang dan bahan yang mendapat fasilitas pembebasan bea
masuk paling lama sebelum tanggal berakhirnya keputusan mengenai
pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2).
Pasal 7
(1) |
Perusahaan
wajib mempertanggungjawabkan impor barang dan bahan yang mendapat
fasilitas pembebasan bea masuk, dengan mengekspor barang dan
bahan
yang telah dirakit menjadi kendaraan bermotor paling lama
dalam jangka waktu pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
(2). |
(2) |
Dalam
hal perusahaan tidak mengekspor barang dan bahan yang telah dirakit
menjadi kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
perusahaan wajib membayar bea masuk dan/atau cukai yang
terutang
sesuai tarif dan nilai pabean pada saat diimpor, dan dikenai sanksi
administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) sampai
dengan 500% (lima ratus persen) dari bea masuk yang seharusnya
dibayar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. |
Pasal 8
(1) |
Selain
mengekspor barang dan bahan yang telah dirakit menjadi kendaraan
bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1),
perusahaan
dapat menyelesaikan kewajibannya dengan :
- menjual barang dan bahan yang rusak ke Daerah Pabean
Indonesia Lainnya dengan membayar bea masuk dan/atau cukai
yang
terutang sesuai tarif dan nilai pabean pada saat diimpor, dan
dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen)
sampai dengan 500% (lima ratus persen) dari bea masuk yang
seharusnya dibayar; dan/atau
- mengekspor barang dan bahan.
|
(2) |
Ekspor
barang dan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan
setelah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal atau
pejabat yang ditunjuk. |
Pasal 9
(1) |
Perusahaan
yang mendapat fasilitas pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 wajib menyampaikan laporan kepada Direktur Jenderal
Bea
dan Cukai atau pejabat yang ditunjuk berupa :
- Laporan realisasi impor barang dan bahan yang
mendapat
pembebasan bea masuk secara berkala setiap 3 (tiga) bulan
sejak
tanggal keputusan mengenai pembebasan bea masuk sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2).
- Laporan tentang realisasi ekspor kendaraan bermotor
yang
atas importasi barang dan bahannya mendapatkan pembebasan bea
masuk secara berkala setiap 3 (tiga) bulan sejak tanggal
keputusan
mengenai pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5 ayat (2).
- Laporan barang dan bahan impor yang mendapat
pembebasan bea
masuk yang diselesaikan dengan dijual atau diekspor
sebagaimana
dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) secara berkala setiap 3 (tiga)
bulan sejak tanggal keputusan mengenai pembebasan bea masuk
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2).
- Laporan akhir tentang realisasi impor dan ekspor
kendaraan
bermotor yang barang dan bahan impornya mendapatkan pembebasan
bea
masuk paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa berlaku
keputusan mengenai pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (2).
|
Pasal 10
Pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 dicabut, dalam
hal :
- pemohon tidak melakukan impor barang dan bahan bersangkutan
dalam
jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal keputusan mengenai
pembebasan bea masuk; atau
- perusahaan tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9.
Pasal 11
Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan ini akan dievaluasi dalam jangka
waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan Menteri Keuangan ini
ditetapkan.
Pasal 12
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, terhadap
importasi barang dan bahan yang diimpor untuk dirakit menjadi kendaraan
bermotor yang nyata-nyata untuk tujuan diekspor yang dilakukan sejak
tanggal 26 Agustus 2007 sampai dengan tanggal ditetapkannya Peraturan
Menteri Keuangan ini, dapat diberikan pembebasan bea masuk berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan ini dengan ketentuan sebagai berikut :
- importasi yang masih dalam proses fasilitas vooruitslag,
dapat diselesaikan dengan menggunakan Pemberitahuan Pabean
impor;
- importasi yang menggunakan fasilitas vooruitslag dan sedang
dalam proses penagihan, maka penagihannya tidak dilanjutkan;
- importasi yang sudah dibayar bea masuknya dapat diberikan
pengembalian bea masuk.
Pasal 13
Peraturan Menteri Keuangan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan
mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 26 Agustus 2007.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan
Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 4 Februari 2008
MENTERI KEUANGAN
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI