PERATURAN MENTERI
KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 200/PMK.04/2008
TENTANG
TATA CARA PEMBERIAN, PEMBEKUAN, DAN PENCABUTAN
NOMOR POKOK PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI UNTUK
PENGUSAHA PABRIK DAN IMPORTIR HASIL TEMBAKAU
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
- bahwa untuk menjalankan kegiatan sebagai pengusaha pabrik
atau
importir hasil tembakau, diwajibkan untuk memiliki Nomor Pokok
Pengusaha Barang Kena
Cukai;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a
dan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 17 Peraturan Pemerintah
Nomor 72 Tahun 2008 tentang Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena
Cukai,
perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara
Pemberian, Pembekuan, dan Pencabutan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena
Cukai untuk Pengusaha Pabrik dan Importir Hasil
Tembakau;
Mengingat :
-
Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor
4755);
-
Peraturan
Pemerintah Nomor 72 Tahun 2008 tentang Nomor Pokok
Pengusaha Barang Kena Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4917);
- Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun
2005;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBERIAN, PEMBEKUAN, DAN
PENCABUTAN NOMOR POKOK PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI UNTUK PENGUSAHA
PABRIK DAN IMPORTIR HASIL
TEMBAKAU.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan
:
- Undang-Undang Cukai adalah Undang-Undang Nomor
11 Tahun 1995 tentang
Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
39 Tahun
2007.
- Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai bagi_pengusaha
pabrik dan
importir hasil tembakau yang selanjutnya disingkat NPPBKC adalah izin
untuk menjalankan kegiatan sebagai pengusaha pabrik dan importir hasil
tembakau.
- Orang adalah orang pribadi atau badan
hukum.
- Pabrik hasil tembakau yang selanjutnya disebut pabrik
adalah tempat
tertentu termasuk bangunan, halaman, dan lapangan yang merupakan bagian
daripadanya, yang dipergunakan untuk menghasilkan dan/atau untuk
mengemas barang kena cukai berupa hasil tembakau dalam kemasan untuk
penjualan
eceran.
- Pengusaha pabrik hasil tembakau yang selanjutnya disebut
pengusaha
pabrik adalah orang yang mengusahakan pabrik barang kena cukai berupa
hasil
tembakau.
- Tempat usaha importir hasil tembakau yang selanjutnya
disebut tempat
usaha importir adalah tempat, bangunan, halaman; dan/atau lapangan yang
dipergunakan untuk kegiatan usaha dan/atau untuk menimbun barang kena
cukai berupa hasil tembakau asal impor yang sudah dilunasi
cukainya.
- Importir hasil tembakau yang selanjutnya disebut importir
adalah orang
yang memasukkan barang kena cukai berupa hasil tembakau ke dalam daerah
pabean.
- Kantor Direktorat jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya
disebut
kantor adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor
Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di lingkungan Direktorat
Jenderal Bea dan
Cukai.
- Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan
Cukai.
- Pejabat bea dan cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai
yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu
berdasarkan Undang-Undang
Cukai.
Pasal
2
(1) |
Setiap
orang yang akan menjalankan kegiatan
sebagai pengusaha pabrik atau importir, wajib memiliki
NPPBKC. |
(2) |
Dikecualikan
dari kewajiban untuk memiliki NPPBKC sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diberikan kepada
:
- orang yang membuat tembakau iris yang dibuat dari
tembakau hasil tanaman di Indonesia yang tidak dikemas untuk penjualan
eceran atau dikemas untuk penjualan eceran dengan bahan pengemas
tradisional yang lazim dipergunakan, apabila
:
- dalam pembuatannya tidak dicampur atau ditambah
dengan tembakau yang berasal dari luar negeri atau bahan lain yang
lazim dipergunakan dalam pembuatan hasil tembakau;
dan/atau
- pada pengemas atau tembakau irisnya tidak dibubuhi
atau dilekati atau dicantumkan cap, merek dagang, etiket, atau yang
sejenis dengan itu;
atau
- orang yang mengimpor barang kena cukai berupa
hasil tembakau yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan
huruf f Undang-Undang
Cukai.
|
BAB II
PEMBERIAN NPPBKC
Pasal
3
(1) |
Sebelum
mengajukan permohonan memiliki NPPBKC, pengusaha pabrik atau
importir terlebih dahulu harus mengajukan permohonan secara tertulis
kepada kepala kantor yang mengawasi untuk dilakukan pemeriksaan lokasi,
bangunan, atau tempat
usaha. |
(2) |
Permohonan
pemeriksaan lokasi, bangunan, atau tempat usaha, paling
sedikit harus dilampiri dengan
:
- salinan/fotokopi izin usaha industri atau tanda
daftar
industri;
- gambar denah lokasi, bangunan, atau tempat
usaha;
- salinan/fotokopi IMB;
dan
- salinan/fotokopi izin yang diterbitkan oleh
pemerintah daerah setempat berdasarkan undang-undang mengenai
gangguan.
|
(3) |
Lokasi,
bangunan, atau tempat usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
harus memenuhi ketentuan sebagai berikut
:
- untuk pabrik
:
- tidak berhubungan langsung dengan bangunan,
halaman, atau tempat-tempat lain yang bukan bagian pabrik yang
dimintakan
izin;
- tidak berhubungan langsung dengan rumah
tinggal;
- berbatasan langsung dan dapat dimasuki dari jalan
umum; dan
- memiliki luas bangunan paling sedikit 200 (dua
rates) meter
persegi.
- untuk tempat usaha importir yang berfungsi sebagai
tempat penimbunan hasil tembakau
:
- tidak menggunakan tempat penimbunan hasil tembakau
yang berhubungan langsung dengan bangunan, halaman, atau tempat-tempat
lain yang bukan bagian tempat usaha importir yang dimintakan
izin;
- tidak berhubungan langsung dengan rumah tinggal;
dan
- berbatasan langsung dan dapat dimasuki dari jalan
umum.
|
(4) |
Atas
permohonan yang diajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2), dilakukan wawancara terhadap pemohon dalam rangka memeriksa
kebenaran
:
- data pemohon sebagai penanggung jawab;
dan
- data dalam lampiran
permohonan.
|
(5) |
Atas
wawancara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuatkan Berita Acara
Wawancara oleh pejabat bea dan
cukai. |
(6) |
Setelah
dilakukan wawancara sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pejabat
bea dan cukai melakukan pemeriksaan lokasi, bangunan, atau tempat
usaha. |
(7) |
Atas
hasil pemeriksaan lokasi, bangunan, atau tempat usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (6), pejabat bea dan cukai membuat Berita Acara
Pemeriksaan yang disertai gambar denah lokasi, bangunan, atau tempat
usaha dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak surat permohonan
diterima. |
(8) |
Berita
Acara Pemeriksaan dan gambar denah sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
harus memuat secara rinci
:
- persil, bangunan, ruangan, tempat, dan pekarangan
yang termasuk bagian dari pabrik atau tempat usaha
importir;
- batas-batas pabrik atau tempat usaha importir;
dan
- luas pabrik atau tempat usaha
importir.
|
(9) |
Berita
Acara Perneriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) digunakan sebagai
persyaratan untuk memperoleh NPPBKC dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan
sejak tanggal Berita Acara
Pemeriksaan. |
Pasal
4
Setelah dilakukan
pemeriksaan lokasi, bangunan, atau tempat usaha sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3, pengusaha pabrik atau importir harus mengajukan
permohonan secara tertulis kepada Menteri Keuangan u.p. kepala kantor
yang mengawasi sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam
Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan
ini.
Pasal
5
(1) |
Pengusaha
pabrik yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 harus memiliki
:
- Izin Mendirikan. Bangunan (IMB) sebagai pabrik
dari pemerintah daerah
setempat;
- izin yang diterbitkan oleh pemerintah daerah
setempat berdasarkan undang-undang mengenai
gangguan;
- izin usaha industri atau tanda daftar industri
dari instansi yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
perindustrian;
- izin usaha perdagangan dari instansi yang tugas
dan tanggung jawabnya di bidang
perdagangan;
- izin atau rekomendasi dari instansi yang tugas dan
tanggung jawabnya di bidang tenaga
kerja;
- Nomor Pokok Wajib
Pajak;
- Surat Keterangan Catatan Kepolisian dari
Kepolisian Republik Indonesia, apabila pemohon merupakan orang
pribadi;
- kartu tanda pengenal diri, apabila pemohon
merupakan orang pribadi;
dan
- akta pendirian usaha, apabila pemohon merupakan
badan
hukum.
|
(2) |
Importir
yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
harus memiliki
:
- izin sebagai importir dari instansi yang tugas dan
tanggung jawabnya di bidang perindustrian dan/atau
perdagangan;
- Nomor Pokok Wajib
Pajak;
- akta pendirian
usaha;
- Nomor Identitas Kepabeanan (NIK);
dan
- surat penunjukan sebagai agen penjualan dari
produsen hasil tembakau yang
diimpor.
|
(3) |
Dalam
hal pengusaha pabrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan pemilik
bangunan, selain harus memiliki IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a jugs harus disertai dengan surat perjanjian sewa-menyewa yang
disahkan notaris untuk jangka waktu paling singkat 5 (lima)
tahun. |
Pasal
6
Permohonan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 harus dilampiri dengan
:
- Berita
Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(7);
- salinan
atau fotokopi surat atau izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang
telah disahkan oleh pejabat yang berwenang;
dan
- surat
pernyataan bermeterai cukup bahwa pemohon tidak keberatan untuk
dibekukan atau dicabut NPPBKC yang telah diberikan dalam hal nama
pabrik atau importir yang bersangkutan memiliki kesamaan nama, baik
tulisan maupun pengucapannya dengan nama pabrik atau importir lain yang
telah mendapatkan
NPPBKC.
Pasal
7
(1) |
Kepala
kantor atas nama Menteri Keuangan mengabulkan atau menolak permohonan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dalam jangka waktu 30 (tiga puluh)
hari sejak permohonan diterima secara
lengkap. |
(2) |
Dalam
hal permohonan dikabulkan, kepala kantor atas nama Menteri Keuangan
menerbitkan keputusan pemberian NPPBKC sesuai contoh format sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan
ini. |
(3) |
Dalam
hal permohonan ditolak, kepala kantor atas nama Menteri Keuangan
memberikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan
penolakan. |
(4) |
Keputusan
pemberian NPPBKC sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau
Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada
pemohon. |
Pasal
8
Dalam hal nama pabrik atau
importir yang diajukan memiliki kesamaan nama, baik tulisan maupun
pengucapannya dengan nama pabrik atau importir lain yang telah
mendapatkan NPPBKC, permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ditolak.
Pasal
9
NPPBKC untuk pengusaha
pabrik atau importir hasil tembakau berlaku selama masih menjalankan
usaha.
Pasal
10
pengusaha pabrik atau
importir yang mendapatkan NPPBKC harus memasang papan nama yang memuat
paling sedikit nama perusahaan, alamat, dan NPPBKC dengan ukuran lebar
paling kecil 60cm dan panjang paling kecil
120cm.
Pasal
11
Dalam rangka penyusunan
database Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, pengusaha pabrik atau
importir yang mendapatkan NPPBKC harus mengisi formulir isian
registrasi
cukai.
BAB III
PEMBEKUAN NPPBKC
Pasal
12
(1) |
NPPBKC
dapat dibekukan dalam hal
:
- adanya bukti permulaan yang cukup bahwa pemegang
NPPBKC melakukan pelanggaran pidana di bidang
cukai;
- adanya bukti yang cukup sehingga persyaratan
NPPBKC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Cukai
serta Pasal 3 ayat (3) dan Pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan ini tidak
lagi dipenuhi, termasuk memiliki kesamaan nama, baik tulisan maupun
pengucapannya dengan nama pabrik atau importir lain yang telah
mendapatkan NPPBKC;
atau
- pemegang NPPBKC berada dalam pengawasan kurator
sehubungan dengan
utangnya.
|
(2) |
Bukti
permulaan yang cukup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa
keterangan dan/atau data yang didapat dari paling sedikit dua unsur,
dari
:
- Laporan
Kejadian;
- Berita Acara
Wawancara;
- laporan hasil
penyelidikan;
- keterangan saksi atau ahli;
atau
- barang
bukti.
|
(3) |
Bukti
yang cukup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa
:
- Surat Bukti Penindakan yang dibuat oleh pejabat
bea dan cukai sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang
cukai,
atau
- bukti temuan berupa persyaratan administrasi yang
tidak dipenuhi
lagi.
|
Pasal
13
Terhadap pembekuan NPPBKC
berlaku ketentuan sebagai berikut
:
- dalam
hal adanya bukti permulaan yang cukup bahwa pemegang NPPBKC melakukan
pelanggaran pidana di bidang cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
ayat (1) huruf a, NPPBKC dibekukan sampai dengan adanya putusan hakim
yang telah memiliki kekuatan hukum tetap terhadap pelanggaran pidana di
bidang cukai atau paling lama 60 (enam puluh) hari sejak pembekuan
apabila tidak ditemukan adanya pelanggaran pidana di bidang
cukai;
- dalam
hal adanya bukti yang cukup sehingga persyaratan NPPBKC tidak lagi
dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b, NPPBKC
dibekukan paling lama 1 (satu) tahun sejak pembekuan atau sampai dengan
dipenuhi kembali persyaratan NPPBKC dalam waktu kurang dari 1 (satu)
tahun;
atau
- dalam
hal pemegang NPPBKC berada dalam pengawasan kurator sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf c, NPPBKC dibekukan sampai
dengan adanya putusan hakim yang memiliki kekuatan hukum tetap
sehubungan dengan
kepailitan.
Pasal
14
Dalam hal NPPBKC dibekukan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), pengusaha pabrik atau
importir dilarang menjalankan kegiatan usaha di bidang cukai sampai
dengan diterbitkan keputusan pemberlakuan kembali terhadap NPPBKC yang
dibekukan, tanpa mengurangi kewajiban yang harus diselesaikan kepada
negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Cukai.
Pasal
15
(1) |
Pembekuan
NPPBKC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dilakukan
dengan menerbitkan keputusan pembekuan NPPBKC oleh kepala kantor atas
nama Menteri Keuangan sesuai dengan contoh format sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Menteri Keuangan
ini. |
(2) |
Keputusan
pembekuan NPPBKC sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada pemegang
NPPBKC. |
Pasal
16
(1) |
Keputusan
pembekuan NPPBKC ditindaklanjuti dengan keputusan
pemberlakuan kembali NPPBKC dalam hal
:
- tidak cukup bukti permulaan untuk dilakukan
penyidikan atau adanya putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap terhadap pelanggaran pidana di bidang cukai, yang
menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak
bersalah;
- persyaratan untuk memiliki NPPBKC telah dipenuhi
kembali;
atau
- adanya putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap, yang menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak
pailit.
|
(2) |
Dalam
hal putusan hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf
c menyatakan bahwa pemegang NPPBKC bersalah atau pailit, maka keputusan
pembekuan NPPBKC ditindaklanjuti dengan keputusan pencabutan
NPPBKC. |
(3) |
Keputusan
pemberlakuan kembali NPPBKC sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a dan huruf c tidak mengurangi kewenangan pejabat bea dan
cukai untuk mencabut NPPBKC sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (4)
Undang-Undang
Cukai. |
(4) |
Keputusan
pemberlakuan kembali NPPBKC sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diterbitkan oleh kepala kantor atas nama Menteri Keuangan sesuai
dengan contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Peraturan
Menteri Keuangan
ini. |
(5) |
Keputusan
pemberlakuan kembali NPPBKC sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) disampaikan kepada pemegang
NPPBKC. |
BAB IV
PENCABUTAN NPPBKC DAN PEMUSNAHAN BARANG
KENA
CUKAI BERUPA HASIL TEMBAKAU SEHUBUNGAN
DENGAN PENCABUTAN NPPBKC
Pasal
17
(1) |
NPPBKC
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku kecuali untuk pemenuhan hak-hak
keuangan negara, dalam hal
:
- atas permohonan pemegang
NPPBKC;
- pemegang NPPBKC tidak menjalankan kegiatan di
bidang Cukai selama 1 (satu)
tahun;
- persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
ayat (2) huruf a Undang-Undang Cukai serta Pasal 3 ayat (3) dan Pasal 6
Peraturan Menteri Keuangan ini tidak lagi
dipenuhi;
- pemegang NPPBKC tidak lagi secara sah mewakili
badan hukum atau orang pribadi yang berkedudukan di luar
Indonesia;
- pemegang NPPBKC dinyatakan
pailit;
- tidak dipenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang
Cukai;
- pemegang NPPBKC dipidana berdasarkan keputusan
hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melanggar
ketentuan Undang-Undang
Cukai;
- pemegang NPPBKC melanggar ketentuan Pasal 30
Undang-Undang Cukai;
atau
- NPPBKC dipindahtangankan, dikuasakan, dan/atau
dikerjasamakan dengan orang lain/pihak lain tanpa persetujuan Menteri
Keuangan.
|
(2) |
Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku
dalam hal
:
- pemegang NPPBKC melakukan renovasi;
atau
- pemegang NPPBKC mengalami bencana alam atau
keadaan lain yang berada di luar kemampuan pemegang
NPPBKC.
|
(3) |
Pemegang
NPPBKC wajib melaporkan kepada kepala kantor paling lama
:
- 7 (tujuh) hari, sebelum kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan;
atau
- 14 (empat belas) hari, terhitung sejak peristiwa
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
b.
|
(4) |
Jika
pemegang NPPBKC tidak memenuhi kewajiban melapor sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), maka NPPBKC dicabut berdasarkan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf
b. |
Pasal
18
(1) |
Pencabutan
NPPBKC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1)
dilakukan oleh kepala kantor atas nama Menteri Keuangan dengan
menerbitkan keputusan pencabutan NPPBKC sesuai dengan contoh format
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V Peraturan Menteri Keuangan
ini.
|
(2) |
Keputusan
pencabutan NPPBKC sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada pemegang
NPPBKC. |
Pasal
19
(1) |
Atas
pencabutan NPPBKC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) berlaku
ketentuan sebagai berikut
:
- terhadap hasil tembakau yang belum dilunasi
cukainya yang masih berada dalam pabrik, harus dilunasi cukainya dan
dikeluarkan dari pabrik dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari
sejak diterimanya surat keputusan pencabutan NPPBKC;
atau
- terhadap hasil tembakau yang masih berada dalam
tempat usaha importir, dapat dipindahkan ke peredaran bebas atau tetap
disimpan di tempat usaha yang
bersangkutan.
|
(2) |
Untuk
mendapatkan kepastian terhadap jumlah hasil tembakau yang belum
dilunasi cukainya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, kepala
kantor melakukan pencacahan terhadap hasil tembakau yang masih berada
dalam
pabrik. |
(3) |
Pencacahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi kegiatan
pemeriksaan terhadap seluruh hasil tembakau dan/atau pita cukai yang
masih berada di pabrik yang dilakukan setelah NPPBKC
dicabut. |
(4) |
Apabila
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak
dipenuhi, hasil tembakau dimusnahkan oleh pengusaha pabrik di bawah
pengawasan pejabat bea dan cukai atau dalam keadaan tertentu
dimusnahkan oleh pejabat bea dan cukai atas biaya pengusaha
pabrik.
|
(5) |
Dalam
hal pengusaha pabrik dinyatakan pailit, biaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dibebankan kepada
kurator. |
(6) |
Pencacahan
dilakukan juga terhadap pita cukai yang masih tersisa di
pabrik atau tempat usaha
importir. |
(7) |
Terhadap
pita cukai milik pengusaha pabrik atau importir yang NPPBKC
miliknya telah dicabut diselesaikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan di bidang
cukai. |
BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal
20
(1) |
Pengusaha
pabrik atau importir yang akan melakukan perubahan NPPBKC
harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri Keuangan
u.p. kepala kantor yang mengawasi dengan ketentuan sebagai berikut
:
- untuk perubahan nama perusahaan, permohonan harus
dilampiri dengan
:
- salinan/fotokopi akta
notaris;
- salinan/fotokopi persetujuan akta perubahan
anggaran dasar perusahaan dari instansi yang mempunyai tugas dan
tanggung jawab di bidang hukum, khusus bagi pengusaha yang berstatus
badan
hukum;
- salinan/fotokopi perubahan izin usaha industri
atau tanda daftar industri dari instansi yang mempunyai tugas dan
tanggung jawab di bidang
perindustrian;
- salinan/fotokopi perubahan izin usaha perdagangan
dari instansi yang mempunyai tugas dan tanggung jawab di bidang
perdagangan;
dan
- salinan/fotokopi perubahan Nomor Pokok Wajib
Pajak;
- untuk perubahan kepemilikan perusahaan, permohonan
harus dilampiri dengan
:
- salinan/fotokopi akta
notaris;
- salinan/fotokopi persetujuan akta perubahan
anggaran dasar perusahaan dari instansi yang mempunyai tugas dan
tanggung jawab di bidang hukum, khusus bagi pengusaha yang berstatus
badan
hukum;
- salinan/fotokopi perubahan izin usaha industri
dari instansi yang mempunyai tugas dan tanggung jawab di bidang
perindustrian;
- salinan/fotokopi perubahan izin usaha perdagangan
dari instansi yang mempunyai tugas dan tanggung jawab di bidang
perdagangan;
dan
- salinan/fotokopi Nomor Pokok Wajib
Pajak;
- untuk perubahan lokasi, bangunan, atau tempat
usaha, permohonan harus dilampiri dengan
:
- salinan/fotokopi IMB dari pemerintah daerah
setempat;
- salinan/fotokopi izin yang diterbitkan oleh
pemerintah daerah setempat berdasarkan undang-undang mengenai
gangguan;
- salinan/fotokopi perubahan izin usaha industri
dari instansi yang mempunyai tugas dan tanggung jawab di bidang
perindustrian;
- salinan/fotokopi perubahan izin usaha perdagangan
dari instansi yang mempunyai tugas dan tanggung jawab di bidang
perdagangan;
dan
- salinan/fotokopi perubahan Nomor Pokok Wajib
Pajak;
- untuk perubahan jenis hasil tembakau, permohonan
harus dilampiri dengan
:
- salinan/fotokopi perubahan izin usaha industri
dari instansi yang mempunyai tugas dan tanggung jawab di bidang
perindustrian;
dan
- salinan/fotokopi perubahan izin usaha perdagangan
dari instansi yang mempunyai tugas dan tanggung jawab di bidang
perdagangan.
|
(2) |
Terhadap
perubahan lokasi, bangunan, atau tempat usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c dan perubahan jenis hasil tembakau
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dilakukan pemeriksaan
lokasi pabrik atau tempat usaha
importir. |
(3) |
Dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan diterima secara
lengkap, kepala kantor atas nama Menteri Keuangan mengeluarkan
keputusan perubahan NPPBKC, sesuai dengan contoh format sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran VI Peraturan Menteri Keuangan
ini.
|
(4) |
Dalam
hal permohonan ditolak, kepala kantor atas nama Menteri Keuangan
memberikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan
penolakan. |
(5) |
Keputusan
perubahan NPPBKC sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan Surat
pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan
kepada
pemohon. |
Pasal
21
Pengusaha pabrik yang telah
memiliki NPPBKC untuk memproduksi hasil tembakau dengan jenis sigaret
yang dibuat dengan mesin, tidak diperbolehkan memproduksi sigaret yang
dibuat dengan tangan menggunakan
filter.
Pasal
22
Lampiran I sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4, Lampiran II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (2), Lampiran III sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1),
Lampiran IV sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4), Lampiran V
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), Lampiran VI sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3), merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan
ini.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal
23
Dengan berlakunya Peraturan
Menteri Keuangan ini, terhadap permohonan untuk mendapatkan NPPBKC yang
telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini dan
belum mendapatkan keputusan, penyelesaiannya dilakukan berdasarkan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 75/KMK.04/2006 tentang Nomor Pokok
Pengusaha Barang Kena Cukai untuk Pengusaha Pabrik dan Importir Hasil
Tembakau.
BAB VII
PENUTUP
Pasal
24
Pada saat Peraturan Menteri
Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor
75/KMK.04/2006 tentang Nomor
Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai untuk Pengusaha Pabrik dan Importir
Hasil Tembakau, dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal
25
Peraturan Menteri Keuangan
ini mulai berlaku pada tanggal 9 Desember
2008.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 9 Desember 2008
MENTERI KEUANGAN
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI