UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 39 TAHUN 2007
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 11 TAHUN 1995
TENTANG CUKAI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Pasal I
Pasal 1
Dalam undang-undang ini
yang dimaksud dengan:
Pasal 2
(1) | Barang-barang
tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik:
|
||||||||
(2) | Barang-barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sebagai barang kena cukai. |
Pasal 3A
(1) | Dokumen cukai dan/atau dokumen pelengkap cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) disampaikan dalam bentuk tulisan di atas formulir atau dalam bentuk data elektronik. |
(2) | Dokumen cukai dan/atau dokumen pelengkap cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan alat bukti yang sah menurut undang-undang ini. |
(3) | Ketentuan
lebih lanjut mengenai dokumen cukai dan/atau dokumen pelengkap
cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau
berdasarkan peraturan menteri. |
Pasal 3B
Terhadap barang kena cukai
berlaku seluruh ketentuan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
Pasal 5
(1) | Barang
kena cukai berupa hasil tembakau dikenai cukai berdasarkan tarif paling
tinggi: a. untuk yang dibuat di Indonesia:
|
||||||||||||
(2) | Barang
kena cukai lainnya dikenai cukai berdasarkan tarif paling tinggi: a. untuk yang dibuat di Indonesia:
|
||||||||||||
(3) | Tarif cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat diubah dari persentase harga dasar menjadi jumlah dalam rupiah untuk setiap satuan barang kena cukai atau sebaliknya atau penggabungan dari keduanya. | ||||||||||||
(4) | Penentuan besaran target penerimaan negara dari cukai pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) dan alternatif kebijakan Menteri dalam mengoptimalkan upaya mencapai target penerimaan, dengan memperhatikan kondisi industri dan aspirasi pelaku usaha industri, disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Repubik Indonesia (DPR RI) untuk mendapat persetujuan. | ||||||||||||
(5) | Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran tarif cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), serta perubahan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan peraturan menteri. |
Pasal 6
(1) | Harga dasar yang digunakan untuk perhitungan cukai atas barang kena cukai yang dibuat di Indonesia adalah harga jual pabrik atau harga jual eceran. |
(2) | Harga dasar yang digunakan untuk perhitungan cukai atas barang kena cukai yang diimpor adalah nilai pabean ditambah bea masuk atau harga jual eceran. |
(3) | Ketentuan
lebih lanjut mengenai penetapan harga dasar diatur dengan peraturan
menteri. |
BAB III
PELUNASAN, PENUNDAAN, DAN FASILITAS
Bagian
Pertama
Pelunasan
Pasal 7
(1) | Cukai atas barang kena cukai yang dibuat di Indonesia, dilunasi pada saat pengeluaran barang kena cukai dari pabrik atau tempat penyimpanan. | ||||||
(2) | Cukai atas barang kena cukai yang diimpor dilunasi pada saat barang kena cukai diimpor untuk dipakai. | ||||||
(3) | Cara
pelunasan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan dengan:
|
||||||
(3a) | Pencetakan pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan pengadaan tanda pelunasan cukai lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dilaksanakan oleh badan usaha milik negara dan/atau badan atau lembaga yang ditunjuk oleh Menteri dengan syarat-syarat yang ditetapkan. | ||||||
(3b) | Syarat-syarat yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3a) paling sedikit memenuhi asas keamanan, kontinuitas, efektivitas, efisiensi, dan memberi kesempatan yang sama. | ||||||
(4) | Pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan tanda pelunasan cukai lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c disediakan oleh Menteri. | ||||||
(5) | Dalam hal pelunasan cukai dengan cara pelekatan pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan di bidang cukai, cukai dianggap tidak dilunasi. | ||||||
(6) | Dihapus. | ||||||
(7) | Dihapus. | ||||||
(8) | Ketentuan
lebih lanjut
mengenai pelunasan cukai diatur dengan atau berdasarkan peraturan
menteri. |
Bagian
Pertama A
Penundaan
Pasal 7A
(1) | Pelunasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a pembayarannya dapat diberikan secara berkala kepada pengusaha pabrik dalam jangka waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari sejak tanggal pengeluaran barang kena cukai tanpa dikenai bunga. | ||||
(2) | Penundaan
pembayaran cukai dapat diberikan kepada pengusaha pabrik dalam jangka
waktu:
|
||||
(3) | Penundaan pembayaran cukai dapat diberikan kepada importir barang kena cukai dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal pemesanan pita cukai bagi yang melaksanakan pelunasan dengan cara pelekatan pita cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf b. | ||||
(4) | Untuk pembayaran secara berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pengusaha pabrik wajib menyerahkan jaminan. | ||||
(5) | Untuk mendapat penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), pengusaha pabrik atau importir barang kena cukai wajib menyerahkan jaminan. | ||||
(6) | Jenis dan besaran jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri. | ||||
(7) | Pengusaha pabrik yang pelunasan cukainya dengan cara pembayaran berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak membayar cukai sampai dengan jangka waktu pembayaran secara berkala berakhir, wajib membayar cukai yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 10% (sepuluh persen) dari nilai cukai yang terutang. | ||||
(8) | Pengusaha pabrik atau importir barang kena cukai yang mendapat penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) yang tidak membayar cukai sampai dengan jatuh tempo penundaan, wajib membayar cukai yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 10% (sepuluh persen) dari nilai cukai yang terutang. | ||||
(9) | Ketentuan lebih lanjut mengenai pembayaran secara berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri. |
Pasal 8
(1) | Cukai
tidak dipungut atas
barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) terhadap:
|
||||||||||
(2) | Cukai
juga tidak dipungut atas barang kena cukai apabila:
|
||||||||||
(2a) | Perubahan barang kena cukai yang tidak dipungut cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan perubahan tujuan barang kena cukai yang tidak dipungut cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri. | ||||||||||
(3) | Pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, atau setiap orang yang melanggar ketentuan tentang tidak dipungutnya cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. | ||||||||||
(4) | Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri. |
Pasal 9
(1) | Pembebasan
cukai dapat diberikan atas barang kena cukai:
|
||||||||||||||
(1a) | Perubahan tujuan barang kena cukai yang diberikan pembebasan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri. | ||||||||||||||
(2) | Pembebasan
cukai dapat juga diberikan atas barang kena cukai tertentu yaitu:
|
||||||||||||||
(3) | Pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, atau setiap orang yang melanggar ketentuan tentang pembebasan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. | ||||||||||||||
(4) | Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pembebasan cukai sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan
peraturan menteri. |
Pasal 10
(1) | Penagihan
dilakukan atas: a. utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya; b. kekurangan cukai; dan/atau c. sanksi administrasi berupa denda. |
(2) | Utang cukai, kekurangan cukai, dan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dibayar paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima surat tagihan. |
(2a) | Pembayaran utang cukai, kekurangan cukai, dan/atau sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenai bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dari nilai utang cukai, kekurangan cukai, dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang tidak dibayar. |
(2b) | Dalam hal tertentu, atas permintaan pengusaha pabrik, Direktur Jenderal dapat memberikan kemudahan untuk mengangsur pembayaran tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan dan dikenai bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan. |
(2c) | Pembayaran utang cukai, kekurangan cukai, dan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (2a) jumlahnya dibulatkan dalam ribuan rupiah. |
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penagihan dan pengangsuran diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri. |
Pasal 12
(1) | Pengembalian
cukai yang telah dibayar diberikan dalam hal: a. terdapat kelebihan pembayaran karena kesalahan penghitungan; b. barang kena cukai diekspor; c. barang kena cukai diolah kembali di pabrik atau dimusnahkan; d. barang kena cukai mendapat pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9; e. pita cukai dikembalikan karena rusak atau tidak dipakai; atau f. terdapat kelebihan pembayaran sebagai akibat putusan Pengadilan Pajak. |
(2) | Pengembalian cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak ditetapkannya kelebihan pembayaran. |
(3) | Apabila pengembalian cukai dilakukan setelah jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemerintah memberikan bunga 2% (dua persen) perbulan, dihitung setelah jangka waktu tersebut berakhir sampai dengan saat dilakukan pengembalian. |
(4) | Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembalian cukai diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri. |
Pasal 14
(1) | Setiap
orang yang akan menjalankan kegiatan sebagai: a. pengusaha pabrik; b. pengusaha tempat penyimpanan; c. importir barang kena cukai; d. penyalur; atau e. pengusaha tempat penjualan eceran, wajib memiliki izin berupa Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai dari Menteri. |
||||||||||||||||||
(1a) | Kewajiban memiliki izin untuk menjalankan kegiatan sebagai penyalur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d atau pengusaha tempat penjualan eceran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e berlaku untuk etil alkohol dan minuman yang mengandung etil alkohol. | ||||||||||||||||||
(1b) | Kewajiban memiliki izin untuk menjalankan kegiatan sebagai penyalur atau pengusaha tempat penjualan eceran selain etil alkohol dan minuman yang mengandung etil alkohol sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) ditetapkan dengan peraturan menteri. | ||||||||||||||||||
(1c) | Importir barang kena cukai yang telah memiliki izin berupa Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat melaksanakan impor barang kena cukai. | ||||||||||||||||||
(2) | Izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada: a. orang yang berkedudukan di Indonesia; atau b. orang yang secara sah mewakili badan hukum atau orang pribadi yang berkedudukan di luar Indonesia. |
||||||||||||||||||
(3) | Dalam hal pemegang izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a adalah orang pribadi, apabila yang bersangkutan meninggal dunia, izin dapat dipergunakan selama dua belas bulan sejak tanggal meninggal yang bersangkutan oleh ahli waris atau yang dikuasakan dan setelah lewat jangka waktu tersebut, izin wajib diperbaharui. | ||||||||||||||||||
(3a) | Izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibekukan, dalam hal:
|
||||||||||||||||||
(4) | Izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dicabut dalam hal:
|
||||||||||||||||||
(5) | Dalam hal izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicabut, terhadap barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya yang masih berada di dalam pabrik atau tempat penyimpanan harus dilunasi cukainya dan dikeluarkan dari pabrik atau tempat penyimpanan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya surat keputusan pencabutan izin. | ||||||||||||||||||
(5a) | Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dipenuhi, barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c dimusnahkan. | ||||||||||||||||||
(5b) | Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dipenuhi, barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf d diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri. | ||||||||||||||||||
(6) | Ketentuan mengenai pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak berlaku bagi importir barang kena cukai, penyalur, dan pengusaha tempat penjualan eceran. | ||||||||||||||||||
(7) | Setiap orang yang menjalankan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tanpa memiliki izin dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). | ||||||||||||||||||
(8) | Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah. |
BAB VI
PEMBUKUAN DAN PENCACAHAN
Bagian
Pertama
Pembukuan
Pasal 16
(1) | Pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, atau penyalur yang wajib memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d wajib menyelenggarakan pembukuan. |
(2) | Dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetapi wajib melakukan pencatatan adalah pengusaha pabrik skala kecil, penyalur skala kecil yang wajib memiliki izin, dan pengusaha tempat penjualan eceran yang wajib memiliki izin. |
(3) | Pengusaha pabrik wajib memberitahukan secara berkala kepada Kepala Kantor tentang barang kena cukai yang selesai dibuat. |
(4) | Pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, atau penyalur yang wajib memiliki izin, yang tidak menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). |
(5) | Pengusaha pabrik skala kecil, penyalur skala kecil yang wajib memiliki izin, dan pengusaha tempat penjualan eceran yang wajib memiliki izin, yang tidak melakukan pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). |
(6) | Pengusaha pabrik yang tidak memberitahukan barang kena cukai yang selesai dibuat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 (dua) kali nilai cukai dari barang kena cukai yang tidak diberitahukan. |
(7) | Ketentuan lebih lanjut mengenai pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pemberitahuan mengenai barang kena cukai yang selesai dibuat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri. |
Pasal 16A
(1) | Pembukuan wajib diselenggarakan dengan baik yang mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya dan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban, modal, pendapatan, biaya, dan arus keluar masuknya barang kena cukai. |
(2) | Pembukuan wajib diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, mata uang rupiah, serta bahasa Indonesia, atau dengan mata uang asing dan bahasa lain yang diizinkan oleh Menteri. |
(3) | Laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha serta surat yang berkaitan dengan kegiatan dibidang cukai wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun pada tempat usahanya di Indonesia. |
(4) | Ketentuan
lebih lanjut mengenai pedoman penyelenggaraan pembukuan diatur dengan
atau berdasarkan peraturan menteri. |
Pasal 16B
Pengusaha pabrik,
pengusaha tempat
penyimpanan, importir barang kena cukai, atau penyalur yang wajib
memiliki izin, yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16A dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar
Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
Pasal 17
(1) | Pejabat bea dan cukai wajib menyelenggarakan buku rekening barang kena cukai untuk setiap pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan mengenai barang kena cukai tertentu yang masih terutang cukai dan berada di pabrik atau tempat penyimpanan. |
(2) | Pejabat bea dan cukai mencatat barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) dan Pasal 25 ayat (1) atau ayat (3) yang masih terutang cukai ke dalam buku rekening barang kena cukai. |
(3) | Pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan bertanggung jawab atas utang cukai dari barang kena cukai yang ada menurut buku rekening barang kena cukai. |
Pasal 18
(1) | Buku rekening barang kena cukai ditutup pada setiap akhir tahun kalender. |
(2) | Buku rekening barang kena cukai juga ditutup setelah dilakukan pencacahan atau atas permintaan pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan. |
(3) | Ketentuan tentang buku rekening barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), serta dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri. |
Pasal 19
(1) | Pejabat bea dan cukai wajib menyelenggarakan buku rekening kredit untuk setiap pengusaha pabrik yang mendapatkan kemudahan pembayaran berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (1). |
(1a) | Pejabat bea dan cukai wajib menyelenggarakan buku rekening kredit untuk setiap pengusaha pabrik atau importir barang kena cukai mengenai cukai yang mendapatkan penundaan pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (2) dan ayat (3). |
(2) | Ketentuan lebih lanjut mengenai buku rekening kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a) diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri. |
Pasal 25
(1) | Pemasukan atau pengeluaran barang kena cukai ke atau dari pabrik atau tempat penyimpanan, wajib diberitahukan kepada Kepala Kantor dan dilindungi dengan dokumen cukai. |
(2) | Pemasukan atau pengeluaran barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan di bawah pengawasan pejabat bea dan cukai. |
(3) | Dalam hal pemasukan atau pengeluaran barang kena cukai di bawah pengawasan pejabat bea dan cukai, yang menjadi dasar untuk membukukan dalam buku rekening barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 adalah yang didapati oleh pejabat bea dan cukai yang bersangkutan. |
(4) | Pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan yang mengeluarkan barang kena cukai dari pabrik atau tempat penyimpanan, yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 (dua) kali nilai cukai dari barang kena cukai yang dikeluarkan. |
(5) | Pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan, yang memasukkan barang kena cukai ke pabrik atau tempat penyimpanan tanpa mengindahkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). |
(6) | Ketentuan lebih lanjut mengenai pemasukan atau pengeluaran barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri. |
Pasal 26
(1) | Dalam keadaan darurat, barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya dapat dipindahkan ke luar pabrik atau tempat penyimpanan tanpa dilindungi dokumen cukai. |
(2) | Pemindahan barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilaporkan kepada Kepala Kantor dalam jangka waktu yang ditetapkan. |
(3) | Pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan yang tidak melaporkan pemindahan barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya karena keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). |
(4) | Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri. |
Pasal 27
(1) | Pengangkutan barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya harus dilindungi dengan dokumen cukai. |
(2) | Pengangkutan barang kena cukai tertentu, walaupun sudah dilunasi cukainya, harus dilindungi dengan dokumen cukai. |
(3) | Setiap orang yang tidak memenuhi ketentuan tentang pengangkutan barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. |
(4) | Setiap orang yang tidak memenuhi ketentuan tentang pengangkutan barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). |
(5) | Ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkutan barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri. |
Pasal 29
(1) | Barang kena cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya hanya boleh ditawarkan, diserahkan, dijual, atau disediakan untuk dijual, setelah dikemas untuk penjualan eceran dan dilekati pita cukai atau dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya yang diwajibkan. |
(2) | Barang kena cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya yang berada dalam tempat penjualan eceran atau tempat lain yang kegiatannya adalah untuk menjual dianggap disediakan untuk dijual. |
(2a) | Pengusaha pabrik atau importir barang kena cukai yang melekatkan pita cukai atau membubuhkan tanda pelunasan cukai lainnya pada barang kena cukai yang tidak sesuai dengan pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya yang diwajibkan, yang menyebabkan kekurangan pembayaran cukai, wajib melunasi cukainya dan dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai dari nilai cukai yang seharusnya dilunasi. |
(3) | Ketentuan
lebih lanjut mengenai pelaksanaan ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
atau berdasarkan peraturan menteri. |
Pasal 31
(1) | Di
dalam tempat penyimpanan dilarang:
|
||||
(2) | Barang kena cukai yang telah dilunasi cukainya atau yang mendapatkan pembebasan cukai yang kedapatan berada di dalam tempat penyimpanan dianggap belum dilunasi cukainya atau tidak mendapatkan pembebasan cukai. | ||||
(3) | Pengusaha
tempat penyimpanan yang melanggar ketentuan mengenai larangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikenai sanksi administrasi
berupa denda paling sedikit Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah)
dan paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). |
Pasal 32
(1) | Di
dalam pabrik, tempat usaha importir barang kena cukai, tempat usaha
penyalur, dan tempat penjualan eceran, yang pelunasan cukainya dengan
cara pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya
dilarang :
|
||||
(2) | Pengusaha pabrik, importir barang kena cukai, penyalur, atau pengusaha tempat penjualan eceran, yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya, yang melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai dari pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya yang didapati telah dipakai. |
Pasal 33
(1) | Pejabat
bea dan cukai berwenang :
|
||||||
(2) | Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pejabat bea dan cukai dapat dilengkapi dengan senjata api yang jenis dan syaratsyarat penggunaannya diatur dengan peraturan pemerintah. | ||||||
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b serta penegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah. |
Pasal 34
(1) | Dalam melaksanakan tugas berdasarkan undang-undang ini pejabat bea dan cukai dapat meminta bantuan Kepolisian Republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, dan/atau instansi lainnya. |
(2) | Atas
permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepolisian Republik
Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, dan/atau instansi lainnya wajib
untuk memenuhinya. |
Bagian Kedua
Pemeriksaan
Pasal 35
(1) | Pejabat
bea dan cukai berwenang melakukan pemeriksaan terhadap :
|
||||||||
(2) | Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pejabat bea dan cukai berwenang mengambil contoh barang kena cukai. | ||||||||
(3) | Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, pejabat bea dan cukai berwenang meminta catatan sediaan barang, dokumen cukai, dan/atau dokumen pelengkap cukai, yang wajib diselenggarakan berdasarkan undang-undang ini. | ||||||||
(4) | Setiap orang yang menyebabkan pejabat bea dan cukai tidak dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). |
Pasal 36
(1) | Pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, pengusaha tempat penjualan eceran, pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, yang terhadapnya dilakukan pemeriksaan, wajib menyediakan tenaga, peralatan, dan menyerahkan buku, catatan, dan/ atau dokumen yang wajib diselenggarakan berdasarkan undangundang ini. |
(1a) | Dalam hal pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, pengusaha tempat penjualan eceran, pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, yang terhadapnya dilakukan pemeriksaan, tidak berada di tempat atau berhalangan, kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beralih kepada yang mewakilinya. |
(2) | Pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, pengusaha tempat penjualan eceran, pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, yang terhadapnya dilakukan pemeriksaan, catatan, dan/atau dokumen pada waktu dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). |
Pasal 37
(1) | Pejabat bea dan cukai berwenang untuk menghentikan dan memeriksa sarana pengangkut serta barang kena cukai dan/atau barang lainnya yang terkait dengan barang kena cukai yang berada di sarana pengangkut. |
(2) | Pengangkut wajib menunjukkan dokumen cukai dan/atau dokumen pelengkap cukai yang diwajibkan menurut undang-undang ini. |
(3) | Sarana pengangkut yang disegel oleh dinas pos atau penegak hukum lain, dikecualikan dari pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(4) | Setiap
orang yang menyebabkan
pejabat bea dan cukai tidak dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan pengangkut yang tidak mengindahkan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administrasi berupa
denda paling sedikit Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah)
dan paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah). |
Pasal 39
(1) | Pejabat bea dan cukai berwenang melakukan audit cukai terhadap pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, dan pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9. | ||||||||
(1a) | Dalam
melaksanakan audit cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pejabat
bea dan cukai berwenang :
|
||||||||
(1b) | Pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, atau pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, yang terhadapnya dilakukan audit cukai, wajib memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis, menyediakan tenaga, peralatan, dan menyerahkan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai. | ||||||||
(1c) | Dalam hal pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, atau pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, yang terhadapnya dilakukan audit cukai, tidak berada di tempat atau berhalangan, kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1b) beralih kepada yang mewakilinya. | ||||||||
(2) | Setiap orang yang menyebabkan pejabat bea dan cukai tidak dapat menjalankan kewenangan audit cukai dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah). | ||||||||
(3) | Ketentuan
lebih lanjut mengenai audit cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri. |
Pasal 40
Pejabat bea dan cukai
berwenang untuk
mengunci, menyegel, dan/atau melekatkan tanda pengaman yang diperlukan
terhadap bagian-bagian dari pabrik, tempat penyimpanan, tempat usaha
importir barang kena cukai, tempat usaha penyalur, tempat penjualan
eceran, tempat lain, atau sarana pengangkut yang di dalamnya terdapat
barang kena cukai guna pengamanan cukai.
Bagian Keempat
Kewenangan Khusus Direktur Jenderal
Pasal 40A
(1) | Direktur
Jenderal karena
jabatan atau atas permohonan dari orang yang bersangkutan dapat :
|
||||
(2) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan permohonan, pembetulan, pengurangan, atau penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri. |
BAB XI
KEBERATAN, BANDING, DAN GUGATAN
Bagian
Pertama
Keberatan
Pasal 41
(1) | Dihapus. |
(2) | Orang yang berkeberatan atas penetapan pejabat bea dan cukai dalam penegakan undang-undang ini, yang mengakibatkan kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda, dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktur Jenderal dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya surat tagihan dengan menyerahkan jaminan sebesar kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang ditetapkan. |
(3) | Direktur Jenderal memutuskan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya pengajuan keberatan. |
(4) | Apabila dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal tidak memberikan keputusan, keberatan yang bersangkutan dianggap dikabulkan dan jaminan dikembalikan. |
(5) | Apabila Direktur Jenderal memutuskan mengabulkan keberatan yang diajukan, jaminan wajib dikembalikan. |
(6) | Dalam hal jaminan berupa uang tunai, apabila pengembalian jaminan dilakukan setelah jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak keberatan diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), Pemerintah memberikan bunga 2% (dua persen) perbulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. |
(7) | Apabila Direktur Jenderal memutuskan menolak keberatan yang diajukan, jaminan dicairkan untuk membayar cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang ditetapkan. |
(8) | Ketentuan
lebih lanjut
mengenai keberatan diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri. |
Bagian
Pertama A
Banding dan Gugatan
Pasal 43A
Orang yang berkeberatan
atas keputusan
Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) dapat
mengajukan banding dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari
sejak tanggal penetapan atau keputusan.
Pasal 43B
Orang yang berkeberatan
atas pencabutan
izin bukan atas permohonan sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
ayat (4) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h,
atau huruf i dapat mengajukan gugatan dalam jangka waktu paling lama 60
(enam puluh) hari sejak tanggal penetapan atau keputusan.
Pasal 43C
Permohonan banding
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 43A atau gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43B
diajukan kepada Pengadilan Pajak sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang yang mengatur tentang pengadilan pajak.
Pasal 50
Setiap orang yang tanpa
memiliki izin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 menjalankan kegiatan pabrik, tempat
penyimpanan, atau mengimpor barang kena cukai dengan maksud
mengelakkan pembayaran cukai dipidana dengan pidana penjara
paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda
paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh)
kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Pasal 52
Pengusaha pabrik atau
pengusaha tempat
penyimpanan yang mengeluarkan barang kena cukai dari pabrik atau tempat
penyimpanan tanpa mengindahkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 ayat (1) dengan maksud mengelakkan pembayaran cukai dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5
(lima) tahun dan pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai
dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Pasal 53
Setiap orang yang dengan
sengaja
memperlihatkan atau menyerahkan buku, catatan, dan/atau dokumen,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) atau laporan keuangan,
buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan
dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data
elektronik serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1b) yang palsu atau
dipalsukan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah) dan paling banyak
Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 54
Setiap orang yang
menawarkan,
menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual barang kena cukai
yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita
cukai atau tidak dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana
denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10
(sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Pasal 55
Setiap orang yang :
Pasal 56
Setiap orang yang
menimbun, menyimpan,
memiliki, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang kena
cukai yang diketahuinya atau patut harus diduganya berasal dari tindak
pidana berdasarkan undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana
denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10
(sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Pasal 57
Setiap orang yang tanpa
izin membuka,
melepas, atau merusak kunci, segel, atau tanda pengaman sebagaimana
diatur dalam undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan
dan/atau pidana denda paling sedikit Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima
juta rupiah) dan paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh
juta rupiah).
Pasal 58
Setiap orang yang
menawarkan, menjual,
atau menyerahkan pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya kepada
yang tidak berhak atau membeli, menerima, atau menggunakan pita cukai
atau tanda pelunasan cukai lainnya yang bukan haknya dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan
paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Pasal 58A
(1) | Setiap orang yang secara tidak sah mengakses sistem elektronik yang berkaitan dengan pelayanan dan/atau pengawasan di bidang cukai dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). |
(2) | Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan negara berdasarkan undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). |
Pasal 62
(1) | Barang kena cukai yang tersangkut tindak pidana berdasarkan ketentuan undang-undang ini dirampas negara. |
(2) | Barang-barang lain yang tersangkut tindak pidana berdasarkan ketentuan undang-undang ini dapat dirampas untuk negara. |
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelesaian atas barang yang dirampas untuk negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan menteri. |
BAB XIII A
PEMBINAAN PEGAWAI
Pasal 64A
(1) | Sikap dan perilaku pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terikat pada kode etik yang menjadi pedoman pelaksanaan tugas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. |
(2) | Pelanggaran terhadap kode etik oleh pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diselesaikan oleh komisi kode etik. |
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai kode etik diatur dengan peraturan menteri. |
(4) | Ketentuan
lebih lanjut mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja komisi kode
etik diatur dengan peraturan menteri. |
Pasal 64B
Apabila pejabat bea dan
cukai dalam
menghitung atau menetapkan cukai tidak sesuai dengan undang-undang ini
sehingga menyebabkan belum terpenuhinya pungutan negara, pejabat bea
dan cukai dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan perundangundangan
yang berlaku.
Pasal 64C
(1) | Dalam hal terdapat indikasi tindak pidana di bidang cukai yang menyangkut pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Menteri dapat menugasi unit pemeriksa internal di lingkungan Departemen Keuangan untuk melakukan pemeriksaan pegawai guna menemukan bukti permulaan. |
(2) | Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri. |
Pasal 64D
(1) | Orang perseorangan, kelompok orang, dan/atau unit kerja yang berjasa dalam menangani pelanggaran di bidang cukai berhak memperoleh premi. |
(2) | Jumlah premi diberikan paling banyak sebesar 50% (lima puluh persen) dari sanksi administrasi berupa denda dan/atau dari hasil lelang barang hasil pelanggaran di bidang cukai. |
(3) | Dalam hal barang hasil tangkapan merupakan barang yang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak boleh dilelang, besarnya nilai barang sebagai dasar perhitungan premi ditetapkan oleh Menteri. |
(4) | Ketentuan
lebih lanjut
mengenai pemberian premi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur dengan peraturan menteri. |
Pasal 64E
(1) | Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diberikan insentif atas dasar pencapaian kinerja di bidang cukai. |
(2) | Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. |
(3) | Ketentuan
lebih lanjut
mengenai tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri. |
Pasal 65
Pengusaha pabrik,
pengusaha tempat
penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, pengusaha tempat
penjualan eceran, atau pengguna barang kena cukai yang mendapat
fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,
bertanggung jawab atas perbuatan orang yang dipekerjakan atau yang
ditunjuk sebagai wakil atau sebagai kuasa yang berhubungan dengan
pekerjaan mereka dalam rangka pelaksanaan undang-undang ini.
Pasal 66
(1) | Barang kena cukai dan barang lain yang berasal dari pelanggar tidak dikenal dikuasai negara dan berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan apabila dalam jangka waktu empat belas hari sejak dikuasai negara pelanggarnya tetap tidak diketahui, barang kena cukai dan barang lain tersebut menjadi milik negara. |
(2) | Barang kena cukai yang pemiliknya tidak diketahui, dikuasai negara dan berada di bawah pengawasan serta wajib diumumkan secara resmi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk diselesaikan oleh yang bersangkutan dalam waktu tiga puluh hari terhitung sejak dikuasai negara, dan apabila dalam jangka waktu dimaksud yang bersangkutan tidak menyelesaikan kewajibannya, barang kena cukai tersebut menjadi milik negara. |
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelesaian barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan menteri. |
Pasal 66A
(1) | Penerimaan negara dari cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia dibagikan kepada provinsi penghasil cukai hasil tembakau sebesar 2% (dua persen) yang digunakan untuk mendanai peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan/atau pemberantasan barang kena cukai ilegal. |
(2) | Alokasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan realisasi penerimaan cukai hasil tembakau pada tahun berjalan. |
(3) | Gubernur mengelola dan menggunakan dana bagi hasil cukai hasil tembakau dan mengatur pembagian dana bagi hasil cukai hasil tembakau kepada bupati/walikota di daerahnya masing-masing berdasarkan besaran kontribusi penerimaan cukai hasil tembakaunya. |
(4) | Pembagian dana bagi hasil cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan persetujuan Menteri, dengan komposisi 30% (tiga puluh persen) untuk provinsi penghasil, 40% (empat puluh persen) untuk kabupaten/kota daerah penghasil, dan 30% (tiga puluh persen) untuk kabupaten/kota lainnya. |
Pasal 66B
Penyaluran dana bagi hasil
cukai hasil
tembakau dilakukan dengan cara pemindahbukuan dari rekening kas umum
negara ke rekening kas umum daerah provinsi dan rekening kas umum
daerah kabupaten/kota.
Pasal 66C
(1) | Menteri melakukan pemantauan dan evaluasi atas penggunaan anggaran peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan/atau pemberantasan barang kena cukai ilegal yang berasal dari dana bagi hasil cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia. |
(2) | Apabila
hasil pemantauan dan
evaluasi atas penggunaan anggaran peningkatan kualitas bahan baku,
pembinaan industri,
pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai,
dan/atau pemberantasan barang kena cukai ilegal yang berasal dari dana
bagi hasil cukai hasil tembakau mengindikasikan adanya penyimpangan
pelaksanaan akan ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku. |
Pasal 66D
(1) | Atas penyalahgunaan alokasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau dapat diberikan sanksi berupa penangguhan sampai dengan penghentian penyaluran dana bagi hasil cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia. |
(2) | Ketentuan
lebih lanjut
mengenai sanksi atas penyalahgunaan alokasi dana bagi hasil cukai hasil
tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan
menteri. |
Pasal II
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 15 Agustus 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG
YUDHOYONO.
LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 105
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 39 TAHUN 2007
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 11 TAHUN 1995
TENTANG CUKAI
Pasal I
Angka 1
Pasal 1
Cukup jelas.
Angka 2
Pasal 2
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b.
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d.
Yang dimaksud dengan
"pemakaiannya
perlu pembebanan pungutan negara dalam rangka keadilan dan
keseimbangan" adalah pungutan cukai dapat dikenakan terhadap
barang yang dikategorikan sebagai barang mewah dan/atau
bernilai tinggi, namun bukan merupakan kebutuhan pokok,
sehingga tetap terjaga keseimbangan pembebanan pungutan
antara konsumen yang berpenghasilan tinggi dengan
konsumen yang berpenghasilan rendah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Angka 3
Pasal 3A
Cukup jelas.
Pasal 3B
Pelaksanaan penegakannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai.
Angka 4
Pasal 4
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "etil alkohol atau etanol" adalah barang
cair, jernih, dan tidak berwarna, merupakan senyawa organik
dengan
rumus kimia C2H5OH, yang diperoleh baik secara peragian
dan/atau
penyulingan maupun secara sintesa kimiawi.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "minuman yang mengandung etil alkohol"
adalah
semua barang cair yang lazim disebut minuman yang mengandung
etil
alkohol yang dihasilkan dengan cara peragian, penyulingan,
atau
cara lainnya, antara lain bir, shandy, anggur, gin, whisky, dan
yang sejenis.
Yang dimaksud dengan "konsentrat yang mengandung etil alkohol"
adalah bahan yang mengandung etil alkohol yang digunakan
sebagai
bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan minuman yang
mengandung etil alkohol.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "sigaret" adalah hasil tembakau
yang dibuat
dari tembakau rajangan yang dibalut dengan kertas dengan cara
dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti
atau
bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
Sigaret terdiri dari sigaret kretek, sigaret putih, dan
sigaret kelembak kemenyan.
Sigaret kretek adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur
dengan cengkih, atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa
memperhatikan jumlahnya.
Sigaret putih adalah sigaret yang dalam pembuatannya tanpa
dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau kemenyan.
Sigaret putih dan sigaret kretek terdiri dari sigaret
yang dibuat
dengan mesin atau yang dibuat dengan cara lain, daripada mesin.
Yang dimaksud dengan sigaret putih dan sigaret kretek yang dibuat
dengan mesin adalah sigaret putih dan sigaret kretek yang
dalam
pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter,
pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai
dengan
pelekatan pita cukai, seluruhnya, atau sebagian menggunakan
mesin.
Yang dimaksud dengan sigaret putih dan sigaret kretek yang dibuat
dengan cara lain daripada mesin adalah sigaret putih dan
sigaret
kretek yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan,
pemasangan filter, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran,
sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin.
Sigaret kelembak kemenyan adalah sigaret yang
dalam pembuatannya
dicampur dengan kelembak dan/atau kemenyan asli maupun tiruan
tanpa memperhatikan jumlahnya.
Yang dimaksud dengan cerutu adalah hasil tembakau yang dibuat
dari
lembaran-lembaran daun tembakau diiris atau tidak, dengan cara
digulung demikian rupa dengan daun tembakau, untuk dipakai,
tanpa
mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang
digunakan
dalam pembuatannya.
Yang dimaksud dengan rokok daun adalah hasil tembakau yang
dibuat
dengan daun nipah, daun jagung (klobot), atau sejenisnya,
dengan
cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan
pengganti
atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
Yang dimaksud dengan tembakau iris adalah hasil tembakau yang
dibuat dari daun tembakau yang dirajang, untuk dipakai, tanpa
mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang
digunakan
dalam pembuatannya.
Yang dimaksud dengan hasil pengolahan tembakau lainnya adalah
hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau selain yang disebut dalam
huruf ini yang dibuat secara lain sesuai dengan perkembangan
teknologi dan selera konsumen, tanpa mengindahkan bahan
pengganti
atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
Ayat (2)
Penambahan atau pengurangan jenis barang kena cukai
disampaikan oleh pemerintah kepada alat kelengkapan DPR RI
yang
membidangi keuangan untuk mendapatkan persetujuan dan
dimasukkan
dalam Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara.
Angka 5
Pasal 5
Ayat (1)
Huruf a
Penetapan tarif paling tinggi 275% (dua ratus tujuh puluh lima
persen) dari harga jual pabrik atau 57% (lima puluh tujuh
persen)
dari harga jual eceran didasarkan atas pertimbangan bahwa
apabila
barang kena cukai yang karena sifat atau karakteristiknya berdampak
negatif bagi kesehatan ingin dibatasi secara ketat peredaran
dan pemakaiannya maka cara membatasinya adalah
melalui instrumen tarif sehingga barang kena cukai dimaksud
dapat dikenai tarif cukai paling tinggi.
Huruf b
Penetapan tarif paling tinggi 275% (dua ratus tujuh puluh lima
persen) dari nilai pabean ditambah bea masuk atau 57% (lima
puluh
tujuh persen) dari harga jual eceran didasarkan atas
pertimbangan
bahwa apabila barang kena cukai yang karena sifat atau
karakteristiknya berdampak negatif bagi kesehatan, ingin
dibatasi
secara ketat impor, peredaran, dan pemakaiannya, maka cara
membatasinya adalah melalui instrumen tarif sehingga barang
kena
cukai dimaksud dapat dikenai tarif cukai paling tinggi.
Ayat (2)
Huruf a
Penetapan tarif paling tinggi 1.150% (seribu seratus
lima puluh
persen) dari harga jual pabrik atau 80% (delapan puluh persen)
dari harga jual eceran didasarkan atas pertimbangan bahwa apabila
barang kena cukai yang karena sifat atau karakteristiknya berdampak
negatif bagi kesehatan, lingkungan hidup, dan tertib sosial ingin
dibatasi secara ketat peredaran dan pemakaiannya, maka
cara membatasinya adalah melalui instrumen tarif
sehingga barang kena cukai dimaksud dapat dikenai tarif cukai
paling tinggi. Selain itu tarif paling tinggi juga dapat
dikenakan dalam rangka keadilan dan keseimbangan misalnya
barang-barang yang dikonsumsi oleh masyarakat
yang berpenghasilan
tinggi.
Huruf b
Penetapan tarif paling tinggi 1.150% (seribu seratus
lima puluh
persen) dari nilai pabean ditambah bea masuk atau 80% (delapan
puluh persen) dari harga jual eceran didasarkan atas
pertimbangan
bahwa apabila barang kena cukai yang karena sifat atau
karakteristiknya berdampak negatif bagi kesehatan, lingkungan
hidup, dan tertib sosial, ingin dibatasi secara ketat impor,
peredaran, dan pemakaiannya, maka cara membatasinya adalah
melalui instrumen tarif sehingga barang kena cukai dimaksud
dapat dikenai tarif cukai paling tinggi. Selain itu tarif
paling
tinggi juga dapat dikenakan dalam rangka keadilan
dan keseimbangan misalnya barang-barang yang
dikonsumsi oleh
masyarakat yang berpenghasilan tinggi.
Ayat (3)
Perubahan tarif cukai yang dimaksud dalam ayat ini dapat
berupa perubahan dari persentase harga dasar (advalorum)
menjadi
jumlah dalam rupiah untuk setiap satuan barang kena cukai
(spesifik) atau sebaliknya. Demikian pula dapat berupa
gabungan
dari kedua sistem tersebut.
Perubahan tarif ini mempunyai beberapa tujuan antara lain
untuk kepentingan penerimaan negara, untuk pembatasan
konsumsi barang kena cukai, dan untuk memudahkan pemungutan
atau pengawasan barang kena cukai.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "DPR RI" adalah komisi yang
membidangi keuangan.
Yang dimaksud dengan "alternatif kebijakan" adalah
kebijakan besaran tarif cukai hasil tembakau yang dibuat di
Indonesia.
Persetujuan DPR RI pada ayat ini antara lain sebagai
upaya perlindungan dan keberpihakan terhadap industri hasil
tembakau yang padat karya terutama yang proses produksinya
menggunakan cara lain daripada mesin.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Angka 6
Pasal 6
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "harga jual pabrik" adalah harga
penyerahan pabrik kepada penyalur atau konsumen yang di
dalamnya
belum termasuk cukai.
Yang dimaksud dengan "harga jual eceran" adalah harga
yang ditetapkan sebagai dasar penghitungan besarnya cukai.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "nilai pabean dan bea masuk" adalah
nilai pabean dan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang di bidang kepabeanan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Cukup jelas.
Angka 9
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "diimpor untuk dipakai" adalah
dimasukkan ke dalam daerah pabean dengan tujuan untuk dipakai,
dimiliki, atau dikuasai oleh orang yang berdomisili di Indonesia.
Ayat (3)
Pada dasarnya pelunasan cukai atas barang kena cukai
merupakan pemenuhan persyaratan dalam rangka mengamankan
hak-hak negara yang melekat pada barang kena cukai sehingga
barang kena cukai tersebut dapat disetujui untuk dikeluarkan
dari
pabrik, tempat penyimpanan, atau diimpor untuk dipakai.
Barang kena cukai yang telah selesai dibuat dan digunakan
sebelum dikeluarkan dari pabrik dianggap telah dikeluarkan dan
harus dilunasi cukainya.
Huruf a
Pelunasan cukai dengan
cara pembayaran
dibuktikan dengan dokumen cukai yang dipersyaratkan. Untuk
barang
kena cukai yang dibuat di Indonesia, pembayaran harus
dilakukan
sebelum barang kena cukai dikeluarkan dari pabrik atau tempat
penyimpanan. Untuk barang kena cukai yang diimpor,
pembayaran cukainya dilakukan pada saat barang kena cukai
diimpor untuk dipakai.
Huruf b
Pelunasan cukai dengan cara pelekatan pita cukai
dilakukan dengan
cara melekatkan pita cukai yang seharusnya dan dilekatkan
sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Untuk barang kena cukai yang
dibuat
di Indonesia, pelekatan pita cukainya harus dilakukan sebelum
barang kena cukai dikeluarkan dari pabrik. Untuk
barang kena
cukai yang diimpor, pelekatan pita cukainya harus dilakukan
sebelum barang kena cukai diimpor untuk dipakai. Pelekatan
pita
cukai tersebut dapat dilakukan di tempat penimbunan sementara,
tempat penimbunan berikat, atau di tempat pembuatan barang
kena cukai di luar negeri.
Huruf c
Pelunasan cukai dengan cara pembubuhan tanda pelunasan cukai
lainnya dilakukan dengan cara membubuhkan tanda pelunasan
cukai
lainnya yang seharusnya dan dibubuhkan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku, antara lain: barcode dan hologram. Untuk barang
kena
cukai yang dibuat di Indonesia, pembubuhan tanda pelunasan
cukai
lainnya harus dilakukan sebelum barang kena cukai dikeluarkan
dari
pabrik.
Untuk barang kena cukai yang diimpor, pembubuhan
tanda pelunasan
cukai lainnya harus dilakukan sebelum barang kena cukai
diimpor
untuk dipakai. Pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya
tersebut
dapat dilakukan di tempat penimbunan sementara, tempat
penimbunan
berikat, atau di tempat pembuatan barang kena cukai di luar
negeri.
Ayat (3a)
Cukup jelas.
Ayat (3b)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "disediakan" adalah disediakan dalam bentuk fisik
barang dan/atau spesifikasi desain.
Ayat (5)
Cukai dianggap tidak dilunasi apabila pelekatan pita cukai
atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya pada barang kena
cukai tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, antara lain:
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Angka 10
Pasal 7A
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "sejak tanggal pengeluaran barang
kena cukai" adalah tanggal pendaftaran dokumen pengeluaran.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "penundaan" adalah kemudahan pembayaran yang
diberikan kepada pengusaha pabrik dalam bentuk
penangguhan pembayaran cukai tanpa dikenai bunga.
Huruf a
Yang dimaksud dengan "sejak tanggal pemesanan pita cukai"
adalah tanggal pendaftaran dokumen pemesanan pita cukai.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "penundaan" adalah kemudahan pembayaran yang
diberikan kepada importir barang kena cukai dalam
bentuk penangguhan pembayaran cukai tanpa dikenai bunga.
Ayat (4)
Jaminan dapat berupa jaminan bank atau jaminan dari
perusahaan asuransi.
Ayat (5)
Jaminan dapat berupa jaminan bank, jaminan dari
perusahaan asuransi, atau jaminan perusahaan (corporate
guarantee). Jenis dan besaran jaminan ditetapkan dengan pertimbangan
tingkat kepatuhan dari pengusaha pabrik atau importir barang
kena
cukai selama mendapat penundaan. Misalnya, pengusaha pabrik
atau importir barang kena cukai yang tidak pernah
melakukan pelanggaran atas penundaannya dapat menyerahkan
jaminan
dalam bentuk jaminan perusahaan (corporate guarantee).
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Angka 11
Pasal 8
Ayat (1)
Tidak dipungutnya cukai
atas barang
kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat ini adalah untuk
memberikan keringanan kepada masyarakat di beberapa daerah
yang
membuat barang tersebut secara sederhana dan merupakan sumber
mata
pencaharian.
Yang dimaksud dengan "dikemas untuk penjualan eceran"
adalah dikemas dalam kemasan dengan isi tertentu dengan
menggunakan benda yang dapat melindungi dari kerusakan dan
meningkatkan pemasarannya.
Ayat (2)
Kewajiban membayar cukai masih melekat pada barang kena
cukai yang
diatur pada ayat ini, tetapi pemungutannya tidak
dilakukan selama
memenuhi persyaratan yang ditentukan, dibuktikan
dengan dokumen
cukai yang diwajibkan dan barang kena cukai masih tetap berada dalam
pengawasan.
Huruf a
Yang dimaksud dengan "diangkut terus" adalah diangkut dengan
sarana pengangkut melalui kantor pabean tanpa dilakukan
pembongkaran terlebih dahulu.
Yang dimaksud dengan "diangkut lanjut" adalah diangkut dengan
sarana pengangkut melalui kantor pabean dengan dilakukan
pembongkaran terlebih dahulu.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Tidak dipungutnya cukai
atas barang
kena cukai sebagaimana dimaksud huruf ini karena di dalam
pabrik atau tempat penyimpanan dapat ditimbun barang kena
cukai yang belum dilunasi cukainya yang berasal dari
pabrik atau tempat penyimpanan lain atau dari impor.
Pemungutan atau pelunasan cukai atas barang kena cukai
dimaksud dilakukan pada saat dikeluarkan kembali dari pabrik
atau
tempat penyimpanan.
Huruf d
Barang kena cukai yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan
penolong menurut ketentuan huruf ini tidak dipungut cukai,
karena
cukainya akan dikenai terhadap barang hasil akhir yang juga
merupakan barang kena cukai, seperti etil alkohol yang
dipergunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan minuman yang
mengandung etil alkohol atau sebagai bahan penolong dalam
pembuatan hasil tembakau.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2a)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "melanggar ketentuan tentang
tidak dipungutnya cukai" yaitu apabila barang kena cukai
didapati menyimpang dari tujuan sehingga tidak lagi memenuhi
ketentuan sebagaimana diatur pada ayat (2), misalnya barang kena cukai
tidak dapat dibuktikan telah diangkut terus atau diekspor.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Angka 12
Pasal 9
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pembebasan" adalah fasilitas yang
diberikan kepada pengusaha pabrik atau pengusaha tempat
penyimpanan atau importir untuk tidak membayar cukai yang
terutang.
Huruf a
Fasilitas pembebasan cukai berdasarkan ketentuan dalam huruf
ini
dimaksudkan untuk mendukung pertumbuhan atau perkembangan
industri
yang menggunakan barang kena cukai sebagai bahan baku atau
bahan
penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan
merupakan barang kena cukai, baik untuk tujuan ekspor maupun
untuk
pemasaran dalam negeri, seperti etil alkohol yang
digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam
pembuatan etil asetat, asam asetat, obat-obatan dan sebagainya.
Huruf b
Barang kena cukai yang dapat diberikan pembebasan berdasarkan
ketentuan dalam huruf ini dibatasi jumlahnya sesuai dengan
kebutuhan yang wajar.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Barang kena cukai yang dapat diberikan pembebasan berdasarkan
ketentuan dalam huruf ini dibatasi jumlahnya sesuai dengan
kebutuhan yang wajar.
Huruf e
Huruf f
Yang dimaksud dengan "tujuan sosial", antara lain
untuk bantuan bencana alam.
Huruf g
Yang dimaksud dengan "tempat penimbunan berikat" adalah tempat
penimbunan berikat sebagaimana diatur dalam undang-undang di
bidang kepabeanan.
Ayat (1a)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "etil alkohol yang dirusak sehingga tidak
baik untuk diminum" adalah etil alkohol yang dirusak dengan
bahan
perusak tertentu, yang dalam istilah perdagangan lazim disebut
spiritus bakar (brand spiritus).
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "melanggar ketentuan tentang
pembebasan cukai" adalah menyalahgunakan fasilitas pembebasan
cukai. Misalnya, etil alkohol diberikan pembebasan cukai
karena
akan digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong
dalam pembuatan barang hasil akhir tertentu yang telah
ditetapkan, ternyata digunakan untuk membuat barang hasil
akhir
lain selain yang ditetapkan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Angka 13
Pasal 10
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "utang cukai yang tidak dibayar pada
waktunya", antara lain:
Huruf b
Yang dimaksud dengan "kekurangan cukai", antara lain:
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "tanggal diterima" adalah tanggal
stempel pos
pengiriman, tanggal faksimile, atau media antar lainnya.
Dalam hal
surat tagihan dikirim secara langsung, yang dirujuk
adalah tanggal
pada saat surat tagihan diterima secara langsung.
Ayat (2a)
Dalam pengenaan bunga, apabila jangka waktunya kurang dari
1 (satu) bulan, dihitung 1(satu) bulan penuh. Misalnya, 7
(tujuh)
hari dihitung 1 (satu) bulan penuh; 1 (satu) bulan 7 (tujuh) hari
dihitung 2 (dua) bulan penuh.
Ayat (2b)
Yang dimaksud dengan "dalam hal tertentu" adalah
pengusaha pabrik mengalami kesulitan keuangan atau dalam
keadaan kahar.
Ayat (2c)
Yang dimaksud dengan "dibulatkan dalam ribuan rupiah"
adalah dibulatkan ke atas sehingga bagian dari ribuan menjadi
ribuan penuh.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 14
Pasal 12
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "kelebihan pembayaran karena kesalahan
penghitungan" adalah kesalahan penghitungan dalam perkalian,
pengurangan, dalam penerapan tarif atau harga, atau kesalahan
dalam pencacahan. Dalam hal demikian, terhadap cukai yang
telah
dibayar, dapat diberikan pengembalian sebesar kelebihan
pembayaran
akibat adanya kesalahan penghitungan tersebut.
Huruf b
Barang kena cukai yang pelunasan cukainya dengan
cara pembayaran
atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya yang telah
dibayar
cukainya tetapi kemudian diekspor dapat diberikan pengembalian
sepanjang dibuktikan realisasi ekspornya dengan bukti ekspor
yang cukup.
Barang kena cukai yang pelunasan cukainya dengan
cara pelekatan pita cukai yang telah dibayar cukainya
tetapi kemudian diekspor dapat diberikan pengembalian
sepanjang dibuktikan realisasi ekspornya dengan bukti ekspor
yang cukup dan pita cukai yang telah dilekatkan harus
dirusak sebelum diekspor. Pengembalian cukai atas
barang kena
cukai yang diekspor yang telah dilunasi cukainya dengan cara
pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai
lainnya hanya dapat diberikan kepada pengusaha pabrik.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Pita cukai yang dipesan dan telah diterima oleh
pengusaha pabrik
atau importir barang kena cukai jika belum dilekatkan pada
barang
kena cukai dapat dikembalikan ke Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai.
Pengembalian pita cukai tersebut disebabkan, antara lain:
Atas pengembalian pita
cukai, pengusaha
pabrik atau importir barang kena cukai berhak
mendapatkan pengembalian cukai yang telah dibayarkan.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (2)
Kelebihan pembayaran dapat diketahui oleh pejabat bea dan
cukai dari hasil pemeriksaan atau atas permohonan yang
bersangkutan. Setelah diketahui dan terbukti adanya kelebihan
pembayaran, pejabat bea dan cukai menerbitkan surat
ketetapan. Pengembalian cukai dapat diperhitungkan dengan
utang
cukai yang belum dilunasi.
Ayat (3)
Dalam pemberian bunga, apabila jangka waktunya kurang dari
1 (satu) bulan, dihitung 1 (satu) bulan penuh. Misalnya, 7
(tujuh)
hari dihitung 1 (satu) bulan penuh; 1 (satu) bulan 7 (tujuh)
hari
dihitung 2 (dua) bulan penuh.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Angka 15
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (1a)
Cukup jelas.
Ayat (1b)
Cukup jelas.
Ayat (1c)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pengertian izin wajib diperbaharui berarti setelah jangka waktu
dua belas bulan berakhir, harus telah memiliki izin baru.
Ayat (3a)
Yang dimaksud dengan "dibekukan" adalah tidak
diperbolehkannya melakukan kegiatan usaha di bidang cukai
sampai
dengan diterbitkannya keputusan pemberlakuan kembali atau
pencabutan izin, tanpa mengurangi kewajiban yang harus diselesaikan
kepada negara.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Untuk mendapatkan izin
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), perlu dipenuhi persyaratan yang
ditetapkan; apabila persyaratan yang ditetapkan tidak lagi dipenuhi,
izin dapat dicabut.
Huruf d
Izin untuk badan hukum atau orang pribadi yang berkedudukan di
luar Indonesia berdasarkan ketentuan yang diatur pada ayat (2)
hanya diberikan kepada badan hukum atau orang pribadi yang
berada
di Indonesia yang mewakilinya secara sah. Oleh karena itu,
apabila badan hukum atau orang pribadi yang berada di
Indonesia
tidak lagi mewakili secara sah badan hukum atau orang
pribadi yang berkedudukan di luar Indonesia, izin dapat
dicabut.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Pencabutan izin yang diatur dalam huruf ini merupakan sanksi
tambahan yang bersifat administratif.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (5a)
Cukup jelas.
Ayat (5b)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Barang kena cukai yang telah dilunasi cukainya dan berada
di tempat usaha importir barang kena cukai, penyalur, dan
pengusaha tempat penjualan eceran, yang izinnya telah dicabut,
harus dipindahkan ke tempat usaha importir barang kena cukai,
penyalur, atau pengusaha tempat penjualan eceran lainnya atau
dimusnahkan.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan "menjalankan kegiatan" adalah
segala perbuatan yang berindikasi ke arah menjalankan kegiatan
produksi, penyimpanan, impor, penyaluran, atau penjualan
barang
kena cukai.
Sanksi administrasi yang diatur pada ayat ini dikenakan
terhadap pelanggaran yang tidak mengakibatkan kerugian negara.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Angka 16
Cukup jelas.
Angka 17
Cukup jelas.
Angka 18
Pasal 16
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pembukuan" adalah suatu
proses pencatatan
yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi
yang meliputi dan mempengaruhi keadaan harta, utang, modal,
pendapatan, dan biaya yang secara khusus menggambarkan jumlah
harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang kemudian
diikhtisarkan dalam laporan keuangan.
Ayat (2)
Kewajiban melakukan pencatatan dimaksudkan untuk
memberi kemudahan
dalam memenuhi ketentuan undang-undang ini dengan tetap
menjamin
pengamanan hak-hak negara.
Yang dimaksud dengan "pencatatan" adalah proses
pengumpulan dan penulisan data secara teratur tentang:
Yang dimaksud dengan
pengusaha pabrik
skala kecil dan penyalur skala kecil adalah orang pribadi yang
tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana
dimaksud
dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "secara berkala" dapat berupa
harian, mingguan, bulanan, atau tahunan, yang disesuaikan
dengan
jenis barang kena cukai.
Misalnya:
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Angka 19
Pasal 16A
Ayat (1)
Pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem
yang lazim
dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan standar
akuntansi keuangan, kecuali peraturan perundang-undangan di
bidang
cukai menentukan lain. Hal tersebut dimaksudkan agar pembukuan
yang diselenggarakan dapat dipercaya dan diandalkan dalam
rangka pengawasan terhadap produksi barang kena cukai,
peredaran barang kena cukai, dan/atau nilai cukai yang
seharusnya
dibayar.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi
bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan
dengan kegiatan usaha serta surat yang berkaitan dengan
kegiatan
di bidang cukai termasuk hasil pengolahan data elektronik harus
disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia dengan maksud
apabila akan dilakukan audit cukai, masih tetap ada dan dapat
segera disediakan.
Dalam hal data yang disimpan berupa data elektronik wajib
dijaga keandalan sistem pengolahan data yang digunakan agar
data elektronik yang disimpan dapat dibuka, dibaca, atau
diambil
kembali suatu saat.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 16B
Cukup jelas.
Angka 20
Pasal 17
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "buku rekening barang kena cukai"
adalah buku
daftar yang berisi catatan tentang jumlah barang kena
cukai tertentu yaitu etil alkohol dan minuman yang mengandung
etil alkohol yang dibuat, dimasukkan, dikeluarkan serta
potongan, kekurangan, dan kelebihan hasil pencacahan dari
suatu
pabrik atau tempat penyimpanan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 21
Pasal 18
Cukup jelas.
Angka 22
Pasal 19
Yang dimaksud dengan "buku rekening kredit" adalah buku yang
berisi catatan tentang jumlah cukai yang diberikan penundaan
pembayaran atau mendapat kemudahan pembayaran secara berkala
serta
penyelesaiannya.
Angka 23
Pasal 20
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pencacahan" adalah kegiatan
untuk mengetahui
jumlah, jenis, mutu, dan keadaan barang kena cukai. Untuk
menghindari kemungkinan terjadinya manipulasi atau
pelarian cukai,
maka undang-undang ini memberikan wewenang kepada pejabat bea
dan
cukai untuk melakukan pencacahan terhadap barang kena cukai
tertentu seperti etil alkohol dan minuman yang mengandung etil
alkohol, baik yang berada di dalam pabrik maupun tempat
penyimpanan. Dalam pencacahan yang dilakukan kemungkinan akan
didapati kekurangan atau kelebihan barang kena cukai yang ada
berdasarkan buku rekening barang kena cukai sesuai dengan
sifat
atau karakteristik barang kena cukai tersebut. Pejabat bea dan cukai
yang melaksanakan pencacahan harus dilengkapi dengan surat
tugas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "menyediakan tenaga dan peralatan" adalah
menyediakan tenaga pekerja dan peralatan yang diperlukan
untuk membantu kegiatan pejabat bea dan cukai dalam
melakukan pencacahan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 24
Pasal 25
Ayat (1)
Barang kena cukai yang ditimbun dalam pabrik atau
tempat penyimpanan masih terutang cukai. Oleh karena itu,
terhadap pemasukan barang kena cukai ke tempat tersebut wajib
di
beritahukan kepada Kepala Kantor dan dilindungi dokumen cukai.
Demikian pula pada pengeluaran barang kena cukai dari
tempat tersebut baik yang belum dilunasi cukainya atau yang
mendapatkan pembebasan cukai maupun yang sudah dilunasi
cukainya
wajib diberitahukan kepada Kepala Kantor dan dilindungi
dokumen
cukai sebagai alat pengawasan atau sebagai bahan pencatatan
dalam buku rekening barang kena cukai sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (2).
Ayat (2)
Pada dasarnya untuk pemasukan atau pengeluaran barang
kena cukai
berlaku sistem pemberitahuan sendiri yang
memberikan kepercayaan
sepenuhnya kepada pengusaha sehingga tidak memerlukan
pengawasan
secara fisik oleh pejabat bea dan cukai.
Namun apabila ada dugaan bahwa pengusaha akan atau telah melakukan
penyimpangan yang mengakibatkan kerugian negara, demikian pula
terhadap barang kena cukai yang karena sifat
atau karakteristiknya
dapat menimbulkan dampak negatif terhadap ketertiban
masyarakat,
seperti minuman yang mengandung etil alkohol, pejabat bea dan
cukai dapat melakukan pengawasan atas pemasukan atau
pengeluaran
barang kena cukai ke atau dari pabrik atau tempat penyimpanan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (4a)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Angka 25
Pasal 26
Ayat (1)
Pada dasarnya undang-undang ini menetapkan bahwa
pemasukan, pengeluaran, atau pengangkutan barang kena cukai
yang
belum dilunasi cukainya ke atau dari pabrik atau tempat
penyimpanan harus dilindungi dokumen cukai.
Namun dalam keadaan darurat, seperti kebakaran, banjir
atau bencana alam lainnya, maka untuk menyelamatkan barang
kena cukai tersebut dapat dilakukan pemindahan tanpa dokumen
cukai yang ditentukan.
Ayat (2)
Atas pemindahan barang kena cukai sebagaimana dimaksud
pada ayat
(1), pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan dalam
jangka waktu yang ditetapkan harus melaporkannya kepada Kepala
Kantor setempat serta wajib menaati petunjuk Kepala
Kantor yang
bersangkutan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Angka 26
Pasal 27
Ayat (1)
Untuk mencegah pelarian cukai dan penyalahgunaan
pemakaian barang
kena cukai, pengangkutan barang kena cukai, baik dalam keadaan telah
dikemas dalam kemasan untuk penjualan eceran maupun dalam
keadaan
curah atau dikemas dalam kemasan bukan untuk penjualan eceran,
yang belum dilunasi cukainya harus dilindungi dengan dokumen
cukai.
Ayat (2)
Dengan mempertimbangkan sifat kerawanan dari barang kena
cukai tertentu seperti etil alkohol dan minuman yang
mengandung
etil alkohol, walaupun sudah dibayar cukainya, pengangkutannya
harus dilindungi dengan dokumen cukai.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Angka 27
Pasal 29
Ayat (1)
Barang kena cukai yang pelunasan cukainya dengan cara
pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai
lainnya
harus dikemas untuk penjualan eceran sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang cukai dalam rangka
pengawasan dan pengamanan penerimaan negara.
Yang dimaksud dengan "pita cukai atau tanda pelunasan
cukai lainnya yang diwajibkan" adalah pita cukai yang
dilekatkan
atau tanda pelunasan cukai lainnya yang dibubuhkan pada
kemasan tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang cukai.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (2a)
Pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat ini,
misalnya pengusaha
pabrik melekatkan pita cukai hasil tembakau sigaret kretek
tangan
pada hasil tembakau sigaret kretek mesin, tetapi pita cukai
tersebut benar-benar milik atau haknya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 28
Pasal 31
Cukup jelas.
Angka 29
Pasal 32
Cukup jelas.
Angka 30
Pasal 33
Ayat (1)
Huruf a
Tindakan berupa penghentian, pemeriksaan, penegahan, dan
penyegelan dilakukan dalam lingkup kewenangan administratif.
Huruf b
Tindakan berupa tidak melayani pemesanan pita cukai atau tanda
pelunasan cukai lainnya dilakukan dalam lingkup kewenangan
administratif.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "menegah barang kena cukai" adalah
melakukan
tindakan administratif untuk menunda pengeluaran, pemuatan,
dan
pengangkutan barang kena cukai.
Yang dimaksud dengan "menegah sarana pengangkut" adalah
melakukan
tindakan administratif untuk mencegah keberangkatan sarana
pengangkut, kecuali sarana pengangkut umum.
Ayat (2)
Mengingat besarnya bahaya penggunaan senjata api bagi
keamanan dan
keselamatan orang, maka penggunaannya sangat dibatasi. Oleh
karena
itu, jenis dan syarat untuk dapat digunakannya senjata api
akan
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah
dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 31
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Semua instansi pemerintah, baik sipil maupun militer bila
diminta, berkewajiban memberi bantuan dan perlindungan
atau memerintahkan untuk melindungi pejabat bea dan cukai
dalam segala hal yang berkaitan dengan pekerjaannya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Angka 32
Cukup jelas.
Angka 33
Pasal 35
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Pemeriksaan dilakukan mengingat pada waktu
dilakukan pemeriksaan
kemungkinan barang kena cukai oleh yang bersangkutan telah
dipindahkan ke bangunan atau ke tempat lain yang mempunyai
hubungan langsung atau tidak langsung dengan pabrik, tempat
penyimpanan, atau tempat lain yang sedang dilakukan
pemeriksaan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "sediaan barang" adalah sediaan
barang kena cukai, pita cukai, dan tanda pelunasan cukai
lainnya.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Angka 34
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (1a)
Yang dimaksud dengan "yang mewakili" adalah karyawan
atau bawahan
atau pihak lain yang bertanggung jawab oleh pengusaha pabrik,
pengusaha tempat penyimpanan, penyalur, pengusaha tempat
penjualan
eceran, atau pengguna barang kena cukai yang mendapatkan
fasilitas
pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, yang
terhadapnya dilakukan pemeriksaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Angka 35
Pasal 37
Ayat (1)
Penghentian dan pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat bea
dan cukai terhadap sarana pengangkut bertujuan untuk menjamin
hak-hak negara dan dipatuhinya peraturan perundang-undangan
yang pelaksanaannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai.
Dengan demikian penghentian dan pemeriksaan sarana
pengangkut serta barang kena cukai hanya dilakukan secara
selektif
didasarkan informasi adanya barang kena cukai yang belum
memenuhi persyaratan administrasi yang diwajibkan berdasarkan
undang-undang ini.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "dokumen cukai dan dokumen
pelengkap cukai"
adalah semua dokumen yang disyaratkan
berdasarkan undang-undang
ini untuk melindungi pengangkutan barang kena cukai.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Angka 36
Pasal 39
Ayat (1)
Audit cukai dimaksudkan untuk menilai kepatuhan pengusaha pabrik,
pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena
cukai, penyalur, dan pengguna barang kena cukai yang
mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud
dalam
Pasal 9, terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang
cukai.
Ayat (1a)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "pihak lain yang terkait"
adalah pihak-pihak
yang mempunyai hubungan atau kaitan dengan transaksi yang
dilakukan oleh pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan,
importir barang kena cukai, penyalur, atau pengguna barang kena cukai
yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 9.
Misalnya, pembeli, penjual, bank, serta pihak lain
yang diyakini
dapat memberikan keterangan sehubungan dengan transaksi
tersebut.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "tindakan pengamanan" adalah tindakan
penyegelan yang dilakukan untuk menjamin laporan keuangan,
buku,
catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan
dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk
data
elektronik serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di
bidang
cukai, dan barang yang penting agar tidak dihilangkan, tidak
berubah atau tidak berpindah tempat/ruangan sampai pemeriksaan
dapat dilanjutkan dan/atau dilakukan tindakan lain yang
dibenarkan
oleh ketentuan dalam peraturan perundang-undangan di bidang
cukai
dengan tetap mempertimbangkan kelangsungan kegiatan usaha.
Ayat (1b)
Cukup jelas.
Ayat (1c)
Dalam hal pengusaha pabrik, pengusaha tempat
penyimpanan, importir
barang kena cukai, penyalur, atau pengguna barang kena cukai
yang
mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud
dalam
Pasal 9, berupa badan hukum, maka yang dimaksud dengan "tidak
berada di tempat atau berhalangan" adalah pimpinan dari badan
hukum tersebut tidak berada di tempat atau berhalangan.
Yang dimaksud dengan "yang mewakili" adalah karyawan
atau bawahan
yang bertanggung jawab atau pihak lain yang ditunjuk
oleh pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir
barang kena cukai, penyalur, atau pengguna barang kena cukai
yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9, yang terhadapnya dilakukan audit cukai.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 37
Pasal 40
Wewenang pejabat bea dan cukai dimaksudkan untuk lebih
menjamin pengawasan yang lebih baik dalam rangka pengamanan
keuangan negara.
Angka 38
Pasal 40A
Ayat (1)
Huruf a
Pembetulan surat tagihan atau surat keputusan
keberatan menurut
ketentuan ini dilaksanakan untuk menjalankan pemerintahan yang
baik sehingga apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan
manusiawi
dalam suatu penetapan perlu dibetulkan sebagaimana mestinya.
Istilah membetulkan dapat berarti menambah, mengurangi, atau
menghapus sesuai dengan sifat kesalahan dan kekeliruannya.
Direktur Jenderal karena jabatannya dapat membetulkan atau
membatalkan surat tagihan yang tidak benar, misalnya tidak
memenuhi persyaratan formal meskipun persyaratan materialnya
telah
terpenuhi.
Huruf b
Direktur Jenderal dapat mengurangi atau menghapus
sanksi administrasi berupa denda apabila orang yang
dikenai sanksi ternyata hanya melakukan kekhilafan,
bukan kesalahan yang disengaja, atau kesalahan dimaksud
terjadi akibat perbuatan orang lain yang tidak
mempunyai hubungan usaha dengannya serta tanpa sepengetahuan
dan persetujuannya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Angka 39
Cukup jelas.
Angka 40
Cukup jelas.
Angka 41
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam hal batas waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut dilewati,
hak yang bersangkutan untuk mengajukan keberatan menjadi gugur.
Jaminan dapat berbentuk uang tunai, jaminan bank, atau
jaminan dari perusahaan asuransi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Keputusan Direktur Jenderal atas pengajuan keberatan dapat
berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian sehingga besarnya
jaminan yang dikembalikan sesuai dengan keputusan.
Ayat (6)
Dalam pemberian bunga, apabila jangka waktunya kurang dari 1 (satu)
bulan, dihitung 1 (satu) bulan penuh. Misalnya, 7 (tujuh)
hari dihitung 1 (satu) bulan penuh; 1 (satu) bulan 7 (tujuh)
hari
dihitung 2 (dua) bulan penuh.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Angka 42
Cukup jelas.
Angka 43
Cukup jelas.
Angka 44
Pasal 43A
Cukup jelas.
Pasal 43B
Cukup jelas.
Pasal 43C
Cukup jelas.
Angka 45
Cukup jelas.
Angka 46
Cukup jelas.
Angka 47
Pasal 50
Cukup jelas.
Angka 48
Cukup jelas.
Angka 49
Pasal 52
Cukup jelas.
Angka 50
Pasal 53
Cukup jelas.
Angka 51
Pasal 54
Cukup jelas.
Angka 52
Pasal 55
Cukup jelas.
Angka 53
Pasal 56
Cukup jelas.
Angka 54
Pasal 57
Cukup jelas.
Angka 55
Pasal 58
Cukup jelas.
Angka 56
Pasal 58A
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "mengakses" adalah tindakan atau upaya
yang dilakukan untuk login ke sistem cukai.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Angka 57
Pasal 62
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "barang-barang lain" adalah barang-barang
yang berkaitan langsung dengan barang kena cukai, seperti
sarana pengangkut yang digunakan untuk mengangkut barang kena
cukai, peralatan atau mesin yang digunakan untuk membuat
barang
kena cukai.
Barang-barang lain yang tersangkut tindak pidana
berdasarkan ketentuan undang-undang ini dapat dirampas untuk
negara adalah sebagai penegasan bahwa tindak pidana di bidang
cukai mempunyai sifat khusus sehingga memerlukan perlakuan
tersendiri terhadap barang-barang lain yang tersangkut tindak
pidana dimaksud.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 58
Pasal 64A
Cukup jelas.
Pasal 64B
Cukup jelas.
Pasal 64C
Cukup jelas.
Pasal 64D
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "berjasa" yaitu berjasa dalam menangani:
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 64E
Cukup jelas.
Angka 59
Pasal 65
Cukup jelas.
Angka 60
Pasal 66
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan
"pelanggar yang
tidak dikenal" adalah orang yang melanggar ketentuan peraturan
perundang-undangan cukai, baik ketentuan administrasi maupun
ketentuan pidana, yang tidak diketahui.
Dalam keadaan demikian, terhadap barang kena cukai dan barang
lain yang tersangkut dalam pelanggaran tersebut dikuasai
negara
dan berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai
dan dalam jangka waktu empat belas hari sejak dikuasai negara
dinyatakan menjadi milik negara apabila pemiliknya tetap tidak
diketahui.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 61
Pasal 66A
Ayat (1)
Cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia dibagihasilkan
kepada daerah karena barang kena cukai berupa hasil tembakau
memiliki sifat atau karakteristik yang konsumsinya perlu
dikendalikan dan diawasi serta memberikan dampak negatif bagi
masyarakat dan mengoptimalkan upaya penerimaan negara dari
cukai.
Pengendalian dan pengawasan tersebut dilakukan oleh
pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Dana bagi hasil cukai merupakan bagian kapasitas fiskal
yang perhitungannya disesuaikan dengan formula Dana Alokasi
Umum
(DAU) yang setiap tahun ditetapkan dalam pembahasan RAPBN.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pembagian, pengelolaan, dan penggunaan pembagian dana bagi
hasil cukai hasil tembakau kepada kabupaten/kota penyumbang
cukai
hasil tembakau dan dihitung berdasarkan kontribusi penerimaan
cukai hasil tembakaunya.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 66B
Cukup jelas.
Pasal 66C
Cukup jelas.
Pasal 66D
Cukup jelas.
Pasal II
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4755