PERATURAN MENTERI
KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 202/PMK.04/2008
TENTANG
TATA CARA PEMBERIAN, PEMBEKUAN, DAN PENCABUTAN
NOMOR POKOK PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI UNTUK
PENGUSAHA PABRIK, PENGUSAHA TEMPAT PENYIMPANAN, IMPORTIR,
DAN PENGUSAHA TEMPAT PENJUALAN ECERAN ETIL ALKOHOL
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
- bahwa untuk menjalankan kegiatan sebagai pengusaha pabrik,
pengusaha
tempat penyimpanan, importir dan pengusaha tempat penjualan eceran,
diwajibkan untuk memiliki Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena
Cukai;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan
dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor
72 Tahun 2008 tentang Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemberian,
Pembekuan, dan Pencabutan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai untuk
Pengusaha pabrik, Pengusaha Tempat penyimpanan, Importir, dan Pengusaha
Tempat penjualan Eceran Etil
Alkohol;
Mengingat :
-
Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik
Indonesia
Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4755);
- Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2008 tentang Nomor
Pokok Pengusaha
Barang Kena Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4917);
- Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun
2005;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBERIAN,
PEMBEKUAN, DAN PENCABUTAN NOMOR POKOK PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI UNTUK
PENGUSAHA PABRIK, PENGUSAHA TEMPAT PENYIMPANAN, IMPORTIR, DAN PENGUSAHA
TEMPAT PENJUALAN ECERAN ETIL ALKOHOL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud
dengan:
- Undang-Undang Cukai adalah Undang-Undang Nomor
11 Tahun 1995 tentang
Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
39 Tahun
2007.
- Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai bagi pengusaha
pabrik,
pengusaha tempat penyimpanan, importir, dan pengusaha tempat penjualan
eceran etil alkohol yang selanjutnya disingkat NPPBKC adalah izin untuk
menjalankan kegiatan sebagai pengusaha pabrik, pengusaha tempat
penyimpanan, importir, dan pengusaha tempat penjualan eceran etil
alkohol.
- Orang adalah orang pribadi atau badan
hukum.
- Etil alkohol yang selanjutnya disingkat EA adalah barang
cair, jernih,
dan tidak berwarna, merupakan senyawa organik dengan rumus kimia
C2H5OH, yang diperoleh baik secara peragian dan/atau penyulingan maupun
secara sintesa
kimiawi.
- Pabrik EA yang selanjutnya disebut pabrik adalah tempat
tertentu
termasuk bangunan, halaman, dan lapangan yang merupakan bagian
daripadanya, yang dipergunakan untuk menghasilkan dan/atau untuk
mengemas etil alkohol dalam kemasan untuk penjualan
eceran.
- Proses produksi terpadu adalah suatu rangkaian proses
produksi mulai
dari pembuatan EA sebagai bahan baku sampai dengan pembuatan barang
hasil akhir yang bukan barang kena cukai yang dilakukan dalam pabrik
EA.
- Pengusaha pabrik EA yang selanjutnya disebut pengusaha
pabrik adalah
orang yang mengusahakan pabrik barang kena cukai berupa
EA.
- Tempat penyimpanan EA adalah tempat, bangunan, dan/ atau
lapangan yang
bukan merupakan bagian dari pabrik, yang dipergunakan untuk menyimpan
barang kena cukai berupa EA yang masih terutang cukai dengan tujuan
untuk disalurkan, dijual, atau
diekspor.
- Pengusaha tempat penyimpanan adalah orang yang mengusahakan
tempat
penyimpanan.
- Tempat usaha importir EA yang selanjutnya disebut tempat
usaha importir
adalah tempat, bangunan, halaman, dan/ atau lapangan yang dipergunakan
untuk kegiatan usaha dan/ atau untuk menimbun barang kena cukai berupa
EA asal impor yang sudah dilunasi
cukainya.
- Importir EA yang selanjutnya disebut importir adalah orang
yang
memasukkan barang kena cukai berupa EA ke dalam daerah
pabean.
- Tempat penjualan eceran EA yang selanjutnya disebut TPE
adalah tempat
untuk menjual secara eceran barang kena cukai berupa EA kepada konsumen
akhir.
- Pengusaha TPE EA yang selanjutnya disebut pengusaha TPE
adalah orang
yang mengusahakan
TPE.
- Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya
disebut
kantor adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor
Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di lingkungan Direktorat
Jenderal Bea dan
Cukai.
- Direktur jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan
Cukai.
- Pejabat bea dan cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai
yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu
berdasarkan Undang-Undang
Cukai.
Pasal
2
(1) |
Setiap
orang yang akan menjalankan kegiatan sebagai pengusaha pabrik,
pengusaha tempat penyimpanan, importir, atau pengusaha TPE, wajib
memiliki
NPPBKC. |
(2) |
Dikecualikan
dari kewajiban memiliki NPPBKC sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan
kepada:
- orang yang mengimpor EA yang mendapatkan fasilitas
pembebasan cukai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d,
huruf e, dan huruf f Undang-Undang Cukai;
atau
- pengusaha TPE yang jumlah penjualannya paling banyak
30 (tiga puluh)
liter setiap
hari.
|
BAB II
PEMBERIAN
NPPBKC
Pasal
3
(1) |
Sebelum
mengajukan permohonan memiliki NPPBKC, pengusaha pabrik,
pengusaha tempat penyimpanan, importir, atau pengusaha TPE terlebih
dahulu harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada kepada kantor
yang mengawasi untuk dilakukan pemeriksaan lokasi, bangunan, atau
tempat
usaha. |
(2) |
Permohonan
pemeriksaan lokasi, bangunan, atau tempat usaha, paling
sedikit harus dilampiri
dengan:
- salinan/fotokopi izin usaha industri atau tanda
daftar industri,
kecuali untuk pengusaha
TPE;
- gambar denah lokasi, bangunan, atau tempat
usaha;
- salinan/fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB);
dan
- salinan/fotokopi izin yang diterbitkan oleh
pemerintah daerah setempat
berdasarkan undang-undang mengenai
gangguan.
|
(3) |
Lokasi,
bangunan, atau tempat usaha harus memenuhi ketentuan sebagai
berikut:
- untuk
pabrik:
- tidak berhubungan langsung dengan bangunan,
halaman, atau tempat-tempat
lain yang bukan bagian pabrik yang dimintakan
izin;
- tidak berhubungan langsung dengan rumah
tinggal;
- berbatasan langsung dan dapat dimasuki dari jalan
umum, kecuali yang
lokasinya dalam kawasan
industri;
- memiliki luas bangunan paling sedikit 5.000 (lima
ribu) meter
persegi;
- memiliki ruang laboratorium dan
peralatannya;
- memiliki bangunan, ruangan, dan tempat yang dipakai
untuk membuat
EA;
- memiliki bangunan, ruangan, tempat, dan bak atau
tangki atau wadah
lainnya yang digunakan untuk menampung EA yang selesai
dibuat;
- memiliki bangunan, ruangan, tempat, pekarangan, dan
tangki atau wadah
lainnya untuk menyimpan bahan baku atau bahan
penolong;
- memiliki bangunan, ruangan, tempat, pekarangan, dan
tangki atau wadah
lainnya untuk menyimpan hasil akhir yang bukan barang kena cukai dalam
hal pabrik dengan proses produksi
terpadu;
- memiliki bangunan, ruangan, tempat, pekarangan, dan
tangki atau wadah
lainnya untuk menampung EA yang telah dirusak sehingga tidak baik untuk
diminum (spiritus
bakar);
- memiliki bangunan, ruangan, tempat, pekarangan, dan
tangki atau wadah
lainnya untuk menampung produk
sampingan;
- memiliki peralatan pemadam kebakaran yang
memadai;
- memiliki ruangan yang memadai bagi pejabat bea dan
cukai dalam
melakukan pekerjaan atau pengawasan; dan
.
- memiliki pagar dan/atau dinding keliling dari
tembok, dengan ketinggian
paling rendah 2 (dua) meter yang merupakan batas pemisah yang jelas,
kecuali sisi bagian depan disesuaikan dengan aturan pemerintah daerah
setempat.
- untuk tempat
penyimpanan:
- tidak berhubungan langsung dengan bangunan,
halaman, atau tempat-tempat
lain yang bukan bagian tempat penyimpanan yang dimintakan
izin;
- dilarang berhubungan langsung dengan rumah
tinggal;
- berbatasan langsung dan dapat dimasuki dari jalan
umum, kecuali yang
lokasinya dalam kawasan
industri;
- memiliki tempat penimbunan permanen berupa tangki
dengan kapasitas
keseluruhan paling sedikit 200.000 (dua ratus ribu) liter EA dilengkapi
dengan fasilitas penunjang berupa pompa, alai ukur volume dan suhu, dan
tabel volume yang disahkan oleh dings
metrologi;.
- memiliki luas lokasi paling sedikit 5.000 (lima
ribu) meter
persegi;
- memiliki pagar dan/atau dinding keliling dari
tembok, .dengan
ketinggian paling rendah 2 (dua) meter yang merupakan batas pemisah
yang jelas, kecuali diatur lain oleh pemerintah
daerah;
- memiliki ruang laboratorium dan
peralatannya;
- memiliki aset milik sendiri untuk menjalankan usaha
tempat penyimpanan
yang meliputi gudang dan tangki tempat penimbunan permanen EA yang
masih terutang
cukai;
- memiliki bangunan, ruangan, tempat, pekarangan, dan
tangki atau wadah
lainnya untuk menampung EA yang telah
dicampur;
- memiliki peralatan pemadam kebakaran yang
memadai;
- memiliki ruangan yang memadai bagi pejabat bea dan
cukai dalam
melakukan pekerjaan atau pengawasan;
dan
- memiliki gudang permanen untuk menyimpan
EA.
- untuk tempat usaha importir yang berfungsi sebagai
tempat menimbun
EA:
- tidak menggunakan tempat penimbunan EA yang
berhubungan langsung dengan
bangunan, halaman, atau tempat-tempat lain yang bukan bagian tempat
usaha importir yang dimintakan
izin;
- memiliki jarak lebih dari 100 (seratus) meter
dengan tempat ibadah
umum, sekolah, atau rumah
sakit;
- berbatasan langsung dan dapat dimasuki dari jalan
umum, kecuali yang
berada di kawasan
perdagangan;
- memiliki persil, bangunan, ruangan, tempat, dan
pekarangan yang
termasuk bagian dari tempat usaha
importir;
- memiliki bangunan, ruangan, dan tempat yang
digunakan untuk menimbun EA
yang diimpor;
dan
- memiliki pagar dan/atau dinding keliling dari
tembok, dengan ketinggian
paling rendah 2 (dua) meter yang merupakan batas pemisah yang jelas,
kecuali sisi bagian depan disesuaikan dengan aturan pemerintah daerah
setempat.
- untuk
TPE:
- dilarang berhubungan langsung dengan bangunan,
halaman, atau
tempat-tempat lain yang bukan bagian dari TPE yang dimintakan izin,
kecuali yang berada di kawasan industri atau kawasan
perdagangan;
- berbatasan langsung dan dapat dimasuki dari jalan
umum, kecuali yang
berada di kawasan industri atau kawasan perdagangan;
dan
- memiliki bangunan, ruangan, dan tempat yang
digunakan untuk menimbun
EA.
|
(4) |
Atas
permohonan yang diajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2), dilakukan wawancara terhadap pemohon dalam rangka memeriksa
kebenaran:
- data pemohon sebagai penanggung jawab;
dan
- data dalam lampiran
permohonan.
|
(5) |
Atas
wawancara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuatkan Berita
Acara Wawancara oleh pejabat bea dan
cukai. |
(6) |
Setelah
dilakukan wawancara sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pejabat
bea dan cukai melakukan pemeriksaan lokasi, bangunan, atau tempat
usaha. |
(7) |
Atas
hasil pemeriksaan lokasi, bangunan, atau tempat usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (6), pejabat bea dan cukai membuat Berita Acara
Pemeriksaan yang disertai gambar denah lokasi, bangunan, atau tempat
usaha dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak surat permohonan
diterima. |
(8) |
Berita
Acara Pemeriksaan dan gambar denah sebagaimana dimaksud pada
ayat (7) harus memuat secara
rinci:
- persil, bangunan, ruangan, tempat, dan pekarangan
yang termasuk bagian
dari pabrik, tempat penyimpanan, tempat usaha importir, dan
TPE;
- batas-batas pabrik, tempat penyimpanan, tempat usaha
importir, dan TPE;
dan
- luas pabrik, tempat penyimpanan, tempat usaha
importir, dan
TPE.
|
(9) |
Berita
Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) digunakan
sebagai persyaratan untuk memperoleh NPPBKC dalam jangka waktu 3 (tiga)
bulan sejak tanggal Berita Acara
Pemeriksaan. |
Pasal
4
Setelah dilakukan pemeriksaan lokasi, bangunan, atau tempat usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, pengusaha pabrik, pengusaha tempat
penyimpanan, importir, atau pengusaha TPE harus mengajukan permohonan
secara tertulis kepada Menteri Keuangan u.p. kepala kantor yang
mengawasi sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam. Lampiran I
Peraturan Menteri Keuangan
ini.
Pasal
5
(1) |
Pengusaha
Pabrik yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 harus
memiliki:
- IMB dari pemerintah daerah
setempat;
- izin yang diterbitkan oleh pemerintah daerah setempat
berdasarkan
undang-undang mengenai
gangguan;
- izin usaha industri dari instansi yang tugas dan
tanggung jawabnya di
bidang
perindustrian;
- izin usaha perdagangan dari instansi yang tugas dan
tanggung jawabnya di bidang perdagangan;
- izin atau rekomendasi dari instansi yang tugas dan
tanggung jawabnya di bidang kesehatan;
- izin atau rekomendasi dari instansi yang tugas dan
tanggung jawabnya di bidang tenaga kerja;
- Nomor Pokok Wajib Pajak;
- Surat Keterangan Catatan Kepolisian dari Kepolisian
Republik Indonesia, apabila pemohon merupakan orang pribadi;
- kartu tanda pengenal diri, apabila pemohon merupakan
orang pribadi; dan
- akta pendirian usaha, apabila pemohon merupakan Badan
Hukum.
|
(2) |
Pengusaha
tempat penyimpanan yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 harus memiliki :
- IMB dari pemerintah daerah setempat;
- izin yang diterbitkan oleh pemerintah daerah setempat
berdasarkan
undang-undang mengenai
gangguan;
- izin usaha perdagangan dari instansi yang tugas dan
tanggung jawabnya di bidang perdagangan;
- Nomor Pokok Wajib Pajak;
- Surat Keterangan Catatan Kepolisian dari Kepolisian
Republik Indonesia, apabila pemohon merupakan orang pribadi;
- kartu tanda pengenal diri, apabila pemohon merupakan
orang pribadi; dan
- akta pendirian usaha, apabila pemohon merupakan Badan
Hukum.
|
(3) |
Importir
yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus
memiliki :
- izin sebagai importir dari instansi yang tugas dan
tanggung jawabnya di bidang perdagangan;
- Nomor Pokok Wajib Pajak;
- akta pendirian usaha, apabila pemohon merupakan Badan
Hukum; dan
- Nomor Identitas Kepabeanan.
|
(4) |
Pengusaha
TPE yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal. 4 harus
memiliki:
- IMB dari pemerintah daerah
setempat;
- izin yang diterbitkan oleh pemerintah daerah setempat
berdasarkan
undang-undang mengenai
gangguan;
- izin usaha perdagangan dari instansi yang tugas dan
tanggung jawabnya
di bidang
perdagangan;
- izin atau rekomendasi dari instansi yang tugas dan
tanggung jawabnya di
bidang tenaga
kerja;
- Nomor Pokok Wajib
Pajak;
- Surat Keterangan Catatan Kepolisian dari Kepolisian
Republik Indonesia,
apabila pemohon merupakan orang
pribadi;
- kartu tanda pengenal diri, apabila pemohon
merupakan orang pribadi;
dan
- akta pendirian usaha, apabila pemohon merupakan
Badan
Hukum.
|
(5) |
Dalam
hal pengusaha pabrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha
tempat penyimpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), atau pengusaha
TPE sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bukan pemilik bangunan, selain
harus melampirkan IMB juga harus disertai dengan Surat perjanjian
sewa-menyewa yang disahkan notaris untuk jangka waktu paling singkat 5
(lima)
tahun. |
Pasal
6
(1) |
Permohonan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus dilampiri
dengan:
- Berita Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat
(7);
- salinan atau fotokopi surat atau izin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 yang telah disahkan oleh pejabat yang
berwenang;
- Surat pernyataan bermeterai cukup bahwa pemohon
tidak keberatan untuk dibekukan atau dicabut NPPBKC yang telah
diberikan dalam hal nama pabrik, tempat penyimpanan, importir, atau TPE
yang bersangkutan memiliki kesamaan nama, baik tulisan maupun
pengucapannya dengan nama pabrik, tempat penyimpanan, importir, atau
TPE lain yang telah mendapatkan
NPPBKC.
|
Pasal
7
(1) |
Kepala
kantor atas nama Menteri Keuangan mengabulkan atau menolak permohonan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dalam jangka waktu 30 (tiga puluh)
hari sejak permohonan diterima secara
lengkap. |
(2) |
Dalam
hal permohonan dikabulkan, kepala kantor atas nama Menteri Keuangan
menerbitkan keputusan pemberian NPPBKC sesuai contoh format sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran 11 Peraturan Menteri Keuangan
ini. |
(3) |
Dalam
hal permohonan ditolak, kepala kantor atas nama Menteri Keuangan
memberikan Surat penolakan dengan menyebutkan alasan
penolakan. |
(4) |
Keputusan
pemberian NPPBKC sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau
Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada
pemohon. |
Pasal
8
Dalam hal nama pabrik,
tempat penyimpanan, importir, atau TPE yang diajukan memiliki kesamaan
nama, baik tulisan maupun pengucapannya dengan nama pabrik, tempat
penyimpanan, importir, atau TPE lain yang telah mendapatkan NPPBKC,
permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ditolak.
Pasal
9
(1) |
NPPBKC
untuk pengusaha pabrik atau importir berlaku selama masih menjalankan
usaha. |
(2) |
NPPBKC
untuk pengusaha tempat penyimpanan atau pengusaha TPE berlaku selama 5
(lima) tahun sejak diterbitkannya keputusan pemberian NPPBKC dan dapat
diperpanjang untuk jangka waktu yang
sama. |
Pasal
10
(1) |
Pengusaha
pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, atau importir yang
mendapatkan NPPBKC harus memasang papan nama yang memuat paling sedikit
nama perusahaan, alamat, dan NPPBKC dengan ukuran lebar paling kecil 60
cm dan panjang paling kecil
120cm. |
(2) |
Pengusaha
TPE yang mendapatkan NPPBKC harus memasang tanda berupa
stiker yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada
bagian depan bangunan yang dapat dibaca dan tampak
jelas. |
Pasal
11
Dalam rangka penyusunan
database Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, pengusaha pabrik, pengusaha
tempat penyimpanan, importir, atau pengusaha TPE yang mendapatkan
NPPBKC harus mengisi formulir isian registrasi
cukai.
BAB
III
Pasal
12
(1) |
NPPBKC
dapat dibekukan dalam
hal:
- adanya bukti permulaan yang cukup bahwa pemegang
NPPBKC melakukan pelanggaran pidana di bidang
cukai;
- adanya bukti yang cukup sehingga persyaratan
NPPBKC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Cukai
serta Pasal 3 ayat (3) dan Pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan ini tidak
lagi dipenuhi, termasuk memiliki kesamaan nama, baik tulisan maupun
pengucapannya dengan nama pabrik, tempat penyimpanan, importir, atau
TPE lain yang telah mendapatkan NPPBKC;
atau
- pemegang NPPBKC berada dalam pengawasan kurator
sehubungan dengan
utangnya.
|
(2) |
Bukti
permulaan yang cukup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa
keterangan dan/atau data yang didapat dari paling sedikit dua unsur,
dari:
- Laporan
Kejadian;
- Berita Acara
Wawancara;
- laporan hasil
penyelidikan;
- keterangan saksi/ahli;
atau
- barang
bukti.
|
(3) |
Bukti
yang cukup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
berupa:
- Surat Bukti Penindakan yang dibuat oleh pejabat
bea dan cukai sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang
cukai,
atau
- bukti temuan berupa persyaratan administrasi yang
tidak dipenuhi
lagi.
|
Pasal
13
Terhadap pembekuan NPPBKC
berlaku ketentuan sebagai
berikut:
- dalam
hal adanya bukti permulaan yang cukup bahwa pemegang NPPBKC melakukan
pelanggaran pidana di bidang cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
ayat (1) huruf a, NPPBKC dibekukan sampai dengan adanya putusan hakim
yang telah memiliki kekuatan hukum tetap terhadap pelanggaran pidana di
bidang cukai atau paling lama 60 (enam puluh) hari sejak pembekuan
apabila tidak ditemukan adanya pelanggaran pidana di bidang
cukai;
- dalam
hal adanya bukti yang cukup sehingga persyaratan perizinan tidak lagi
dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b, NPPBKC
dibekukan paling lama 1 (satu) tahun sejak pembekuan atau sampai dengan
dipenuhi kembali persyaratan perizinan dalam jangka waktu kurang dari 1
(satu) tahun;
atau
- dalam
hal pemegang NPPBKC berada dalam pengawasan kurator sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf c, NPPBKC dibekukan sampai
dengan adanya putusan hakim yang memiliki kekuatan hukum tetap
sehubungan dengan
kepailitan.
Pasal
14
Dalam hal NPPBKC dibekukan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), pengusaha pabrik,
pengusaha tempat penyimpanan, importir, atau pengusaha TPE dilarang
menjalankan kegiatan usaha di bidang cukai sampai dengan diterbitkan
keputusan pemberlakuan kembali terhadap NPPBKC yang dibekukan, tanpa
mengurangi kewajiban yang harus diselesaikan kepada negara sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang
Cukai.
Pasal
15
(1) |
Pembekuan
NPPBKC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dilakukan
dengan menerbitkan keputusan pembekuan NPPBKC oleh kepada kantor atas
nama Menteri Keuangan sesuai dengan contoh format sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Menteri Keuangan
ini.
|
(2) |
Keputusan
pembekuan NPPBKC sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada pemegang
NPPBKC. |
Pasal
16
(1) |
Keputusan
pembekuan NPPBKC ditindaklanjuti dengan keputusan
pemberlakuan kembali NPPBKC dalam
hal:
- tidak cukup bukti permulaan untuk dilakukan
penyidikan atau adanya putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap terhadap pelanggaran pidana di bidang cukai, yang
menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak
bersalah;
- persyaratan untuk memiliki NPPBKC telah dipenuhi
kembali;
atau
- adanya putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap, yang menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak
pailit.
|
(2) |
Dalam
hal putusan hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf
c menyatakan bahwa pemegang NPPBKC bersalah atau pailit, maka keputusan
pembekuan NPPBKC ditindaklanjuti dengan keputusan pencabutan
NPPBKC. |
(3) |
Keputusan
pemberlakuan kembali NPPBKC sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a dan huruf , c tidak mengurangi kewenangan pejabat bea dan
cukai untuk mencabut NPPBKC sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (4)
Undang-Undang
Cukai. |
(4) |
Keputusan
pemberlakuan kembali NPPBKC sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diterbitkan oleh kepala kantor atas nama Menteri Keuangan sesuai
dengan contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Peraturan
Menteri Keuangan
ini.
|
(5) |
Keputusan
pemberlakuan kembali NPPBKC sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) disampaikan kepada pemegang
NPPBKC. |
BAB
IV
PENCABUTAN NPPBKC DAN
PEMUSNAHAN BARANG
KENA CUKAI BERUPA EA SEHUBUNGAN DENGAN
PENCABUTAN
NPPBKC
Pasal
17
(1) |
NPPBKC
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku kecuali untuk pemenuhan hak-hak
keuangan negara, dalam
hal:
- atas permohonan pemegang
NPPBKC;
- pemegang NPPBKC tidak menjalankan kegiatan di
bidang cukai selama 1 (satu)
tahun;
- persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
ayat (2) huruf a Undang-Undang Cukai serta Pasal 3 ayat (3) dan Pasal 6
Peraturan Menteri Keuangan ini tidak lagi
dipenuhi;
- pemegang NPPBKC tidak lagi secara sah mewakili
badan hukum atau orang pribadi yang berkedudukan di luar
Indonesia;
- pemegang NPPBKC dinyatakan
pailit;
- tidak dipenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang
Cukai;
- pemegang NPPBKC dipidana berdasarkan keputusan
hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melanggar
ketentuan Undang-Undang
Cukai;
- pemegang NPPBKC melanggar ketentuan Pasal. 30
Undang-Undang Cukai;
atau
- NPPBKC dipindahtangankan, dikuasakan, dan/atau
dikerjasamakan dengan orang lain/pihak lain tanpa persetujuan Menteri
Keuangan.
|
(2) |
Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku
dalam
hal:
- pemegang NPPBKC melakukan renovasi;
atau
- pemegang NPPBKC mengalami bencana alam atau
keadaan lain yang berada di luar kemampuan pemegang
NPPBKC.
|
(3) |
Pemegang
NPPBKC wajib melaporkan kepada kepala kantor paling
lama:
- 7 (tujuh) hari, sebelum kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan;
atau
- 14 (empat belas) hari, terhitung sejak peristiwa
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
b.
|
(4) |
Jika
pemegang NPPBKC tidak memenuhi kewajiban melapor sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), maka NPPBKC dicabut berdasarkan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf
b. |
Pasal
18
(1) |
Pencabutan
NPPBKC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1)
dilakukan oleh kepala kantor atas nama Menteri Keuangan dengan
menerbitkan keputusan pencabutan NPPBKC sesuai dengan contoh format
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V Peraturan Menteri Keuangan
ini.
|
(2) |
Keputusan
pencabutan NPPBKC sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada pemegang
NPPBKC. |
Pasal
19
(1) |
Atas
pencabutan NPPBKC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) berlaku
ketentuan sebagai
berikut:
- terhadap EA yang belum dilunasi cukainya yang
masih berada di dalam pabrik atau tempat penyimpanan, harus dilunasi
cukainya dan dikeluarkan oleh pengusaha pabrik atau pengusaha tempat
penyimpanan ke
TPE;
- terhadap EA yang masih berada dalam tempat usaha
importir, harus dikeluarkan oleh importir ke tempat usaha importir
lainnya atau
TPE;
- terhadap EA yang masih berada di TPE, harus
dikeluarkan oleh pengusaha TPE ke TPE
lainnya, dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya
Surat
keputusan pencabutan
NPPBKC.
|
(2) |
Untuk
mendapatkan kepastian terhadap jumlah EA yang belum dilunasi cukainya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala kantor melakukan pencacahan
terhadap EA yang masih berada dalam pabrik atau tempat
penyimpanan. |
(3) |
pencacahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi kegiatan
pemeriksaan terhadap seluruh EA yang masih berada di pabrik atau tempat
penyimpanan yang dilakukan setelah NPPBKC
dicabut. |
(4) |
Apabila
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi, EA
dimusnahkan oleh pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan di
bawah pengawasan pejabat bea dan cukai atau dalam keadaan tertentu
dimusnahkan oleh pejabat bea dan cukai atas biaya pengusaha pabrik atau
pengusaha tempat
penyimpanan. |
(5) |
Dalam
hal pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan dinyatakan
pailit, biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibebankan kepada
kurator. |
BAB V
KETENTUAN
LAIN-LAIN
Pasal
20
(1) |
pengusaha
pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir, atau
pengusaha TPE yang akan melakukan perubahan NPPBKC harus mengajukan
permohonan secara tertulis kepada Menteri Keuangan u.p. kepala kantor
yang mengawasi dengan ketentuan sebagai
berikut:
- untuk perubahan nama perusahaan, permohonan harus
dilampiri
dengan:
- salinan/fotokopi akta
notaris;
- salinan/fotokopi persetujuan akta perubahan
anggaran dasar perusahaan dari instansi yang mempunyai tugas dan
tanggung jawab di bidang hukum, khusus bagi pengusaha yang berstatus
badan
hukum;
- salinan/fotokopi perubahan izin usaha industri
atau tanda daftar industri dari instansi yang mempunyai tugas dan
tanggung jawab di bidang
perindustrian;
- salinan/fotokopi perubahan izin usaha perdagangan
dari instansi yang mempunyai tugas dan tanggung jawab di bidang
perdagangan;
dan
- salinan/fotokopi perubahan Nomor Pokok Wajib
Pajak;
- untuk perubahan kepemilikan perusahaan, permohonan
harus dilampiri
dengan:
- salinan/fotokopi akta
notaris;
- salinan/fotokopi persetujuan akta perubahan
anggaran dasar perusahaan dari instansi yang mempunyai tugas dan
tanggung jawab di bidang hukum, khusus bagi pengusaha yang berstatus
badan
hukum;
- salinan/fotokopi perubahan izin usaha industri
dari instansi yang mempunyai tugas dan tanggung jawab di bidang
perindustrian;
- salinan/fotokopi perubahan izin usaha perdagangan
dari instansi yang mempunyai tugas dan tanggung jawab di bidang
perdagangan;
dan
- salinan/fotokopi perubahan Nomor Pokok Wajib
Pajak;
- untuk perubahan lokasi, bangunan, atau tempat
usaha, permohonan harus dilampiri
dengan:
- salinan/fotokopi IMB dari pemerintah daerah
setempat;
- salinan/fotokopi izin yang diterbitkan oleh
pemerintah daerah setempat berdasarkan undang-undang mengenai
gangguan;
- salinan/fotokopi perubahan izin usaha industri
dari instansi yang mempunyai tugas dan tanggung jawab di bidang
perindustrian;
- salinan/fotokopi perubahan izin usaha perdagangan
dari instansi yang mempunyai tugas dan tanggung jawab di bidang
perdagangan;
dan
- salinan/fotokopi perubahan Nomor Pokok Wajib
Pajak;
|
(2) |
Terhadap
perubahan lokasi, bangunan, atau tempat usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan pemeriksaan lokasi pabrik,
tempat penyimpanan, tempat usaha importir, atau
TPE. |
(3) |
Dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan diterima secara
lengkap, kepala kantor atas nama Menteri Keuangan mengeluarkan
keputusan perubahan NPPBKC, sesuai dengan contoh format sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran VI Peraturan Menteri Keuangan
ini.
|
(4) |
Dalam
hal permohonan ditolak, kepala kantor atas nama Menteri Keuangan
memberikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan
penolakan. |
(5) |
Keputusan
perubahan NPPBKC sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan surat
pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan
kepada
pemohon. |
Pasal
21
Lampiran I sebagaimana
dimaksud dplam Pasal 4, Lampiran II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (2), Lampiran III sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1),
Lampiran IV sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4), Lampiran V
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), dan Lampiran VI
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3), merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan
ini.
BAB VI
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal
22
Dengan berlakunya Peraturan
Menteri Keuangan ini, terhadap permohonan untuk mendapatkan NPPBKC yang
telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini dan
belum mendapat keputusan, penyelesaiannya dilakukan berdasarkan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor
641/KMK.05/1997
tentang Pemberian
Nomor Pokok Pengusaha Tempat Penjualan Eceran Etil Alkohol dan Minuman
Mengandung Etil Alkohol dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
48/PMK.04/2007
tentang Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai untuk
Pengusaha Pabrik Etil Alkohol dan Pengusaha Tempat
Penyimpanan.
BAB VII
PENUTUP
Pasal
23
Pada saat Peraturan Menteri
Keuangan ini mulai
berlaku:
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 641/KMK.05/1997
tentang Pemberian
Nomor Pokok Pengusaha Tempat Penjualan Eceran Etil Alkohol dan Minuman
Mengandung Etil Alkohol;
dan
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.04/2007 tentang
Nomor Pokok Pengusaha
Barang Kena Cukai untuk Pengusaha Pabrik Etil Alkohol dan Pengusaha
Tempat
Penyimpanan,
dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal
24
Peraturan Menteri Keuangan
ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 9 Desember 2008
MENTERI KEUANGAN
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI