Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT-001356.99/2018/PP/M.XB Tahun 2018

Kategori : Lainnya

Upaya Hukum : Gugatan
12 December 2023
Share

Pokok Sengketa:

bahwa   yang   menjadi   sengketa   dalam   gugatan   ini   adalah Keputusan Tergugat Nomor KEP-00190/NKEB/WPJ.07/2018 tanggal 19 Januari 2018 tentang Pembatalan Ketetapan Pajak Atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Huruf C Karena Permohonan Wajib Pajak, yang tidak disetujui oleh Penggugat;

  

Menurut Tergugat:

Dasar Hukum:

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009; Pasal 3 ayat (1), Pasal 14 ayat (1), ayat (4);
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak; Pasal 17;
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 183/PMK.03/2015: Pasal 7, Pasal 8:
  4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 10/PJ/2010 tentang Dokumen Tertentu yang kedudukannya Dipersamakan dengan Faktur Pajak: Pasal 1 huruf h;
  5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-27/PJ/2011 tentang Perubahan Kedua Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 10/PJ/2010 tentang Dokumen Tertentu yang kedudukannya Dipersamakan dengan Faktur Pajak;
  6. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian serta Penyampaian SUrat Pemberitahuan Masa Pajak PPN (SPT PPN): Pasal 2 ayat (1), ayat (3) beserta lampiran II;

Tanggapan Tergugat:

 

Bahwa berdasarkan hasil Pemeriksaan terdapat Penyerahan Ekspor yang belum dilaporkan Wajib Pajak dalam SPT Masa PPN sebagai berikut :

 

  Uraian Menurut   Koreksi (Rp)
Penggugat (Rp) Pemeriksa(Rp)
Ekspor 69.336.014.160,00 70.382.957.596,00 1.046.943.436,00

 

Bahwa Penggugat menyetujui koreksi Penyerahan Ekspor tersebut sebagaimana tertuang dalam Risalah Pembahasan yang ditandatangani oleh Penggugat;

 

Bahwa dalam surat permohonan Penggugat menjelaskan atas Penyerahan Ekspor telah dilaporkan dalam Laporan Keuangan Tahun 2012 tidak tercatat dalam Laporan SPM Pajak Pertambahan Nilai;

 

Bahwa Penggugat tidak melaporkan Penyerahan Ekspor tersebut pada SPT Masa PPN Masa Pajak sesuai masa penerbitan PEB sehingga memenuhi syarat untuk diterbitkan Surat Tagihan sesuai ketentuan Pasal 14 ayat (1) huruf f UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;

 

Bahwa adapun penghitungan pengenaan sanksi Pasal 14 ayat (4) UU KUP dalam Surat Tagihan Pajak adalah sebagal berikut:

 

DPP Ekspor belum dilaporkan

Rp

1.046.943.436,00

Sanksi denda Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP

 

2%

Jumlah sanksi administrasi

Rp

20.938.869,00

 

Bahwa dengan demikian tidak terdapat kesalahan penghitungan pengenaan sanksi administrasi;

 

Bahwa sesuai memori penjelasan Pasal 14 ayat (4) UU KUP ditentukan bahwa sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak ditagih dengan Surat Tagihan Pajak;

 

Bahwa selanjutnya menurut Tergugat, pengenaan sanksi administrasi berupa bunga Pasal 14 (4) KUP adalah:

- Konsekuensi Wajib Pajak yang tidak melaporkan Penyerahan Ekspor tersebut pada SPT Masa PPN Masa Pajak sesuai masa penerbitan PEB sesuai ketentuan yang berlaku;
- Untuk memberikan keadilan bagi Wajib Pajak yang telah melaporkan Penyerahan Ekspor tersebut pada SPT Masa PPN Masa Pajak sesuai masa penerbitan PEB sesuai ketentuan yang berlaku;

 

Bahwa dalam persidangan Tergugat menjelaskan bahwa penerbitan STP ini sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku, artinya tidak ada kaitannya dengan pemerintah memiliki saham di perusahaan Penggugat atau tidak. Faktanya terdapat kesalahan yang dilakukan oleh Penggugat;

 

Bahwa Tergugat dalam persidangan menegaskan bahwa faktanya Penggugat tidak melaporkan PEB-nya di SPT masa PPN dan ini juga diakui oleh Penggugat bahwa tidak melaporkan PEB nya di SPT Masa PPN, selanjutnya menurut Tergugat sanksi ini ada untuk menegakkan keadilan;

 

Bahwa dalam persidangan Tergugat menyampaikan penjelasan tertulis (Bukti T-6) yang pada pokoknya adalah sebagai berikut:

 

Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui bahwa terdapat Penyerahan Ekspor yang belum dilaporkan oleh Penggugat dalam SPT Masa PPN;

 

Bahwa dalam alasan gugatannya, Penggugat antara lain menyatakan bahwa transaksi ekspor tersebut telah dilakukan dengan menggunakan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). Penggugat juga menyatakan bahwa transaksi ekspor tersebut telah dilaporkan dalam Laporan Keuangan Tahun 2012 dan hanya tidak tercatat dalam laporan SPM PPN, (alasan tersebut sama dengan alasan Penggugat saat mengajukan Permohonan Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak (STP) Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) Huruf c);

 

Bahwa dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang KUP dinyatakan:

"Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak”;

 

Bahwa dalam Pasal 1 huruf a Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-27/PJ/2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-10/PJ/2010 tentang Dokumen Tertentu Yang Kedudukannya Dipersamakan Dengan Faktur Pajak dinyatakan bahwa PEB merupakan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak. Dengan demikian maka perlakuan atas PEB tersebut sama dengan perlakuan atas faktur pajak, dalam hal ini adanya PEB tersebut harus dilaporkan dalam SPT Masa PPN;

 

Bahwa tata cara pelaporan PEB dalam SPT Masa PPN diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN). Dalam PER-44/PJ/2010 tersebut antara lain diatur sebagai berikut:

 

Pasal 2 ayat (3),

Tata cara pengisian serta keterangan yang wajib diisi pada SPT Masa PPN 1111 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan DirekturnJenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2010.”

  

Lampiran II,

“Petunjuk Pengisian Formulir 1111 Al Daftar Ekspor BKP Berwujud, BKP Tidak Berwujud, dan/atau JKP - huruf B. Petunjuk Pengisian - Catatan, bahwa PEB atas ekspor BKP Berwujud dilaporkan dalam Masa Pajak sesuai tanggal Persetujuan Ekspor dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai”;

 

Bahwa berdasarkan uraian sebelumnya diketahui bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui bahwa terdapat Penyerahan Ekspor yang belum dilaporkan oleh Penggugat dalam SPT Masa PPN-nya. Atas kondisi tersebut maka kemudian diterbitkan STP PPN Barang dan Jasa, dimana STP tersebut diterbitkan berkenaan dengan pengenaan sanksi administrasi berupa Denda Pasal 14 (4) KUP. Dasar Hukum yang melandasi diterbitkannya STP tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Berdasarkan Pasal 14 ayat (1) huruf f UU KUP dinyatakan bahwa "Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak";
b. Berdasarkan Pasal 14 ayat (4) UU KUP dinyatakan bahwa "Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, atau huruf f masing-masing, selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua person) dari Dasar Pengenaan Pajak";
c. Berdasarkan uraian pada huruf a dan b tersebut di atas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
- bahwa Penggugat yang melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak dikenai sanksi administrasi;
- bahwa dalam kasus ini terdapat fakta bahwa Penggugat tidak pernah melaporkan faktur pajak yang diterbitkannya (dalam hal ini tidak melaporkan PEB, PEB merupakan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak), ini berarti bahwa dengan tidak dilaporkannya faktur pajak tersebut maka adanya unsur pelaporan faktur pajak yang tidak sesuai dengan masa penerbitannya sudah pasti terpenuhi, yang dalam kasus ini, telah terbukti adanya fakta bahwa PEB (dokumen yang dipersamakan dengan faktur pajak) tersebut tidak dilaporkan oleh Penggugat di masa pajak yang sebenarnya;
- bahwa adapun dalam kasus ini, logika yang mendasari diterapkannya ketentuan dalam Pasal 14 ayat (1) huruf f adalah bahwa apabila atas Wajib Pajak yang melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitannya dikenai sanksi administrasi, maka atas Wajib Pajak yang nyata-nyata tidak melaporkan faktur pajak yang diterbitkannya, denda yang sama juga diberlakukan;

 
Bahwa berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas maka pengenaan sanksi administrasi berupa Denda Pasal 14 (4) KUP tersebut telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan perpajakan yang berlaku. Hal ini juga yang mendasari ditolaknya Permohonan Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) Huruf c yang diajukan oleh Wajib Pajak/Penggugat;

 

Bahwa atas pernyataan Penggugat bahwa adanya PEB atas Penyerahan Ekspor yang belum dilaporkan oleh Penggugat dalam SPT Masa PPN-nya tersebut tidak menyebabkan kerugian Negara sehingga tidak seharusnya dikenakan sanksi administrasi, Tergugat memberikan tanggapan sebagai berikut:

 

Bahwa Penggugat tidak melaporkan PEB atas Penyerahan Ekspor yang dilakukannya dalam SPT Masa PPN-nya, hal ini berarti bahwa Penggugat telah tidak mengindahkan/melanggar ketentuan dalam peraturan perundang-undangan, dalam hal ini Penggugat telah melanggar ketentuan Pasal 3 ayat (1) UU KUP bahwa setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, Penggugat juga tidak mengindahkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai. Adanya pelanggaran terhadap ketentuan dalam peraturan perundang-undangan tersebut tentunya mengandung konsekuensi yang harus ditanggung oleh Wajib Pajak yaitu dikenakan sanksi administrasi;

 

bahwa terkait dengan pengenaan sanksi administrasi atas tidak dilaporkannya faktur pajak (PEB merupakan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak), telah diatur/diamanatkan dalam Undang-Undang PPN (sebagaimana telah diuraikan sebelumnya), oleh karena itu apabila adanya pelanggaran terhadap ketentuan dalam peraturan perundang-undangan tersebut tidak dikenakan sanksi maka hal tersebut akan mencederai penegakkan hukum positif yang berlaku. Dengan demikian maka pernyataan Penggugat bahwa adanya PEB atas Penyerahan Ekspor yang belum dilaporkan oleh Penggugat dalam SPT Masa PPN-nya tersebut tidak menyebabkan kerugian Negara, pernyataan tersebut tidak relevan dan seharusnya tidak dipertimbangkan dalam sengketa ini;

 

bahwa selain itu, sanksi administrasi tersebut juga untuk memberikan keadilan bagi Wajib Pajak yang telah melaporkan PEB atas Penyerahan Ekspor yang dilakukannya dalam SPT Masa PPN sesuai ketentuan yang berlaku;

 

Kesimpulan Terbanding

bahwa berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa dalam penerbitan STP dan penerbitan Keputusan atas Permohonan Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) Huruf c yang diajukan oleh Wajib Pajak/Penggugat, seluruh prosedur dan tinjauan yuridis sebagai dasar pengambilan keputusan telah dijalankan, sehingga Tergugat berpendapat bahwa penerbitan STP dan penerbitan Keputusan atas Permohonan Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) Huruf c yang diajukan oleh Wajib Pajak/Penggugat tersebut telah sesuai dengan fakta dan telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;

  

Menurut Penggugat:

Dasar Hukum:

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009; Pasal 12 Ayat (3), Pasal 14 ayat (1) dan ayat (4);
  2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009; Pasal 13 ayat (5);

Tanggapan Penggugat:

Bahwa koreksi Pemeriksa berdasarkan Pasal 14 ayat (4) KUP tahun 2009 atas Penjualan Ekspor yang tidak dilaporkan dalam SPM PPN bulan Agustus 2012 sebesar Rp 1.406.943.450,00 adalah keliru karena berdasarkan Pasal 14 ayat ( 4 ) KUP tahun 2009 berbunyi sebagai berikut :

“Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, atau huruf f masing - masing, selain wajib pajak menyetor pajak yang terutang, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 % (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak”;

 

Bahwa Berdasarkan Pasal 14 ayat (4) KUP Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2009 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan terhadap Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, Huruf e atau huruf f masing-masing, ternyata tidak ada kata-kata yang menyatakan Pengusaha Kena Pajak yang tidak melaporkan Ekspor pada SPT Masa PPN dikenakan denda administrasi sebesar 2 % ( Dua Persen ) dari Dasar Pengenaan Pajak;

 

Bahwa dalam transaksi Ekspor tersebut menggunakan Pemberitahuan Ekspor Barang dengan demikian PEB, merupakan dokumen yang disamakan dengan Faktur Pajak sesuai Peraturan Perpajakan yang berlaku;

 

Bahwa pemeriksa Keliru dalam melakukan koreksi atas Penjualan Ekspor yang tidak di laporkan dalam SPMPPN pada bulan tersebut dan dalam Ekspor dengan PPN 0 % (nol persen) tidak ada kerugian Negara;

 

Bahwa Pemeriksa melakukan koreksi atas penjualan Ekspor bulan Agustus 2012 yang tidak dilaporkan dalam SPMPPN masa Agustus 2012, dimana dalam Ekspor tersebut tidak dibukakan Faktur Pajak, karena PEB diberlakukan sama dengan Faktur Pajak sesuai Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor 27/PJ/2011 Pasal 1 huruf a tanggal 19 September 2011, sehingga tidak ada hubungan dengan Pasal 14 ayat (4) UU KUP dan tidak ada Pajak yang terhutang sehingga tidak menimbulkan kerugian Negara;

 

Bahwa penjualan Ekspor tersebut telah dilaporkan dalam Laporan Keuangan Tahun 2012 Penggugat dan hanya tidak tercatat dalam laporan SPMPPN bulan Agustus 2012, di mana hal tersebut dapat Penggugat buktikan bahwa Laporan Keuangan Tahun 2012 Penggugat telah diperiksa oleh Kantor Pelayanan Pajak Masuk Bursa yang sama dan tidak ada koreksi atas Penjualan Ekspor bulan Agustus 2012;

 

Bahwa sangatlah tidak bijaksana dan prihatin atas koreksi tersebut karena secara perpajakan sudah dapat dipertanggungjawabkan sesuai Peraturan Perpajakan Yang berlaku dan hanya kesalahan manusiawi atau Karyawan dan tidak ada kerugian Negara, sehingga Perusahaan harus membayar sesuatu pengeluaran yang tidak perlu;

 

Bahwa berdasarkan penjelasan tersebut di atas, Penggugat mohon surat gugatan tersebut dapat dipertimbangkan oleh Majelis Hakim agar koreksi Pemeriksa atas STP Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Nomor 00047/107/12/054/17 tanggal 9 Maret 17 untuk Masa Pajak Agustus 2012 sebesar Rp 20.938.869,00 dapat dipertimbangkan menjadi NIHIL;

 

Bahwa dalam persidangan Penggugat menjelaskan dan menyampaikan penjelasan tertulis (Bukti P-25) yang pada pokoknya sebagai berikut:

Bahwa menurut Penggugat bahwa Tergugat telah keliru dalam menetapkan denda Sanksi Administrasi Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP tersebut, dengan penjelasan sebagai berikut;

 

Bahwa denda Sanksi Administrasi ini dihitung berdasarkan Laporan Ekspor yang tidak dilaporkan dalam SPM PPN Masa bulan tersebut dengan Dasar Pengenaan Pajak PPN nya adalah 0 (Nihil) dikarenakan Ekspor;

 

Bahwa PEB merupakan dokumen yang disamakan dengan Faktur Pajak berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 10/PJ/2010 tentang Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak;

 

Bahwa terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, atau huruf f masing-masing, selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 % (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak."

 

Bahwa Pasal ini menjelaskan bahwa jika terdapat kesalahan dalam Faktur Pajak dikenakan denda 2 % dari DPP, ini diperjelas dengan 14 ayat (4) Huruf d, e, dan f;

 

Bahwa Pasal 14 ayat (1) huruf d, e, dan f hanya menjelaskan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak membuat Faktur Pajak, pengisian Faktur Pajak secara Lengkap, Tidak Tepat Waktu dan Melaporkan Faktur Pajak tidak dengan Masa Penerbitan Faktur Pajak;

 

Bahwa Pasal 14 ayat (1) d, e, dan f hanya tentang masalah kesalahan dalam membuat Faktur Pajak dan melaporkan Faktur Pajak tidak dengan Masa Penerbitan Faktur Pajak, tidak ada satu kata pun yang menyebutkan bahwa PEB harus di laporkan dalam SPM PPN Masa bulan tersebut;

 

Bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 183/PMK.03/2015 Pasal 7 huruf f Pengusaha Kena Pajak melaporkan Faktur Pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan Faktur Pajak;

 

Bahwa peraturan ini hanya menjelaskan bahwa Faktur Pajak harus dilaporkan sesuai dengan masa penerbitan Faktur Pajak dan tidak menyebutkan bahwa harus di laporkan dalam SPM PPN Masa bulan tersebut;

 

Bahwa Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, Cara Pengisian Menyampaikan dan Tata Serta Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN);

 

Bahwa PEB atas Ekspor BKP Berwujud dilaporkan dalam Masa Pajak sesuai tanggal Persetujuan Ekspor dari Direktur Jenderal Bea dan Cukai;

 

Bahwa peraturan ini hanya tata cara pengisian yang baik dan lengkap dalam Faktur Pajak, dan bukan menjadi dasar dikenakan Denda Sanksi Administrasi karena Denda Administrasi di atur dengan Peraturan dan Undang - Undang Pajak tersendiri;

 

Kesimpulan

Bahwa PEB merupakan dokumen yang disamakan dengan Faktur Pajak sesuai Peraturan Perpajakan yang berlaku;

 

Bahwa PEB adalah Pemberitahuan Ekspor Barang dengan Dasar Kena Pajak (DPP) 0 (Nol);

 

Bahwa Sanksi Administrasi yang diperhitungkan oleh Pemeriksa keliru karena pasal - pasal yang digunakan Pemeriksa tidak ada yang menyebutkan bahwa PEB harus dilaporkan dalam SPM PPN masa bulan tersebut;

 

Bahwa Pemeriksa menggunakan pasal-pasal tersebut hanya dalam Faktur Pajak bukan Pelaporan dalam SPM PPN bulanan;

 

Bahwa Ekspor yang dilaporkan dalam PEB dibebaskan dari Pajak Pertambahan Nilai, sehingga tidak ada Kerugian Negara yang harus dikenakan Sanksi Administrasi;

 

Bahwa Ekspor merupakan komoditi yang menunjang program Pemerintah dalam menambah Devisa Negara;

 

Bahwa sangat tidak bijaksana, jika kesalahan pelaporan yang tidak dikenakan sanksi Administrasi oleh pemeriksa, keliru ditafsirkan dan dipaksakan dengan Peraturan dan Undang-Undang Perpajakan menurut Pemeriksa;

 

Bahwa dalam persidangan Penggugat menyampaikan penjelasan tertulis (Bukti P-28) yang pada pokoknya sebagai berikut:

 

Bahwa koreksi Tergugat berdasarkan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP adalah keliru karena berdasarkan Pasal 14 ayat (4) tersebut berbunyi sebagai berikut:

"Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, atau huruf f masing-masing, selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua person) dari Dasar Pengenaan Pajak";

 

Bahwa wajib pajak menyetor pajak yang terutang, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari dasar pengenaan pajak, sedangkan pemberitahuan ekspor barang (PEB) PPN-nya nihil dan tidak ada pajak yang harus disetor dan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari dasar pengenaan pajak;

 

Bahwa berdasarkan pasal 14 ayat (1) huruf d Undang-Undang KUP disebutkan:

“pengusaha yang dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu”;

 

Bahwa menurut Penggugat PEB tidak harus membuat faktur pajak sehingga tidak ada tepat waktu yang harus diperhitungkan;

 

Bahwa Pasal 14 ayat (1) huruf e Undang-Undang KUP disebutkan:

“pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, selain:

  1. Identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b Undang-Undang PPN 1984 dan perubahannya,
  2. Identitas pembeli serta nama dan tandatangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b dan huruf g Undang-Undang PPN 1984 dan perubahannya, dalam hal penyerahan dilakukan oleh pengusaha kena pajak pedagang eceran”;

Bahwa menurut Penggugat PEB tidak harus membuat faktur pajak, sehingga tidak ada yang perlu diisi dalam faktur pajak secara lengkap sesuai dengan aturan tersebut;

 

Bahwa Pasal 14 ayat (1) huruf f Undang-Undang KUP disebutkan:

“bahwa pengusaha kena pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak”;

 

Bahwa menurut Penggugat PEB tidak harus membuat faktur pajak, sehingga tidak ada yang perlu dilaporkan sesuai masa penerbitan faktur pajak;

 

Bahwa berdasarkan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e atau huruf f masing-masing, ternyata tidak ada kata-kata yang menyatakan pengusaha kena pajak yang tidak melaporkan pemberitahuan ekspor barang (PEB) pada SPT Masa PPN dikenakan denda administrasi sebesar 2% dari dasar pengenaan pajak;

 

Bahwa dalam transaksi ekspor tersebut menggunakan pemberitahuan ekspor barang dengan demikian PEB, merupakan dokumen yang disamakan dengan faktur pajak sesuai peraturan perpajakan yang berlaku;

 

Bahwa Tergugat keliru dalam melakukan koreksi atas penjualan ekspor yang tidak dilaporkan dalam SPM PPN pada bulan tersebut dan dalam ekspor dengan PPN 0% tidak ada kerugian negara;

 

Bahwa Tergugat melakukan koreksi atas penjualan ekspor yang tidak dilaporkan dalam SPM PPN dimana dalam ekspor tersebut tidak dibukakan faktur pajak, karena PEB diberlakukan sama dengan faktur pajak sesuai Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor 27/PJ/2011 Pasal 1 huruf a tanggal 4* September 2011, sehingga tidak ada hubungan dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP dan tidak ada pajak yang terhutang sehingga tidak menimbulkan kerugian negara;

 

Bahwa penjualan ekspor tersebut telah dilaporkan dalam laporan keuangan tahun 2012, dan hanya tidak tercatat dalam laporan SPM PPN, dimana hal tersbeut dapat Penggugat buktikan bahwa laporan keuangan tahun 2012 telah diperiksa oleh Kantor Pelayanan Pajak Masuk Bursa yang sama dan tidak ada koreksi atas penjualan ekspor;

 

Bahwa sangatlah tidak bijaksana dan prihatin atas koreksi tersebut karena secara perpajakan sudah dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku dan hanya kesalahan manusiawi atau karyawan dan tidak ada kerugian negara, sehingga perusahaan harus membayar sesuatu pengeluaran yang tidak seharusnya dibayar;

  

Menurut Majelis:

Bahwa yang menjadi sengketa dalam gugatan ini adalah Keputusan Tergugat Nomor KEP-00190/NKEB/WPJ.07/2018 tanggal 19 Januari 2018 tentang Pembatalan Ketetapan Pajak Atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Huruf C Karena Permohonan Wajib Pajak yang tidak disetujui oleh Penggugat;

 

Bahwa menurut Tergugat berdasarkan hasil Pemeriksaan terdapat Penyerahan Ekspor yang belum dilaporkan Wajib Pajak dalam SPT Masa PPN Masa Agustus 2012 sebesar Rp1.046.943.436,00;

 

Bahwa menurut Tergugat, Penggugat tidak melaporkan Penyerahan Ekspor tersebut pada SPT Masa PPN Masa Pajak sesuai masa penerbitan PEB sehingga memenuhi syarat untuk diterbitkan Surat Tagihan sesuai ketentuan Pasal 14 ayat (1) huruf f UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dengan rincian sebagai berikut:

 

DPP Ekspor belum dilaporkan

Rp

1.046.943.436,00

Sanksi denda Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP

 

2%

Jumlah sanksi administrasi

Rp

20.938.869,00

 

Bahwa menurut Tergugat terdapat fakta bahwa Penggugat tidak pernah melaporkan faktur pajak yang diterbitkannya (dalam hal ini tidak melaporkan PEB, PEB merupakan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak), ini berarti bahwa dengan tidak dilaporkannya faktur pajak tersebut maka adanya unsur pelaporan faktur pajak yang tidak sesuai dengan masa penerbitannya sudah pasti terpenuhi, yang dalam kasus ini, telah terbukti adanya fakta bahwa PEB (dokumen yang dipersamakan dengan faktur pajak) tersebut tidak dilaporkan oleh Penggugat di masa pajak yang sebenarnya;

 

Bahwa selanjutnya Tergugat berpendapat logika yang mendasari diterapkannya ketentuan dalam Pasal 14 ayat (1) huruf f adalah bahwa apabila atas Wajib Pajak yang melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitannya dikenai sanksi administrasi, maka atas Wajib Pajak yang nyata-nyata tidak melaporkan faktur pajak yang diterbitkannya, denda yang sama juga diberlakukan;

 

Bahwa menurut Tergugat, Penggugat tidak melaporkan PEB atas Penyerahan Ekspor yang dilakukannya dalam SPT Masa PPN-nya, hal ini berarti bahwa Penggugat telah tidak mengindahkan/melanggar ketentuan dalam peraturan perundang-undangan, dalam hal ini Penggugat telah melanggar ketentuan Pasal 3 ayat (1) UU KUP bahwa setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, Penggugat juga tidak mengindahkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai. Adanya pelanggaran terhadap ketentuan dalam peraturan perundang-undangan tersebut tentunya mengandung konsekuensi yang harus ditanggung oleh Wajib Pajak yaitu dikenakan sanksi administrasi;

 

Bahwa terkait dengan pengenaan sanksi administrasi atas tidak dilaporkannya faktur pajak (PEB merupakan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak), telah diatur/diamanatkan dalam Undang-Undang PPN (sebagaimana telah diuraikan sebelumnya) Tergugat berpendapat, apabila adanya pelanggaran terhadap ketentuan dalam peraturan perundang-undangan tersebut tidak dikenakan sanksi maka hal tersebut akan mencederai penegakkan hukum positif yang berlaku;

 

Bahwa dengan demikian menurut Tergugat pernyataan Penggugat yang menyatakan bahwa adanya PEB atas Penyerahan Ekspor yang belum dilaporkan oleh Penggugat dalam SPT Masa PPN-nya tersebut tidak menyebabkan kerugian Negara, pernyataan tersebut tidak relevan dan seharusnya tidak dipertimbangkan dalam sengketa ini;

 

Bahwa menurut Tergugat sanksi administrasi tersebut juga untuk memberikan keadilan bagi Wajib Pajak yang telah melaporkan PEB atas Penyerahan Ekspor yang dilakukannya dalam SPT Masa PPN sesuai ketentuan yang berlaku;

 

Bahwa menurut Penggugat penjualan Ekspor telah dilaporkan dalam Laporan Keuangan Tahun 2012 Penggugat dan hanya tidak tercatat dalam laporan SPMPPN, di mana hal tersebut dapat Penggugat buktikan bahwa Laporan Keuangan Tahun 2012 Penggugat telah diperiksa oleh Kantor Pelayanan Pajak Masuk Bursa yang sama dan tidak ada koreksi atas Penjualan Ekspor bulan Agustus 2012;

 

Bahwa sangatlah tidak bijaksana dan prihatin atas koreksi tersebut karena secara perpajakan sudah dapat dipertanggungjawabkan sesuai Peraturan Perpajakan Yang berlaku dan hanya kesalahan manusiawi atau Karyawan dan tidak ada kerugian Negara, sehingga Perusahaan harus membayar sesuatu pengeluaran yang tidak perlu;

 

Bahwa menurut Penggugat bahwa Tergugat telah keliru dalam menetapkan denda Sanksi Administrasi Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP tersebut;

 

Bahwa menurut Penggugat denda Sanksi Administrasi ini dihitung berdasarkan Laporan Ekspor yang tidak dilaporkan dalam SPM PPN Masa bulan tersebut dengan Dasar Pengenaan Pajak PPN nya adalah 0 (Nihil) dikarenakan Ekspor;

 

Bahwa menurut Penggugat Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang KUP hanya menjelaskan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak membuat Faktur Pajak, pengisian Faktur Pajak secara Lengkap, tidak Tepat Waktu dan Melaporkan Faktur Pajak tidak dengan Masa Penerbitan Faktur Pajak, tidak ada satu kata pun yang menyebutkan bahwa PEB harus di laporkan dalam SPM PPN Masa bulan tersebut;

 

Bahwa selanjutnya menurut Penggugat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 183/PMK.03/2015 Pasal 7 huruf f hanya menjelaskan bahwa Faktur Pajak harus dilaporkan sesuai dengan masa penerbitan Faktur Pajak dan tidak menyebutkan bahwa harus di laporkan dalam SPM PPN Masa bulan tersebut;

 

Bahwa selanjutnya menurut Penggugat Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, Cara Pengisian Menyampaikan dan Tata Serta Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) hanya mengatur tata cara pengisian yang baik dan lengkap dalam Faktur Pajak, dan bukan menjadi dasar dikenakan Denda Sanksi Administrasi karena Denda Administrasi di atur dengan Peraturan dan Undang - Undang Pajak tersendiri;

 

Bahwa menurut Penggugat Ekspor yang dilaporkan dalam PEB dibebaskan dari Pajak Pertambahan Nilai, sehingga tidak ada Kerugian Negara yang harus dikenakan Sanksi Administrasi, Ekspor merupakan komoditi yang menunjang program Pemerintah dalam menambah Devisa Negara;

 

Bahwa Penggugat menyatakan sangat tidak bijaksana, jika kesalahan pelaporan yang tidak dikenakan sanksi Administrasi oleh pemeriksa, keliru ditafsirkan dan dipaksakan dengan Peraturan dan Undang-Undang Perpajakan menurut Pemeriksa;

 

Bahwa Penggugat menyatakan sangatlah tidak bijaksana dan prihatin atas koreksi tersebut karena secara perpajakan sudah dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku dan hanya kesalahan manusiawi atau karyawan dan tidak ada kerugian negara, sehingga perusahaan harus membayar sesuatu pengeluaran yang tidak seharusnya dibayar;

 

Bahwa berdasarkan uraian diatas, Majelis berpendapat sebagai berikut:

Bahwa Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP).

 

Bahwa Fungsi Faktur Pajak adalah sebagai bukti pungutan pajak, sarana pembayaran pajak dan sarana untuk mengkreditkan pajak masukan;

 

Bahwa dokumen-dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak sebagai instrumen mekanisme pengkreditan PPN berdasarkan (PER-10/PJ/2010 jo PER-67/PJ/2010 jo PER-27/PJ/2011) salah satunya adalah dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah diberikan persetujuan ekspor oleh pejabat yang berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut.

 

Bahwa menurut Majelis, yang dimaksud dengan yang “dipersamakan” dalam hal ini intinya adalah mengenai isinya, bukan pelaporannya. Bahwa faktur pajak standar merupakan bukti pungutan PPN atas BKP/JKP yang telah diserahkan dan atau dibayar, sedangkan PEB yang telah difiat muat merupakan bukti pemberitahuan ke DJBC atas BKP/JKP yang akan diekspor sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.04/2007;

 

Bahwa atas penyerahan BKP/JKP yang dilakukan di dalam daerah pabean (lokal), apabila faktur pajak dilaporkan tidak pada waktunya, maka PPN dengan tarif 10% yang telah dipungut oleh wajib pajak yang sebenarnya merupakan hak negara, sempat dinikmati oleh wajib pajak sampai dengan faktur pajak tersebut dilaporkan pada SPT Masa PPN; sedangkan atas penyerahan BKP/JKP yang dilakukan di luar daerah pabean (ekspor) yang dilaporkan dengan PEB, dikenakan tarif PPN 0%. Apabila PEB dilaporkan melalui SPT Masa PPN dan dilaporkan tidak pada waktunya, maka hal tersebut tidak menyebabkan kerugian negara, karena tidak adanya PPN yang sempat dinikmati oleh wajib pajak;

 

Bahwa menurut Majelis, faktanya walaupun Penggugat tidak pernah melaporkan faktur pajak (PEB) yang diterbitkannya di masa pajak yang sebenarnya, namun transaksi penjualan Ekspor tersebut telah dilaporkan dalam Laporan Keuangan Tahun 2012 dan tidak ada koreksi atas Penjualan Ekspor bulan Agustus 2012, oleh karena itu atas transaksi ekspor itu secara perpajakan sudah dapat dipertanggungjawabkan sesuai Peraturan Perpajakan yang berlaku dan hanya merupakan kesalahan manusiawi sehingga Perusahaan tidak seharusnya membayar sesuatu pengeluaran (sanksi) yang tidak perlu;

 

Bahwa selain itu menurut Majelis, denda yang sedemikian besar atas suatu kesalahan yang tidak merugikan negara akan sangat memberatkan keuangan Penggugat dan kurang memenuhi rasa keadilan, karena tidak sepadan dengan kesalahan manusiawi yang dilakukan Pengugat karena denda Sanksi Administrasi ini dihitung berdasarkan Laporan Ekspor yang tidak dilaporkan dalam SPM PPN Masa bulan tersebut dengan Dasar Pengenaan Pajak PPN sebesar Rp.0 (Nihil);

 

Bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dinyatakan dalam :

Pasal 69 ayat (1e),

“Alat bukti dapat berupa “pengetahuan hakim”, yang di Pasal 75 disebutkan adalah hal yang olehnya diketahui dan diyakini kebenarannya”;

Pasal 78,

“Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim”;

Bahwa sesuai memori penjelasan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak disebutkan :

“Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-perundangan perpajakan”;

 

Bahwa oleh karena itu Majelis berkesimpulan, bahwa sanksi administrasi berupa denda Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP sebesar Rp20.938.869,00 yang ditagihkan Tergugat dalam Surat Tagihan Pajak Nomor 00047/107/12/054/17 tanggal 9 Maret 2017 Masa Pajak Agustus 2012 dibatalkan dan mengabulkan seluruhnya gugatan Penggugat terhadap KEP-00190/NKEB/WPJ.07/2018 tanggal 19 Januari 2018 tentang Pembatalan Ketetapan Pajak Atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Huruf C Karena Pemohonan Wajib Pajak;

  

Menimbang:

bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan Majelis berketetapan untuk menggunakan kuasa Pasal 80 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak untuk mengabulkan seluruhnya permohonan gugatan Penggugat;

  

Mengingat:

Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini;

  

Memutuskan:

Menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan gugatan Penggugat terhadap Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-00190/NKEB/WPJ.07/2018 tanggal 19 Januari 2018 tentang Pembatalan Ketetapan Pajak Atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Huruf C Karena Permohonan Wajib Pajak, atas nama: Pemohon Banding,

 

Demikian diputus di Jakarta berdasarkan musyawarah Majelis XB Pengadilan Pajak pada hari Rabu tanggal 11 Juli 2018 setelah persidangan dicukupkan pada hari Rabu tanggal 11 Juli 2018, dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut:

 

Drs. FS, M.A. sebagai Hakim Ketua,
Drs. H, A.k. sebagai Hakim Anggota,
MDM, S.E., Ak., M.M.  sebagai Hakim Anggota,
M, S.H., M.M.  sebagai Panitera Pengganti,

 

Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari Rabu tanggal 24 Oktober 2018 oleh Hakim Ketua, dihadiri oleh para Hakim Anggota dan Panitera Pengganti, tidak dihadiri oleh Penggugat, tidak dihadiri Tergugat.