Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
bahwa yang menjadi sengketa dalam Gugatan ini adalah Penerbitan Keputusan Tergugat Nomor: KEP-00293/NKEB/WPJ.19/2018 tanggal 28 Februari 2018 tentang Pengurangan Ketetapan Pajak Atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Huruf c Karena Permohonan Wajib Pajak, yang tidak disetujui oleh Penggugat;
I. |
DASAR HUKUM DAN REGULASI
bahwa ketentuan dan regulasi yang terkait dengan pokok sengketa, antara lain diatur dalam aturan sebagai berikut:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
II. |
TANGGAPAN TERGUGAT
|
bahwa pendapatan/penghasilan Penggugat yang berasal dari pembebasan/penghapusan hutang dan denda bunga atas fasilitas kredit modal kerja Penggugat kepada PT Bank Mandiri, Tbk menurut Penggugat adalah merupakan pendapatan lain-lain atau “Penghasilan tidak teratur” dalam penghitungan angsuran PPh Pasal 25 Tahun 2013;
bahwa atas penghasilan penghapusan hutang dan denda bunga atas fasilitas modal kerja tersebut merupakan pendapatan lain-lain atau penghasilan tidak teratur, hal ini dibuktikan pada Laporan Keuangan (Diaudit) Penggugat Tahun 2013 halaman 5;
bahwa pada perhitungan angsuran PPh Pasal 25 Tahun 2013 yang terdapat dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) Tahun 2013, Penggugat telah melakukan koreksi fiskal atas penghasilan penghapusan hutang dan denda bunga atas fasilitas modal kerja dikarenakan merupakan pendapatan lain-lain atau penghasilan tidak teratur;
bahwa pihak Tergugat juga telah mengakui bahwa penghasilan Penggugat berupa penghapusan hutang tersebut merupakan pendapatan lain-lain, hal ini Penggugat kutip pada penjelasan Tergugat dalam Surat Nomor S-1120/WPJ.19/2018 perihal Surat Tanggapan atas Pengajuan Gugatan Tehadap Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Pengurangan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Huruf C Karena Permohonan Wajib Pajak, pada halaman 6: Huruf C
“Berdasarkan data/dokumen yang diperoleh Tergugat, perbandingan penghitungan angsuran PPh Pasal 25 antara Penggugat dengan Tergugat dapat diuraikan sebagai berikut:
Uraian | Penggugat | Tergugat | |||
|
166.649.812.669 | 166.649.812.669 | |||
|
|||||
|
16.301.250 | 16.301.250 | |||
|
78.342.581 | 78.342.581 | |||
|
608.713.786 | 608.713.786 | |||
|
15.000.000 | 15.000.000 | |||
|
0 | 4.584.357.000 | |||
|
718.357.617 | 5.302.714.617 | |||
|
|||||
|
52.727.340.676 | 52.727.340.676 | |||
|
107.020.506.318 | 0 | |||
|
159.747.846.994 | 52.727.340.676 | |||
|
7.620.323.292 | 119.225.186.610 | |||
|
(85.934.038.745) | (85.934.038.745) | |||
|
(78.313.715.453) | (33.291.147.865) | |||
|
0 | 8.322.794.466 | |||
|
0 | 246.891.164 | |||
|
0 | 0 | |||
|
0 | 246.891.164 | |||
|
0 | 8.075.903.302 | |||
|
Nihil | 672.991.941,83 | |||
|
bahwa mengacu kepada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Tanggal 23 September 2008 pada Pasal 25 ayat (6) huruf b:
“Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, sebagai berikut:
bahwa dalam pelaksanaannya diatur dalam Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-537/PJ./2000 Tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Dalam Tahun Pajak Berjalan Dalam Hal-Hal Tertentu Tanggal 29 Desember 2000, dimana dijelaskan bahwa penghasilan neto fiskal yang dijadikan dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25 Tahun Pajak berjalan adalah setelah dikurangi dengan “Penghasilan tidak teratur”.
Dalam Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-537/PJ./2000 Tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Dalam Tahun Pajak Berjalan Dalam Hal-Hal Tertentu Tanggal 29 Desember 2000, dijelaskan bahwa:
- | Pasal 1 Huruf b: “Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:
|
||||||
- | Pasal 1 Huruf d:
“Penghasilan teratur adalah penghasilan yang lazimnya diterima atau diperoleh secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam setiap tahun pajak, yang bersumber dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, harta dan atau modal, kecuali penghasilan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final. Tidak termasuk dalam penghasilan teratur adalah keuntungan selisih kurs dari utang/piutang dalam mata uang asing dan keuntungan dari pengalihan harta (capital gain) sepanjang bukan merupakan penghasilan dari kegiatan usaha pokok, serta penghasilan lainnya yang bersifat insidentil.” |
||||||
- | Pasal 3:
|
bahwa pada perhitungan angsuran PPh Pasal 25 tahun 2013 Tergugat diatas, pihak Tergugat menerapkan perlakuan yang berbeda atas “Pendapatan lain-lain”, dimana atas “Pendapatan lain-lain berupa laba penjualan aset” dikecualikan/bukan merupakan unsur penghasilan dalam perhitungan Tergugat, sedangkan “Pendapatan lain-lain berupa penghapusan hutang dan denda bunga” dimasukan sebagai unsur penghasilan. Menurut Penggugat, Tergugat tidak konsisten dalam menerapkan peraturan atas “Pendapatan lain-lain”.
bahwa berdasarkan data, fakta persidangan dan pernyataan Penggugat diatas, maka menurut Penggugat besarnya angsuran PPh Pasal 25 Masa Mei 2013 adalah menjadi NIHIL;
bahwa yang menjadi sengketa adalah Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor: KEP-00293/NKEB/WPJ.19/2018 tanggal 28 Februari 2018 tentang Pengurangan Ketetapan Pajak Atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Huruf c Karena Permohonan Wajib Pajak atas Pajak Penghasilan Masa Pajak Mei 2013 Nomor: 00012/106/13/051/14 tanggal 06 Maret 2014 yang tidak disetujui Penggugat;
bahwa Tergugat telah menerbitkan Surat Tagihan Pajak Pajak Penghasilan Masa Pajak Mei 2013 Nomor: 00012/106/13/051/14 tanggal 06 Maret 2014 yang berisi tagihan atas pajak penghasilan tahun berjalan yang harus dibayar dan sanksi administrasi berupa denda sesuai Pasal 14 Ayat (3) UU KUP;
bahwa menurut Tergugat Surat Tagihan Pajak diterbitkan karena Penggugat tidak atau kurang menyetor pajak penghasilan dalam tahun berjalan berupa angsuran PPh Pasal 25 Tahun 2013;
bahwa menurut Tergugat, penghitungan angsuran PPh Pasal 25 Penggugat sebagai Wajib Pajak Badan Usaha Milik Negara didasarkan pada Pasal 25 ayat (7) UU KUP dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 yang dihitung berdasarkan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) Penggugat tahun 2013 dengan perhitungan sebagai berikut:
Pajak penghasilan yang terutang | Rp 8.322.794.466,00 | ||||
(25% X Rp 33.291.177.865,00) | |||||
Dikurangi dengan pembayaran melaui pihak ketiga:
|
|||||
Rp 246.891.164,00 | |||||
Dasar penghitungan besarnya angsuran PPh | Rp 8.075.903.302,00 | ||||
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 Tahun 2013 setiap bulan yang harus dibayar adalah sebesar: | |||||
1/12 X Rp 8.075.903.302,00 = | Rp 672.991.941,83 |
bahwa Penggugat tidak setuju dengan penghitungan angsuran PPh Pasal 25 yang dilakukan Tergugat dikarenakan dalam RKAP Tahun 2013 Penggugat terdapat penghasilan tidak teratur berupa Laba Penjualan Aset Tetap (Gedung) dan Penghasilan Atas Penghapusan Piutang dan Denda Bank;
bahwa menurut Penggugat, berdasarkan Pasal 25 ayat (6) huruf b UU PPh dan Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-537/PJ./2000 Tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Dalam Tahun Pajak Berjalan Dalam Hal-Hal Tertentu, dalam menghitung angsuran PPh Pasal 25 maka penghasilan yang menjadi dasar penghitungan harus dikurangi dengan penghasilan tidak teratur sehingga angsuran PPh Pasal 25 menurut Penggugat seharusnya Nihil;
bahwa menurut Penggugat, pada perhitungan angsuran PPh Pasal 25 tahun 2013 Tergugat menerapkan perlakuan yang berbeda atas “Pendapatan lain-lain”, dimana atas “Pendapatan lain-lain berupa laba penjualan aset” dikecualikan/bukan merupakan unsur penghasilan dalam perhitungan Tergugat, sedangkan “Pendapatan lain-lain berupa penghapusan hutang dan denda bunga” dimasukkan sebagai unsur penghasilan;
bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap berkas sengketa, bukti-bukti dan penjelasan para pihak dalam persidangan serta hasil pemeriksaan terhadap bukti-bukti yang diserahkan dalam persidangan, diuraikan sebagai berikut :
bahwa Penggugat merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
bahwa Penggugat maupun Tergugat menggunakan Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) Tahun 2013 sebagai dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25 Tahun 2013 sebagai berikut:
bahwa Penggugat menggunakan dasar hukum Pasal 25 ayat (6) Undang-undang PPh dan Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-537/PJ./2000 dalam menghitung angsuran PPh Pasal 25 dengan tidak memperhitungkan penghasilan atas laba penjualan aset dan pendapatan lain-lain yang menurut Penggugat merupakan penghasilan tidak teratur;
bahwa Tergugat menghitung angsuran PPh Pasal 25 Penggugat berdasarkan Pasal 25 ayat (7) Undang-undang PPh jo. Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 yang menurut Tergugat merupakan aturan khusus untuk menghitung besar pajak yang terutang dalam tahun berjalan bagi Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang perbankan, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah, serta Wajib Pajak masuk bursa dan Wajib Pajak lainnya;
bahwa Tergugat memperhitungkan pendapatan lain-lain berupa Penghapusan (waive) Utang Bunga dan Denda karena menurut Tergugat pendapatan tersebut merupakan penghasilan yang akan diterima sebagai pendapatan tahun 2013 yang dapat mempengaruhi penghitungan angsuran PPh tahun berjalan sehingga menjadi dasar penghitungan PPh Pasal 25;
bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (selanjutnya disebut Undang-undang PPh) antara lain mengatur sebagai berikut:
Pasal 25
(1) |
Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:
dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. |
(6) |
Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, sebagai berikut:
|
(7) |
Menteri Keuangan menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak bagi:
|
bahwa Penggugat merupakan Badan Usaha Milik Negara, sehingga Majelis berpendapat penghitungan besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bagi Penggugat adalah berdasarkan Pasal 25 ayat (7) huruf b Undang-undang PPh;
bahwa dalam memori penjelasan Pasal 25 ayat (7) huruf b Undang-undang PPh antara lain diatur sebagai berikut:
“Pada prinsipnya penghitungan besarnya angsuran bulanan dalam tahun berjalan didasarkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu. Namun, ketentuan ini memberi kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk menetapkan dasar penghitungan besarnya angsuran bulanan selain berdasarkan prinsip tersebut di atas. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mendekati kewajaran perhitungan besarnya angsuran pajak karena didasarkan kepada data terkini kegiatan usaha perusahaan. Bagi Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang perbankan, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah, serta Wajib Pajak masuk bursa dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala perlu diatur perhitungan besarnya angsuran tersendiri karena terdapat kewajiban menyampaikan laporan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan dalam suatu periode tertentu kepada instansi Pemerintah yang dapat dipakai sebagai dasar penghitungan untuk menentukan besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan”;
bahwa sebagai pelaksanaan dari Pasal 25 ayat (7) Undang-undang PPh telah diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran pajak Penghasilan Dalam Tahun Pajak Berjalan Yang Harus Dibayar sendiri Oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa dan Wajib Pajak Lainnya Yang Berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 208/PMK.03/2009, antara lain mengatur sebagai berikut:
Pasal 4
(1) | Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, kecuali Wajib Pajak bank dan Sewa Guna Usaha dengan hak opsi, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas). |
(2) | Dalam hal Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum disahkan, maka besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum bulan pengesahan adalah sama dengan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak sebelumnya. |
bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 25 ayat (7) Undang-undang PPh jo. Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 208/PMK.03/2009, besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 Tahun 2013 Penggugat dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun 2013 yang telah disahkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas);
bahwa berdasarkan memori penjelasan Pasal 25 ayat (7) Undang-undang PPh, penghitungan besarnya angsuran pajak yang didasarkan kepada data terkini kegiatan usaha perusahaan dimaksudkan untuk lebih mendekati kewajaran perhitungan besarnya angsuran pajak;
bahwa Majelis berpendapat penggunaan RKAP Tahun 2013 sebagai dasar penghitungan PPh Pasal 25 Tahun 2013 akan lebih mendekati keadaan usaha pada tahun bersangkutan, termasuk penghasilan yang akan diperoleh Penggugat;
bahwa atas penghasilan berupa laba penjualan aset dan pendapatan lain-lain berupa Penghapusan (waive) Utang Bunga dan Denda, Majelis berpendapat sebagai berikut:
a. | Penghasilan berupa laba penjualan aset (gedung)
bahwa Pasal 4 (2) Undang-undang PPh diatur sebagai berikut:
bahwa Pasal 8 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, mengatur sebagai berikut: “Bagi Wajib Pajak yang melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) bersifat final”.
bahwa atas penghasilan berupa laba penjualan aset (gedung) merupakan penghasilan yang terutang PPh Final berdasarkan Pasal 4 ayat (2) huruf d Undang-undang PPh sehingga tidak diperhitungkan sebagai penghasilan dalam menghitung Pajak Penghasilan tahun berjalan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan; |
||||||||
b. | Pendapatan lain-lain berupa Penghapusan (waive) Utang Bunga dan Denda
bahwa pendapatan lain-lain berupa Penghapusan (waive) Utang Bunga dan Denda RKAP adalah proyeksi penghasilan yang akan diterima Penggugat Tahun 2013 sehingga diperhitungkan sebagai penghasilan dalam menghitung Pajak Penghasilan tahun berjalan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan; |
bahwa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana beberapa kali telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (selanjutnya disebut Undang-undang KUP), antara lain mengatur sebagai berikut :
Pasal 14
(1) |
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila :
|
||||||||||||||
(3) | Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak; |
bahwa berdasarkan uraian di atas, Majelis berpendapat penghitungan pajak penghasilan tahun berjalan yang dilakukan Tergugat sudah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan perpajakan sehingga pengenaan Surat Tagihan Pajak Nomor: 00012/106/13/051/14 tanggal 06 Maret 2014 sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
bahwa Penggugat telah menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2013 pada tanggal 02 Januari 2015 dengan Penghasilan Neto Fiskal sebesar Rp109.397.343.825,00 dan Pajak Terutang sebesar Rp443.087.000,00;
bahwa Penggugat mengajukan permohonan pengurangan ketetapan pajak atas Surat Tagihan Pajak berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Huruf c kepada Tergugat pada tanggal 16 November 2017;
bahwa dengan demikian pada saat Tergugat memproses permohonan Penggugat terkait Pasal 36 ayat (1) huruf c, sudah terdapat data terkait besarnya pajak yang terhutang untuk tahun pajak 2013;
bahwa Pasal 36 ayat (1) Undang-undang KUP antara lain mengatur sebagai berikut:
(1) |
Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat :
|
bahwa dalam memori penjelasan pasal 36 ayat (1) Undang-undang KUP antara lain disebutkan Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak dan berlandaskan unsur keadilan dapat mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar. Demikian juga, atas Surat Tagihan Pajak yang tidak benar dapat dilakukan pengurangan atau pembatalan oleh Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak;
bahwa PPh Pasal 25 adalah pembayaran PPh secara angsuran dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak setiap bulan setelah dikurangi dengan kredit pajak. PPh Pasal 25 memberikan kemudahan bagi wajib pajak agar tidak terlalu terbebani dengan pembayaran pajak sekaligus pada akhir tahun yang dirasa akan memberatkan wajib pajak;
bahwa pada dasarnya besarnya pembayaran angsuran pajak oleh Wajib Pajak sendiri dalam tahun berjalan sedapat mungkin diupayakan mendekati jumlah pajak yang akan terutang pada akhir tahun;
bahwa pada tahun pajak 2013, Penggugat telah menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Badan dan atas pajak yang terutang pada akhir tahun 2013 telah dibayar oleh Penggugat;
bahwa berdasarkan memori penjelasan Pasal 3 ayat (1) Undang-undang KUP, salah satu fungsi Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang;
bahwa apabila Penggugat masih harus membayar Surat Tagihan Pajak atas pajak penghasilan tahun berjalan yang harus dibayar (angsuran PPh Pasal 25) untuk Masa Pajak Januari s.d. Desember 2013, maka pembayaran pajak Penggugat akan tidak sesuai dengan jumlah pajak yang seharusnya terutang dan akan terjadi kelebihan pembayaran pajak untuk tahun pajak 2013;
bahwa mengingat pajak terutang untuk Tahun Pajak 2013 telah dibayar oleh Penggugat bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2013 Majelis berpendapat seharusnya Tergugat dapat membatalkan/mengurangkan Surat Tagihan Pajak atas pajak penghasilan tahun berjalan yang harus dibayar (angsuran PPh Pasal 25) untuk Masa Pajak Januari
s.d. Desember 2013 menjadi Nihil;
bahwa berdasarkan uraian dan pertimbangan di atas, Majelis berpendapat untuk “mengabulkan seluruhnya” gugatan Penggugat;
bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan untuk Mengabulkan Seluruhnya gugatan Penggugat;
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan sengketa ini;
Mengabulkan seluruhnya gugatan Penggugat terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-00293/NKEB/WPJ.19/2018 tanggal 28 Februari 2018 tentang Pengurangan Ketetapan Pajak Atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Huruf c Karena Permohonan Wajib Pajak atas Pajak Penghasilan Masa Pajak Mei 2013 Nomor: 00012/106/13/051/14 tanggal 06 Maret 2014, atas nama: Pemohon Banding, sehingga perhitungan menjadi sebagai berikut :
1 | Pajak yang harus dibayar | Rp | 0,00 |
2 | Telah Dibayar | Rp | 0,00 |
3 | Kurang Dibayar | Rp | 0,00 |
4 | Sanksi Administrasi: | ||
Bunga Pasal 14 ayat (3) UU KUP | Rp | 0,00 | |
5 | Jumlah yang masih harus dibayar | Rp | 0,00 |
Demikian diputus di Jakarta berdasarkan musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada hari Rabu, tanggal 19 September 2018 oleh Hakim Majelis I.B Pengadilan Pajak dengan susunan Majelis sebagai berikut:
R, Ak., M.Si | sebagai Hakim Ketua, |
W, SP., M.M. | sebagai Hakim Anggota, |
JEW, S.E., M.M, | sebagai Hakim Anggota, |
dengan dibantu oleh LN, S.E., Ak., M.M. |
sebagai Panitera Pengganti, |
Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Rabu, tanggal 24 Oktober 2018, dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, dan dihadiri oleh Penggugat namun tidak dihadiri oleh Tergugat.
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.