Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT-002330.99/2018/PP/M.IB Tahun 2018

Kategori : Lainnya

Upaya Hukum : Gugatan
19 December 2023
Share

Pokok Sengketa:

bahwa yang menjadi sengketa dalam Gugatan ini adalah Penerbitan Keputusan Tergugat Nomor: KEP-00292/NKEB/WPJ.19/2018 tanggal 28 Februari 2018 tentang Pengurangan Ketetapan Pajak Atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Huruf c Karena Permohonan Wajib Pajak, yang tidak disetujui oleh Penggugat;

  

Menurut Tergugat:

I. DASAR HUKUM DAN REGULASI

bahwa ketentuan dan regulasi yang terkait dengan pokok sengketa, antara lain diatur dalam aturan sebagai berikut:

1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan s.t.d.t.d. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP), antara lain mengatur:
(1) Pasal 14 ayat (1)

Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila:

a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
b. dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
c. Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga;
d. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;
e. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, selain:
  1. identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya;atau
  2. idetitas pembeli serta nama dan tandatangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b dan huruf g Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, dalam hal penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran;
f. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak; atau
g. Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.

(2) Pasal 14 ayat (3)

Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak;

2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Undang-Undang PPh) mengatur antara lain:
(1) Pasal 25 ayat (1)

Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:

  1. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan
  2. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24,

dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak;

(2) Pasal 25 ayat (6)

Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, sebagai berikut:

  1. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian;
  2. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur;
  3. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan;
  4. Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan;
  5. Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan; dan
  6. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.
(3) Pasal 25 ayat (7)

Menteri Keuangan menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak bagi:

  1. Wajib Pajak baru;
  2. bank, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, Wajib Pajak masuk bursa, dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus membuat laporan keuangan berkala; dan
  3. Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu dengan tarif paling tinggi 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen) dari peredaran bruto;

  

Penjelasan Pasal 25 ayat (7) huruf b

bahwa pada prinsipnya penghitungan besarnya angsuran bulanan dalam tahun berjalan didasarkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu. Namun, ketentuan ini memberi kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk menetapkan dasar penghitungan besarnya angsuran bulanan selain berdasarkan prinsip tersebut di atas. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mendekati kewajaran perhitungan besarnya angsuran pajak karena didasarkan kepada data terkini kegiatan usaha perusahaan;

 

bahwa bagi Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang perbankan, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah, serta Wajib Pajak masuk bursa dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala perlu diatur perhitungan besarnya angsuran tersendiri karena terdapat kewajiban menyampaikan laporan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan dalam suatu periode tertentu kepada instansi Pemerintah yang dapat dipakai sebagai dasar penghitungan untuk menentukan besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan;

3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Dalam Tahun Pajak Berjalan Yang Harus Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa Dan Wajib Pajak Lainnya Yang Berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 208/PMK.03/2009 mengatur antara lain:
(1) Pasal 4 ayat (1)

Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, kecuali Wajib Pajak bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas);

(2) Pasal 4 ayat (2)

Dalam hal Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum disahkan, maka besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum bulan pengesahan adalah sama dengan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak sebelumnya;
 

II. TANGGAPAN TERGUGAT
1. Berdasarkan penelitian Surat Pemberitahuan tentang Besarnya Angsuran PPh Pasal 25 Tahun 2013 nomor S-00093/RKAP/WPJ.19/KP.0303/2013 tanggal 22 Juli 2013 diketahui bahwa Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Tiga memberitahukan besarnya angsuran PPh Pasal 25 Tahun 2013 untuk Penggugat sebesar Rp672.991.941,83.

bahwa di lain pihak Penggugat berpendapat bahwa besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk Tahun 2013 adalah nihil;

2. Berdasarkan Surat Pemberitahuan tentang Besarnya Angsuran PPh Pasal 25 Tahun 2013 dan surat pemberian keterangan tambahan Penggugat, diketahui bahwa sengketa antara Penggugat dan Tergugat disebabkan karena KPP Wajib Pajak Besar Tiga menghitung besarnya angsuran PPh Pasal 25 dengan menggunakan laba RKAP 2013 yang muncul dari proyeksi atas pendapatan Iain berupa penghapusan utang dan denda bunga sebesar Rp107.020.506.318. Sedangkan pendapatan lain berupa laba penjualan aset tetap telah dikeluarkan dari penghitungan tersebut;
3. Berdasarkan penelitian data pendukung yang disampaikan Penggugat diketahui bahwa penghapusan utang dan denda bunga sebesar Rp107.020.506.318 sudah dapat diketahui sejak tahun 2012;

bahwa hal tersebut dibuktikan pada Catatan Laporan Keuangan (Audit Report) Tahun 2012 angka 32, yang menyebutkan bahwa Penggugat telah menyepakati penyelesaian final utang kredit Bank Mandiri sesuai Surat Persetujuan Penyelesaian Kredit No.TFS.SAM/ AEMD.04/SPPK/2013 tanggal 29 April 2013 yang memuat ketentuan diantaranya bahwa Bank Mandiri menyetujui penghapusan (waive) atas seluruh bunga dan denda atas pinjaman. Hal ini dikuatkan oleh surat Bank Mandiri No. TFS.SAM/AEMD.215/2013 tentang posisi fasilitas kredit Penggugat. Dalam RKAP 2013 pendapatan tersebut juga sudah diproyeksikan oleh Penggugat akan diperoleh pada tahun 2013.

4. Pada kenyataannya, pendapatan tersebut telah diakui di tahun 2013 yang dibuktikan dengan Catatan Laporan Keuangan (Audit Report) Tahun 2013 angka 29 terkait Pendapatan atas Penghapusan Utang Bunga dan Denda. Pendapatan atas penghapusan utang bunga dan denda berasal dari pelunasan fasilitas kredit modal kerja dari PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dengan Akta Perjanjian Kredit Modal Kerja No.23 tanggal 7 Oktober 2004;

bahwa berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa pendapatan lain berupa Penghapusan (waive) Utang Bunga dan Denda yang telah diproyeksikan pada RKAP 2013 dapat dipastikan diperoleh sebagai pendapatan di tahun 2013. Atas dasar tersebut, memasukkan penghasilan tersebut dalam penghitungan angsuran PPh Pasal 25 adalah hat yang sudah tepat;

5. Mengingat kedudukan Penggugat adalah BUMN, maka dalam hal angsuran PPh Pasal 25 mengacu kepada ketentuan Pasal 25 ayat (7) UU PPh yang mana menyatakan bahwa :

Menteri Keuangan menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak bagi :

  1. Wajib Pajak baru;
  2. bank, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, Wajib Pajak masuk bursa, dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus membuat laporan keuangan berkala; dan
  3. Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu dengan tarif paling tinggi 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen) dari peredaran bruto
6. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 yang merupakan aturan terkait dengan ketentuan Pasal 25 ayat (7) UU PPh, penentuan besarnya angsuran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan untuk Wajib Pajak Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diatur khusus melalui mekanisme perhitungan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan RUPS dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas);
7. Ketentuan adanya penghasilan tidak teratur sebagaimana diatur pada Pasal 25 ayat (6) Undang-Undang PPh sebagaimana didalilkan oleh Penggugat tidak relevan diterapkan pada sengketa ini mengingat :
Penggugat merupakan BUMN, sehingga harus tunduk pada ketentuan Pasal 25 ayat (7) UU PPh bukan Pasal 25 ayat (6) UU PPh;.
Sesuai dengan penjelasan Pasal 25 ayat (7) huruf b UU PPh dinyatakan Bagi Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang perbankan, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah, serta Wajib Pajak masuk bursa dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala perlu diatur perhitungan besarnya angsuran tersendiri karena terdapat kewajiban menyampaikan laporan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan dalam suatu periode tertentu kepada instansi Pemerintah yang dapat dipakai sebagai dasar penghitungan untuk menentukan besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan;

 

Sehingga dalam ketentuan tersebut jelas bahwa aturan terkait dengan Wajib Pajak yang merupakan BUMN harus mengacu pada ketentuan Pasal 25 ayat (7) UU PPh dimana Wajib Pajak harus menyampaikan laporan keuangan berkala sebagai dasar penghitungan angsuran pajak;

Selanjutnya berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 yang merupakan aturan terkait ketentuan Pasal 25 ayat (7) UU PPh, penentuan besarnya angsuran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan untuk Wajib Pajak Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diatur khusus melalui mekanisme perhitungan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan RUPS dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas);
Fakta dalam persidangan, Pemohon Banding sudah menyerahkan RKAP yang ditandatangani oleh Direksi yang berdasarkan ketentuan Pasal 25 ayat (7) PMK-255/PMK.03/2008 dijadikan untuk menentukan angsuran PPh 25;
Terkait dengan dengan Penghapusan (waive) Utang Bunga dan Denda adalah penghasilan yang akan diterima pada tahun 2013 berdasarkan proyeksi pada RKAP 2013, sehingga harus digunakan sebagai dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25 tahun 2013;
8. Perhitungan angsuran Pajak Penghasilan untuk tahun berjalan (PPh Pasal 25) untuk BUMN merupakan mekanisme khusus yang diatur tersendiri yang tidak mengikuti mekanisme umum yang diatur di Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Atas dasar tersebut, perhitungan PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak sebagai BUMN diatur khusus mengikuti ketentuan yang diatur dalam Pasal 25 ayat (7) Undang-Undang PPh jo. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 (Asas Lex Specialis derogat legi generalis);
9. Berdasarkan penjelasan Pasal 25 ayat (7) UU PPh dijelaskan bahwa pada prinsipnya penghitungan besarnya angsuran bulanan dalam tahun berjalan didasarkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang Namun, ketentuan ini memberi kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk menetapkan dasar penghitungan besarnya angsuran bulanan selain berdasarkan prinsip tersebut di atas. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mendekati kewajaran perhitungan besarnya angsuran pajak karena didasarkan kepada data terkini kegiatan usaha perusahaan;
10. Berdasarkan dokumen RKAP 2013 dan dokumen pendukung lainnya, pendapatan lain-lain berupa Penghapusan (waive) Utang Bunga dan Denda Bank Mandiri merupakan data terkini kegiatan usaha Penggugat yang dapat mempengaruhi penghitungan angsuran PPh Pasal 25;
11. Terkait uraian Penggugat bahwa tidak terdapat arus kas ke dalam likuiditas perusahaan, maka alasan tersebut tidak dapat diterima karena berdasarkan Catatan atas Laporan Keuangan, dasar penyusunan laporan keuangan Penggugat diselenggarakan dengan dasar akrual;
12. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa penerbitan STP Pajak Penghasilan Nomor 00011/106/13/051/14 tanggal 06 Maret 2014 Masa Pajak April 2013 sudah tepat;
 
Menurut Penggugat:

bahwa pendapatan/penghasilan Penggugat yang berasal dari pembebasan/penghapusan hutang dan denda bunga atas fasilitas kredit modal kerja Penggugat kepada PT Bank Mandiri, Tbk menurut Penggugat adalah merupakan pendapatan lain-lain atau “Penghasilan tidak teratur” dalam penghitungan angsuran PPh Pasal 25 Tahun 2013;

 

bahwa atas penghasilan penghapusan hutang dan denda bunga atas fasilitas modal kerja tersebut merupakan pendapatan lain-lain atau penghasilan tidak teratur, hal ini dibuktikan pada Laporan Keuangan (Diaudit) Penggugat Tahun 2013 halaman 5;

 

PT. XXXX

LAPORAN LABA RUGI KOMPREHENSIF

Untuk tahun yang berakhir pada tanggal-tanggal 31 Desember 2013 dan 2012 (Disajikan kembali)

(Disajikan dalam Rupiah penuh, kecuali dinyatakan lain)

 

  Catatan 31 Desember 2013 31 Desember 2012 (DisajikanKemball)
Penjualan bersih 25 20.148.117.716 56,495,374,923
Harga pokok penjualan 26 (36.018.493.994) (44.931.118.950)
Laba (Rugl) Kotor   (15.870.376.277) 11.564.255,973
Beban operasional      
  Beban pemasaran
27 4,237,031,185 12.594.583.719
  Beban umum dan administrasi
28 10.118.737.509 9,478,915,511
  Beban penurunan initial piutang usaha
  10.130.519.885 8.650.516.444
  Jumlah beban operasional
  24.486.288.578 30.724.015.674
Pendapatan (beban) lain-lain      
Pendapatan penghapusan utang bunga dan denda 29 124.343.616.566  
Pendapatan lain-lain 30 53.708.431.096 4,464,925,432
Beban lain-lain 31 (4.235.158.595) (21.679.558.822)
  Jumlah pendapatan (beban) lain-lain
  173,816,889.067 (17.214.633.390)
Laba (rugi) sebelum pajak   133.460.224.211 (36.374.393.092)
(Penghasilan) beban pajak      
  Pajak penghasilan badan
  2.073.043.662  
  Pajak tangguhan
21. 8c (3.675.603.985) (1.862.420.143)
Jumlah (penghasilan) beban pajak   (1.602.560.323) (1.862.420.143)
Laba (rugi) tahun berjalan   135.062.784.534 (34,511,972,949)
Pendapatan komprehensif lain      
Jumlah laba (rugi) komprehensif   135.062.784,534 (34.511.972.949)
Jumlah laba (rugi) komprehensit yang dapat diatribusikan kepada      
  Pemilik entitas induk
  135.062.784.534 (34.511.972.949)
  Kepentingan non pengendall
    -
Jumlah laba (rugi) komprehensif   135.062,784.534 (34.511.972.949)
Total Laba (Rugi) Bersih Periode Berjalan   135.062.784.534 (34.511.972.949)

 

Lihat catatan atas laporan keuangan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuanga secara keseluruhan

 

bahwa pada perhitungan angsuran PPh Pasal 25 Tahun 2013 yang terdapat dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) Tahun 2013, Penggugat telah melakukan koreksi fiskal atas penghasilan penghapusan hutang dan denda bunga atas fasilitas modal kerja dikarenakan merupakan pendapatan lain-lain atau penghasilan tidak teratur;

 

bahwa pihak Tergugat juga telah mengakui bahwa penghasilan Penggugat berupa penghapusan hutang tersebut merupakan pendapatan lain-lain, hal ini Penggugat kutip pada penjelasan Tergugat dalam Surat Nomor S-1119/WPJ.19/2018 perihal Surat Tanggapan atas Pengajuan Gugatan Tehadap Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Pengurangan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Huruf C Karena Permohonan Wajib Pajak, pada halaman 6: Huruf C

Berdasarkan data/dokumen yang diperoleh Tergugat, perbandingan penghitungan angsuran PPh Pasal 25 antara Penggugat dengan Tergugat dapat diuraikan sebagai berikut:

  

Uraian Penggugat Tergugat
1. Laba/(Rugi) menurut RKAP Tahun 2013
166.649.812.669 166.649.812.669
2. Koreksi fiskal postif:
   
  - Biaya Pendidikan pegawai
16.301.250 16.301.250
  - Biaya pengobatan pegawai
78.342.581 78.342.581
  - Biaya kesejahteraan pegawai
608.713.786 608.713.786
  - Sumbangan social
15.000.000 15.000.000
  - Biaya penyisihan piutang dagang
0 4.584.357.000
    Jumlah koreksi fiskal positif
718.357.617 5.302.714.617
3. Koreksi fiskal negatif:
   
  - Laba penjualan asset
52.727.340.676  52.727.340.676 
  - Pendapatan lain-lain 
107.020.506.318 0
    Jumlah Koreksi fiskal negatif
159.747.846.994 52.727.340.676
4. Penghasilan Neto fiskal (1+2-3)
7.620.323.292 119.225.186.610
5. Kompensasi kerugian
(85.934.038.745) (85.934.038.745)
6. Penghasilan kena pajak/PKP (4-5)
(78.313.715.453) (33.291.147.865)
7. PPh Badan terutang (6 x 25%)
0 8.322.794.466
8. Pembayaran melalui pihak ketiga
0 246.891.164
  - PPh Pasal 22 Tahun 2012
0 0
  - PPh Pasal 23 Tahun 2012 Jumlah kredit pajak
0 246.891.164
9. Dasar perhitungan PPh Pasal 25 (7-8)
0 8.075.903.302
10. Angsuran PPh Pasal 25 / Bulan:
Nihil 672.991.941,83
  - 1/12 X angka 9
   
 

bahwa mengacu kepada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Tanggal 23 September 2008 pada Pasal 25 ayat (6) huruf b:

 

“Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, sebagai berikut:

  1. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian;
  2. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur;
  3. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan;
  4. Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan;
  5. Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan; dan
  6. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.”

bahwa dalam pelaksanaannya diatur dalam Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-537/PJ./2000 Tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Dalam Tahun Pajak Berjalan Dalam Hal-Hal Tertentu Tanggal 29 Desember 2000, dimana dijelaskan bahwa penghasilan neto fiskal yang dijadikan dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25 Tahun Pajak berjalan adalah setelah dikurangi dengan “Penghasilan tidak teratur”.

 

Dalam Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-537/PJ./2000 Tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Dalam Tahun Pajak Berjalan Dalam Hal-Hal Tertentu Tanggal 29 Desember 2000, dijelaskan bahwa:

- Pasal 1 Huruf b:
“Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:
a. Hal-hal tertentu adalah:
(1) Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian;
(2) Wajib pajak memperoleh penghasilan tidak teratur; …
- Pasal 1 Huruf d:

“Penghasilan teratur adalah penghasilan yang lazimnya diterima atau diperoleh secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam setiap tahun pajak, yang bersumber dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, harta dan atau modal, kecuali penghasilan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final. Tidak termasuk dalam penghasilan teratur adalah keuntungan selisih kurs dari utang/piutang dalam mata uang asing dan keuntungan dari pengalihan harta (capital gain) sepanjang bukan merupakan penghasilan dari kegiatan usaha pokok, serta penghasilan lainnya yang bersifat insidentil.”

- Pasal 3:
(1) “Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam hal Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung dengan dasar penghitungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang dipotong dan atau dipungut serta Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 17 TAHUN 2000, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak Wajib Pajak baru;
(2) Dasar penghitungan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalahjumlah penghasilan neto menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu setelah dikurangi dengan penghasilan tidak teratur yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut.”
 

bahwa pada perhitungan angsuran PPh Pasal 25 tahun 2013 Tergugat diatas, pihak Tergugat menerapkan perlakuan yang berbeda atas “Pendapatan lain-lain”, dimana atas “Pendapatan lain-lain berupa laba penjualan aset” dikecualikan/bukan merupakan unsur penghasilan dalam perhitungan Tergugat, sedangkan “Pendapatan lain-lain berupa penghapusan hutang dan denda bunga” dimasukan sebagai unsur penghasilan. Menurut Penggugat, Tergugat tidak konsisten dalam menerapkan peraturan atas “Pendapatan lain-lain”.

 

bahwa berdasarkan data, fakta persidangan dan pernyataan Penggugat diatas, maka menurut Penggugat besarnya angsuran PPh Pasal 25 Masa April 2013 adalah menjadi NIHIL;

  

Menurut Majelis:

bahwa yang menjadi sengketa adalah Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor: KEP-00292/NKEB/WPJ.19/2018 tanggal 28 Februari 2018 tentang Pengurangan Ketetapan Pajak Atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Huruf c Karena Permohonan Wajib Pajak atas Pajak Penghasilan Masa Pajak April 2013 Nomor: 00011/106/13/051/14 tanggal 06 Maret 2014 yang tidak disetujui Penggugat;

 

bahwa Tergugat telah menerbitkan Surat Tagihan Pajak Pajak Penghasilan Masa Pajak April 2013 Nomor: 00011/106/13/051/14 tanggal 06 Maret 2014 yang berisi tagihan atas pajak penghasilan tahun berjalan yang harus dibayar dan sanksi administrasi berupa denda sesuai Pasal 14 Ayat (3) UU KUP;

 

bahwa menurut Tergugat Surat Tagihan Pajak diterbitkan karena Penggugat tidak atau kurang menyetor pajak penghasilan dalam tahun berjalan berupa angsuran PPh Pasal 25 Tahun 2013;

 

bahwa menurut Tergugat, penghitungan angsuran PPh Pasal 25 Penggugat sebagai Wajib Pajak Badan Usaha Milik Negara didasarkan pada Pasal 25 ayat (7) UU KUP dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 yang dihitung berdasarkan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) Penggugat tahun 2013 dengan perhitungan sebagai berikut:

 

Pajak penghasilan yang terutang Rp 8.322.794.466,00
(25% X Rp 33.291.177.865,00)  

Dikurangi dengan pembayaran melaui pihak ketiga:

- PPh Pasal 22 Tahun 2012 Rp 246.891.164,00
- PPh Pasal 23 Tahun 2012 Rp                  0,00

 
  Rp      246.891.164,00
Dasar penghitungan besarnya angsuran PPh Rp 8.075.903.302,00
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 Tahun 2013 setiap bulan yang harus dibayar adalah sebesar:
1/12 X Rp 8.075.903.302,00 =  Rp 672.991.941,83

 

bahwa Penggugat tidak setuju dengan penghitungan angsuran PPh Pasal 25 yang dilakukan Tergugat dikarenakan dalam RKAP Tahun 2013 Penggugat terdapat penghasilan tidak teratur berupa Laba Penjualan Aset Tetap (Gedung) dan Penghasilan Atas Penghapusan Piutang dan Denda Bank;

 

bahwa menurut Penggugat, berdasarkan Pasal 25 ayat (6) huruf b UU PPh dan Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-537/PJ./2000 Tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Dalam Tahun Pajak Berjalan Dalam Hal-Hal Tertentu, dalam menghitung angsuran PPh Pasal 25 maka penghasilan yang menjadi dasar penghitungan harus dikurangi dengan penghasilan tidak teratur sehingga angsuran PPh Pasal 25 menurut Penggugat seharusnya Nihil;

 

bahwa menurut Penggugat, pada perhitungan angsuran PPh Pasal 25 tahun 2013 Tergugat menerapkan perlakuan yang berbeda atas “Pendapatan lain-lain”, dimana atas “Pendapatan lain-lain berupa laba penjualan aset” dikecualikan/bukan merupakan unsur penghasilan dalam perhitungan Tergugat, sedangkan “Pendapatan lain-lain berupa penghapusan hutang dan denda bunga” dimasukkan sebagai unsur penghasilan;

 

bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap berkas sengketa, bukti-bukti dan penjelasan para pihak dalam persidangan serta hasil pemeriksaan terhadap bukti-bukti yang diserahkan dalam persidangan, diuraikan sebagai berikut :

bahwa Penggugat merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN);

 

bahwa Penggugat maupun Tergugat menggunakan Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) Tahun 2013 sebagai dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25 Tahun 2013 sebagai berikut:

  

bahwa Penggugat menggunakan dasar hukum Pasal 25 ayat (6) Undang-undang PPh dan Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-537/PJ./2000 dalam menghitung angsuran PPh Pasal 25 dengan tidak memperhitungkan penghasilan atas laba penjualan aset dan pendapatan lain-lain yang menurut Penggugat merupakan penghasilan tidak teratur;

 

bahwa Tergugat menghitung angsuran PPh Pasal 25 Penggugat berdasarkan Pasal 25 ayat (7) Undang-undang PPh jo. Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 yang menurut Tergugat merupakan aturan khusus untuk menghitung besar pajak yang terutang dalam tahun berjalan bagi Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang perbankan, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah, serta Wajib Pajak masuk bursa dan Wajib Pajak lainnya;

 

bahwa Tergugat memperhitungkan pendapatan lain-lain berupa Penghapusan (waive) Utang Bunga dan Denda karena menurut Tergugat pendapatan tersebut merupakan penghasilan yang akan diterima sebagai pendapatan tahun 2013 yang dapat mempengaruhi penghitungan angsuran PPh tahun berjalan sehingga menjadi dasar penghitungan PPh Pasal 25;

 

bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (selanjutnya disebut Undang-undang PPh) antara lain mengatur sebagai berikut:

 

Pasal 25

(1) Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:
  1. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan
  2. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24,

dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

(6) Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, sebagai berikut:
  1. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian;
  2. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur;
  3. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan;
  4. Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan;
  5. Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan; dan
  6. terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.
(7) Menteri Keuangan menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak bagi:
  1. Wajib Pajak baru;
  2. bank, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, Wajib Pajak masuk bursa, dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus membuat laporan keuangan berkala; dan
  3. Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu dengan tarif paling tinggi 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen) dari peredaran bruto.

  

bahwa Penggugat merupakan Badan Usaha Milik Negara, sehingga Majelis berpendapat penghitungan besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bagi Penggugat adalah berdasarkan Pasal 25 ayat (7) huruf b Undang-undang PPh;

 

bahwa dalam memori penjelasan Pasal 25 ayat (7) huruf b Undang-undang PPh antara lain diatur sebagai berikut:

 

“Pada prinsipnya penghitungan besarnya angsuran bulanan dalam tahun berjalan didasarkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu. Namun, ketentuan ini memberi kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk menetapkan dasar penghitungan besarnya angsuran bulanan selain berdasarkan prinsip tersebut di atas. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mendekati kewajaran perhitungan besarnya angsuran pajak karena didasarkan kepada data terkini kegiatan usaha perusahaan. Bagi Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang perbankan, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah, serta Wajib Pajak masuk bursa dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala perlu diatur perhitungan besarnya angsuran tersendiri karena terdapat kewajiban menyampaikan laporan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan dalam suatu periode tertentu kepada instansi Pemerintah yang dapat dipakai sebagai dasar penghitungan untuk menentukan besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan”;

 

bahwa sebagai pelaksanaan dari Pasal 25 ayat (7) Undang-undang PPh telah diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran pajak Penghasilan Dalam Tahun Pajak Berjalan Yang Harus Dibayar sendiri Oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa dan Wajib Pajak Lainnya Yang Berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 208/PMK.03/2009, antara lain mengatur sebagai berikut:

 

Pasal 4

(1) Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, kecuali Wajib Pajak bank dan Sewa Guna Usaha dengan hak opsi, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).
(2) Dalam hal Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum disahkan, maka besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum bulan pengesahan adalah sama dengan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak sebelumnya.

 
bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 25 ayat (7) Undang-undang PPh jo. Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 208/PMK.03/2009, besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 Tahun 2013 Penggugat dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun 2013 yang telah disahkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas);

 

bahwa berdasarkan memori penjelasan Pasal 25 ayat (7) Undang-undang PPh, penghitungan besarnya angsuran pajak yang didasarkan kepada data terkini kegiatan usaha perusahaan dimaksudkan untuk lebih mendekati kewajaran perhitungan besarnya angsuran pajak;

 

bahwa Majelis berpendapat penggunaan RKAP Tahun 2013 sebagai dasar penghitungan PPh Pasal 25 Tahun 2013 akan lebih mendekati keadaan usaha pada tahun bersangkutan, termasuk penghasilan yang akan diperoleh Penggugat;

 

bahwa atas penghasilan berupa laba penjualan aset dan pendapatan lain-lain berupa Penghapusan (waive) Utang Bunga dan Denda, Majelis berpendapat sebagai berikut:

a. Penghasilan berupa laba penjualan aset (gedung)

bahwa Pasal 4 (2) Undang-undang PPh diatur sebagai berikut:

(2) Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:
a. ...
d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
e. ....... dst,
yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.


bahwa Pasal 8 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, mengatur sebagai berikut: “Bagi Wajib Pajak yang melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) bersifat final”.

 

bahwa atas penghasilan berupa laba penjualan aset (gedung) merupakan penghasilan yang terutang PPh Final berdasarkan Pasal 4 ayat (2) huruf d Undang-undang PPh sehingga tidak diperhitungkan sebagai penghasilan dalam menghitung Pajak Penghasilan tahun berjalan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan;

b. Pendapatan lain-lain berupa Penghapusan (waive) Utang Bunga dan Denda

bahwa pendapatan lain-lain berupa Penghapusan (waive) Utang Bunga dan Denda RKAP adalah proyeksi penghasilan yang akan diterima Penggugat Tahun 2013 sehingga diperhitungkan sebagai penghasilan dalam menghitung Pajak Penghasilan tahun berjalan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan;

 

bahwa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana beberapa kali telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (selanjutnya disebut Undang-undang KUP), antara lain mengatur sebagai berikut :

 

Pasal 14

(1) Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila :
a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
b. dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
c. Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga;
d. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagal Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;
e. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi faktur pajak secara Iengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, selain:
  1. identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya; atau
  1. identitas pembeli serta nama dan tandatangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b dan huruf g Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, dalam hal penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran;
f. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak; atau
g. Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya;
(3) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak;
 

bahwa berdasarkan uraian di atas, Majelis berpendapat penghitungan pajak penghasilan tahun berjalan yang dilakukan Tergugat sudah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan perpajakan sehingga pengenaan Surat Tagihan Pajak Nomor: 00011/106/13/051/14 tanggal 06 Maret 2014 sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

 

bahwa Penggugat telah menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2013 pada tanggal 02 Januari 2015 dengan Penghasilan Neto Fiskal sebesar Rp109.397.343.825,00 dan Pajak Terutang sebesar Rp443.087.000,00;

 

bahwa Penggugat mengajukan permohonan pengurangan ketetapan pajak atas Surat Tagihan Pajak berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Huruf c kepada Tergugat pada tanggal 16 November 2017;

 

bahwa dengan demikian pada saat Tergugat memproses permohonan Penggugat terkait Pasal 36 ayat (1) huruf c, sudah terdapat data terkait besarnya pajak yang terhutang untuk tahun pajak 2013;

 

bahwa Pasal 36 ayat (1) Undang-undang KUP antara lain mengatur sebagai berikut:

(1) Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat :
a. ...
c. mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yang tidak benar;atau
d. ....... dst
 

bahwa dalam memori penjelasan pasal 36 ayat (1) Undang-undang KUP antara lain disebutkan Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak dan berlandaskan unsur keadilan dapat mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar. Demikian juga, atas Surat Tagihan Pajak yang tidak benar dapat dilakukan pengurangan atau pembatalan oleh Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak;

 

bahwa PPh Pasal 25 adalah pembayaran PPh secara angsuran dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak setiap bulan setelah dikurangi dengan kredit pajak. PPh Pasal 25 memberikan kemudahan bagi wajib pajak agar tidak terlalu terbebani dengan pembayaran pajak sekaligus pada akhir tahun yang dirasa akan memberatkan wajib pajak;

 

bahwa pada dasarnya besarnya pembayaran angsuran pajak oleh Wajib Pajak sendiri dalam tahun berjalan sedapat mungkin diupayakan mendekati jumlah pajak yang akan terutang pada akhir tahun;

 

bahwa pada tahun pajak 2013, Penggugat telah menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Badan dan atas pajak yang terutang pada akhir tahun 2013 telah dibayar oleh Penggugat;

 

bahwa berdasarkan memori penjelasan Pasal 3 ayat (1) Undang-undang KUP, salah satu fungsi Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang;

 

bahwa apabila Penggugat masih harus membayar Surat Tagihan Pajak atas pajak penghasilan tahun berjalan yang harus dibayar (angsuran PPh Pasal 25) untuk Masa Pajak Januari s.d. Desember 2013, maka pembayaran pajak Penggugat akan tidak sesuai dengan jumlah pajak yang seharusnya terutang dan akan terjadi kelebihan pembayaran pajak untuk tahun pajak 2013;

 

bahwa mengingat pajak terutang untuk Tahun Pajak 2013 telah dibayar oleh Penggugat bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2013 Majelis berpendapat seharusnya Tergugat dapat membatalkan/mengurangkan Surat Tagihan Pajak atas pajak penghasilan tahun berjalan yang harus dibayar (angsuran PPh Pasal 25) untuk Masa Pajak Januari s.d. Desember 2013 menjadi Nihil;

 

bahwa berdasarkan uraian dan pertimbangan di atas, Majelis berpendapat untuk “mengabulkan seluruhnya” gugatan Penggugat;

  

Menimbang:

bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan untuk Mengabulkan Seluruhnya gugatan Penggugat;

  

Mengingat:

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan sengketa ini;

  

Memutuskan:

Mengabulkan seluruhnya gugatan Penggugat terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-00292/NKEB/WPJ.19/2018 tanggal 28 Februari 2018 tentang Pengurangan Ketetapan Pajak Atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Huruf c Karena Permohonan Wajib Pajak atas Pajak Penghasilan Masa Pajak April 2013 Nomor: 00011/106/13/051/14 tanggal 06 Maret 2014, atas nama: Pemohon Banding, sehingga perhitungan menjadi sebagai berikut :

  

1 Pajak yang harus dibayar Rp 0,00
2 Telah Dibayar Rp 0,00
3 Kurang Dibayar Rp 0,00
4 Sanksi Administrasi:    
  Bunga Pasal 14 ayat (3) UU KUP Rp 0,00
5 Jumlah yang masih harus dibayar Rp 0,00

 

Demikian diputus di Jakarta berdasarkan musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada hari Rabu, tanggal 19 September 2018 oleh Hakim Majelis I.B Pengadilan Pajak dengan susunan Majelis sebagai berikut:

 

R, Ak., M.Si  sebagai Hakim Ketua,
W, SP., M.M. sebagai Hakim Anggota,
JEW, S.E., M.M, sebagai Hakim Anggota,
dengan dibantu oleh
LN, S.E., Ak., M.M.

sebagai Panitera Pengganti,

 

Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Rabu, tanggal 24 Oktober 2018, dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, dan dihadiri oleh Penggugat namun tidak dihadiri oleh Tergugat.