Peraturan Dirjen Bea dan Cukai Nomor : PER - 24/BC/2023

Kategori : Lainnya

Tata Cara Penetapan Pendayagunaan Dan Kriteria Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer (It Inventory) Bagi Badan Usaha Atau Pelaku Usaha Di Kawasan Ekonomi Khusus
22 December 2023
Share

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR PER - 24/BC/2023

TENTANG

TATA CARA PENETAPAN PENDAYAGUNAAN DAN KRITERIA SISTEM INFORMASI PERSEDIAAN BERBASIS KOMPUTER (IT INVENTORY) BAGI BADAN USAHA ATAU PELAKU USAHA DI KAWASAN EKONOMI KHUSUS

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

Menimbang :
  1. bahwa ketentuan mengenai tata cara penetapan pendayagunaan dan kriteria sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory) bagi badan usaha atau pelaku usaha di Kawasan Ekonomi Khusus telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-03/BC/2021 tentang Tata Cara Penetapan Pendayagunaan dan Kriteria Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer (IT Inventory) bagi Badan Usaha atau Pelaku Usaha di Kawasan Ekonomi Khusus;
  2. bahwa untuk lebih memberikan kepastian hukum dan menyelaraskan ketentuan perpajakan, kepabeanan, dan cukai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.010/2020 tentang Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan, dan Cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.010/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.010/2020 tentang Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan, dan Cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus, perlu melakukan penyesuaian terhadap tata cara penetapan pendayagunaan dan kriteria sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory) bagi badan usaha atau pelaku usaha di Kawasan Ekonomi Khusus;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.010/2020 tentang Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan, dan Cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.010/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.010/2020 tentang Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan, dan Cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Tata Cara Penetapan Pendayagunaan dan Kriteria Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer (IT Inventory) bagi Badan Usaha atau Pelaku Usaha di Kawasan Ekonomi Khusus;
Mengingat :
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.010/2020 tentang Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan, dan Cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1685) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.010/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.010/2020 tentang Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan, dan Cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 256);

MEMUTUSKAN:


Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG TATA CARA PENETAPAN PENDAYAGUNAAN DAN KRITERIA SISTEM INFORMASI PERSEDIAAN BERBASIS KOMPUTER (IT INVENTORY) BAGI BADAN USAHA ATAU PELAKU USAHA DI KAWASAN EKONOMI KHUSUS.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
  1. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang tentang Kepabeanan.
  2. Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  3. Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
  4. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, yang selanjutnya disebut dengan Kawasan Bebas, adalah kawasan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
  5. Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk.
  6. Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang selanjutnya disingkat TLDDP adalah Daerah Pabean selain Kawasan Bebas, TPB dan KEK.
  7. Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.
  8. Administrator KEK adalah unit kerja yang bertugas menyelenggarakan perizinan berusaha, perizinan lainnya, pelayanan, dan pengawasan di KEK.
  9. Badan Usaha adalah badan usaha yang menyelenggarakan kegiatan usaha KEK.
  10. Pelaku Usaha adalah pelaku usaha yang menjalankan kegiatan usaha di KEK.
  11. Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer (IT Inventory) yang selanjutnya disebut IT Inventory adalah suatu sistem informasi berbasis teknologi informasi yang dirancang, dibangun, dan digunakan oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha.
  12. Sistem Aplikasi KEK adalah sistem elektronik yang terdiri dari Sistem Indonesia National Single Window, Sistem Komputer Pelayanan Bea dan Cukai, dan aplikasi lain yang mengotomasikan proses bisnis kegiatan pemasukan, perpindahan, dan pengeluaran barang ke dan dari KEK.
  13. Sistem Indonesia National Single Window yang selanjutnya disingkat SINSW adalah sistem elektronik yang mengintegrasikan sistem dan/atau informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan, dokumen kekarantinaan, dokumen perizinan, dokumen kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan dokumen lain yang terkait dengan ekspor dan/atau impor, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis.
  14. Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
  15. Sistem Pengendalian Internal, yang selanjutnya disingkat SPI adalah sebuah sistem yang digunakan untuk mengomunikasikan dan mengendalikan bagian-bagian yang terkait dengan kegiatan/aktivitas bisnis perusahaan, perpindahan barang, proses akuntansi, dan lain-lain yang bertujuan untuk memastikan kepatuhan perusahaan terhadap peraturan.
  16. Barang Modal adalah harta berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, termasuk pengeluaran berkaitan dengan perolehan barang modal yang dikapitalisasi ke dalam harga perolehan barang modal tersebut.
  17. Barang Konsumsi adalah barang/bahan baku habis pakai yang digunakan oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha jasa untuk kegiatan yang menghasilkan jasa di KEK.
  18. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
  19. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disebut Kantor Wilayah merupakan instansi vertikal yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
  20. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
  21. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
  22. Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.
  23. Pajak Dalam Rangka Impor yang selanjutnya disingkat PDRI adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan/atau Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22.
  24. Pemberitahuan Pabean Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat PPKEK adalah pemberitahuan pabean untuk kegiatan pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari KEK.


BAB II
PENDAYAGUNAAN DAN KRITERIA IT INVENTORY

Pasal 2


(1) Badan Usaha atau Pelaku Usaha wajib mendayagunakan IT Inventory untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang.
(2) IT Inventory sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan subsistem dari sistem informasi akuntansi yang akan menghasilkan informasi laporan keuangan dan dapat diakses untuk kepentingan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Direktorat Jenderal Pajak.
(3) Pemenuhan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan Keputusan Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK atas nama Direktur Jenderal mengenai penetapan pendayagunaan IT Inventory.
(4) Badan Usaha yang telah beroperasi di lokasi KEK wajib mendayagunakan IT Inventory sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak menggunakan fasilitas pembebasan Bea Masuk, tidak dipungut PDRI, dan/atau tidak dipungut PPN.
(5) Pelaku Usaha pengolahan dan Pelaku Usaha pusat logistik yang telah beroperasi di lokasi KEK wajib mendayagunakan IT Inventory sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak menggunakan fasilitas penangguhan Bea Masuk, tidak dipungut PDRI, dan/atau tidak dipungut PPN.
(6) Pelaku Usaha jasa yang telah beroperasi di lokasi KEK Pariwisata wajib mendayagunakan IT Inventory sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak menggunakan:
a. fasilitas pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut PDRI atas Barang Konsumsi; atau
b. fasilitas penangguhan Bea Masuk, tidak dipungut PDRI, dan/atau tidak dipungut PPN.
(7) Jangka waktu 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (5), atau ayat (6), terhitung sejak tanggal dokumen pemberitahuan pabean pertama kali yang menggunakan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (5), atau ayat (6).
(8) Badan Usaha atau Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan data atas pendayagunaan IT Inventory kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui Sistem Aplikasi KEK.
(9) Sistem Aplikasi KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (8), dilakukan dengan prinsip:
a. dokumen tunggal (single document);
b. melalui sistem elektronik;
c. integrasi dengan IT Inventory;
d. standardisasi dan pertukaran data SINSW dengan SKP Bea dan Cukai; dan
e. integrasi SINSW dengan sistem perpajakan.


Pasal 3


(1) Penyampaian data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (8) dilakukan dengan cara pemasangan antarmuka pemrograman aplikasi (Application Programming Interface) sebagai komunikasi basis data antar sistem.
(2) Dalam kondisi tertentu, penyampaian data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan cara pengisian data pada format yang disediakan di sebuah jaringan peramban atau portal (webform).
(3) Kriteria kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain:
a. pemasukan atau pengeluaran barang oleh Badan Usaha;
b. pemasukan atau pengeluaran barang yang tidak tercatat sebagai aset atau persediaan dalam pembukuan Badan Usaha atau Pelaku Usaha sesuai prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
c. pemasukan atau pengeluaran barang oleh Pelaku Usaha dalam rangka penyerahan jasa terhadap Pelaku Usaha lain dalam satu KEK; atau
d. dalam hal Badan Usaha atau Pelaku Usaha belum dapat melakukan penyampaian data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk jangka waktu tertentu dengan pertimbangan Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK.
(4) Pertimbangan Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d antara lain dalam hal Badan Usaha atau Pelaku Usaha:
a. memiliki skala usaha mikro, kecil, atau menengah sesuai ketentuan perundang-undangan; dan/atau
b. memerlukan waktu untuk penyesuaian sistem.
(5) Penyampaian data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2) dilakukan secara:
a. langsung setiap ada perubahan; atau
b. berkala sesuai pertimbangan Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK sesuai standar operasional prosedur (SOP) atau SPI Badan Usaha atau Pelaku Usaha.
(6) Penyampaian data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2) disampaikan oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha dalam rangka pengajuan permohonan penetapan pendayagunaan IT Inventory.


Pasal 4


(1) IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) paling kurang meliputi kriteria sebagai berikut:
a. mampu menampilkan data, riwayat aktivitas, dan perpindahan barang minimal dalam waktu 2 (dua) tahun periode sebelumnya;
b. mampu menggambarkan keterkaitan dengan dokumen kepabeanan dan/atau cukai dengan mencantumkan:
1. jenis, nomor, dan tanggal pemberitahuan pabean dan/atau cukai;
2. dokumen perpindahan barang antar Pelaku Usaha dalam satu KEK yang berfungsi sebagai surat jalan;
3. kode barang, dengan karakteristik:
a) digunakan secara konsisten dalam pemberitahuan pabean dan/atau cukai dengan kode yang dibukukan dan/atau dicatat pada IT Inventory;
b) dapat dibedakan antara barang asal impor dengan barang asal TLDDP; dan
c) dapat dibedakan antara barang kegiatan usaha pengolahan dengan barang kegiatan logistik; dan/atau
4. dokumen transaksi keuangan Badan Usaha atau Pelaku Usaha, seperti: invoice, purchase order, dan/atau dokumen transaksi keuangan lain;
c. mampu mencatat pemasukan barang dan pengeluaran barang (termasuk bahan baku, bahan penolong, barang dalam proses (work in process), mesin, dan peralatan), penyesuaian (adjustment), barang jadi (finished good), barang hasil pencacahan (stock opname), barang reject serta barang sisa dan/atau scrap, yang disesuaikan dengan jenis kegiatan usaha Badan Usaha atau Pelaku Usaha di KEK;
d. mampu melakukan pencatatan dan/atau pembukuan secara kontinu dan memberikan data terkini secara:
1. langsung setiap ada perubahan; atau
2. berkala sesuai pertimbangan Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK sesuai standar operasional prosedur (SOP) atau SPI Badan Usaha atau Pelaku Usaha;
e. mampu membuat dan menyampaikan data yang menggambarkan perpindahan barang maupun pengolahan barang yang mendapatkan fasilitas kepabeanan, cukai, dan perpajakan; dan
f. memiliki elemen data sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(2) Pencatatan barang dalam proses (work in process) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dikecualikan bagi Badan Usaha, Pelaku Usaha jasa, dan Pelaku Usaha pusat logistik.
(3) Berdasarkan elemen data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, SINSW dapat menghasilkan laporan IT Inventory dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 5


Informasi yang diperoleh dari pendayagunaan IT Inventory oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat dimanfaatkan untuk:
a. monitoring dan evaluasi kepabeanan dan/atau cukai;
b. audit kepabeanan, cukai, dan/atau perpajakan; dan/atau
c. pemeriksaan sewaktu-waktu.


Pasal 6


(1) Pelaku Usaha yang memiliki kegiatan usaha lebih dari satu kategori wajib mendayagunakan IT Inventory yang menggambarkan setiap kegiatan usahanya.
(2) Kategori usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Pelaku Usaha pengolahan;
b. Pelaku Usaha pusat logistik; dan/atau
c. Pelaku Usaha jasa.


BAB III
PERMOHONAN DAN PENETAPAN IT INVENTORY

Pasal 7


(1) Untuk mendapatkan penetapan pendayagunaan IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), Badan Usaha atau Pelaku Usaha mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK.
(2) Permohonan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melampirkan:
a. daftar isian kelengkapan permohonan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C angka 1 huruf b yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini;
b. akta pendirian dan perubahan terakhir;
c. Nomor Induk Berusaha (NIB);
d. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan surat pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP); dan
e. perizinan sebagai Badan Usaha atau Pelaku Usaha.
(3) Terhadap permohonan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK secara bertahap melakukan:
a. pemeriksaan dokumen;
b. pemeriksaan lokasi; dan
c. penilaian terhadap cara penyampaian data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan/atau ayat (2).
(4) Pemeriksaan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dilakukan dengan verifikasi dokumen yang dilampirkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(5) Pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b paling kurang dilakukan terhadap:
a. pemenuhan kriteria IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1);
b. pemenuhan pendayagunaan closed circuit television (CCTV); dan
c. standar operasional prosedur (SOP) Badan Usaha atau Pelaku Usaha terutama terkait SPI.
(6) Pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung setelah tanggal kesiapan pemeriksaan lokasi dalam permohonan.
(7) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dapat dilakukan dengan meminta bantuan Lembaga National Single Window.
(8) Hasil atas penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c diketahui oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha berdasarkan notifikasi yang dihasilkan dari Sistem Aplikasi KEK dan/atau keterangan hasil penilaian yang diterbitkan oleh Kantor Pabean yang mengawasi KEK.
(9) Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK membuat berita acara pemeriksaan atas kegiatan pemeriksaan dan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung setelah diperoleh kesimpulan atas penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c.
(10) Dalam hal hasil pemeriksaan dokumen, pemeriksaan lokasi, dan/atau penilaian terhadap cara penyampaian data tidak memenuhi persyaratan untuk dilanjutkan ke tahap selanjutnya, Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK menerbitkan surat pengembalian disertai alasan pengembalian.
(11) Tata cara pengajuan permohonan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(12) Keterangan hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (8) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(13) Berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 8


(1) Badan Usaha atau Pelaku Usaha yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus melakukan pemaparan proses bisnis kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK.
(2) Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh anggota direksi atau penanggung jawab perusahaan selaku Badan Usaha atau Pelaku Usaha sesuai dengan data yang tercantum dalam akta pendirian perusahaan yang paling mutakhir.
(3) Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling cepat pada hari kerja berikutnya atau paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal penerbitan berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (9).
(4) Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK dapat mengundang Lembaga National Single Window, Kantor Wilayah, dan/atau Kantor Pelayanan Pajak untuk hadir dalam pemaparan proses bisnis sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Terhadap pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK melakukan penilaian atas:
a. kesesuaian antara proses bisnis dengan pemenuhan kriteria IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4; dan
b. SPI.
(6) Tata cara pemaparan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 9


(1) Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) berdasarkan manajemen risiko dengan mempertimbangkan:
a. berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (9); dan
b. hasil penilaian pemaparan proses bisnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5).
(2) Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan dalam berita acara hasil penilaian pemaparan proses bisnis dan diberikan paling lama 1 (jam) setelah pemaparan selesai dilaksanakan.
(3) Berita acara hasil penilaian pemaparan proses bisnis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(4) Dalam hal permohonan disetujui, Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK atas nama Direktur Jenderal menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal mengenai penetapan pendayagunaan IT Inventory.
(5) Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(6) Dalam hal permohonan ditolak, Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK atas nama Direktur Jenderal menerbitkan surat penolakan disertai alasan penolakan.


Pasal 10


(1) Dalam hal telah diterbitkan keputusan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4), Kepala Kantor yang mengawasi KEK melakukan pencacahan saldo awal berdasarkan permohonan Badan Usaha atau Pelaku Usaha.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan melampirkan saldo awal bahan baku, bahan penolong, Barang Modal, peralatan perkantoran, barang dalam proses, hasil produksi, dan barang lainnya yang mendapat fasilitas di KEK.
(3) Permohonan pencacahan saldo awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(4) Penyampaian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4).
(5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjadi dasar bagi Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK untuk:
a. melakukan pemeriksaan saldo awal dan membuat berita acara pencacahan (stock opname) dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; dan
b. menugaskan Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan kegiatan pelayanan dan pengawasan.
(6) Berdasarkan berita acara pencacahan (stock opname) sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, Badan Usaha atau Pelaku Usaha menyampaikan saldo awal pada Sistem IT Inventory melalui SINSW.


BAB IV
KEWAJIBAN DAN SANKSI

Pasal 11


Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha KEK wajib:
  1. memasang tanda nama perusahaan sebagai Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini;
  2. menyediakan sarana dan prasarana untuk penyelenggaraan pertukaran data elektronik yang terhubung dengan Sistem Aplikasi KEK yang pengawasannya dilakukan oleh Kantor Pabean yang mengawasi KEK;
  3. mendayagunakan IT Inventory sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (2);
  4. mendayagunakan Closed Circuit Television (CCTV) untuk pengawasan pemasukan dan pengeluaran barang yang dapat diakses secara langsung (realtime) dan daring (online) oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Direktorat Jenderal Pajak, serta memiliki data rekaman paling sedikit 7 (tujuh) hari sebelumnya;
  5. memiliki Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) dalam hal jenis barang yang ditimbun berupa Barang Kena Cukai (BKC) sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan di bidang cukai;
  6. melakukan pencacahan (stock opname) terhadap barang-barang yang ditimbun di Badan Usaha atau Pelaku Usaha di KEK bersama-sama dengan Pejabat Bea dan Cukai dari Kantor Pabean yang mengawasi KEK, paling sedikit 1 (satu) kali pencacahan (stock opname) dalam kurun waktu 1 (satu) tahun;
  7. menyimpan dan menatausahakan barang yang ditimbun oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha di KEK secara tertib, sehingga dapat diketahui jenis, spesifikasi, jumlah pemasukan dan pengeluaran sediaan barang secara sistematis dan secara elektronik, serta posisinya jika dilakukan pencacahan (stock opname);
  8. menyimpan dan memelihara dengan baik buku dan catatan serta dokumen yang berkaitan dengan kegiatan usahanya dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun;
  9. menyelenggarakan pembukuan berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
  10. mengajukan pemutakhiran data jika terdapat data yang berubah terkait perizinan Badan Usaha atau Pelaku Usaha di KEK;
  11. memberikan akses data dan dokumen atas seluruh kegiatan Badan Usaha atau Pelaku Usaha di KEK yang dibutuhkan dalam rangka pemeriksaan pabean oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; dan
  12. menyerahkan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan Badan Usaha atau Pelaku Usaha apabila dilakukan audit oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal Pajak.

Pasal 12


(1) Keputusan Direktur Jenderal mengenai penetapan pendayagunaan IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) dibekukan dalam hal:
a. Badan Usaha atau Pelaku Usaha menunjukkan ketidakmampuan dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya, antara lain berupa:
1. tidak melakukan kegiatan usahanya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan berturut-turut; dan/atau
2. tidak melunasi utang kepabeanan dan cukai dalam jangka waktu yang ditentukan;
b. Badan Usaha atau Pelaku Usaha melakukan kegiatan yang menyimpang dari Perizinan Berusaha KEK yang diberikan berdasarkan bukti permulaan yang cukup; dan/atau
c. tindak lanjut hasil pemeriksaan dan/atau hasil audit yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap Badan Usaha atau Pelaku Usaha.
(2) Hasil pemeriksaan dan/atau hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c antara lain dalam hal Badan Usaha atau Pelaku Usaha tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
(3) Pembekuan Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui surat Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK atas nama Direktur Jenderal dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf L yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(4) Selama masa pembekuan, Badan Usaha atau Pelaku Usaha:
a. tidak diperbolehkan untuk memasukkan barang ke lokasi usahanya di KEK dengan menggunakan fasilitas kepabeanan, cukai, dan perpajakan; dan
b. dapat melakukan kegiatan usahanya di KEK dan atas barang hasil kegiatan usaha dapat dikeluarkan dari KEK sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.


Pasal 13


(1) Atas pembekuan Keputusan Direktur Jenderal mengenai penetapan pendayagunaan IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), Badan Usaha atau Pelaku Usaha dapat mengajukan permohonan pemberlakuan kembali dalam hal:
a. Badan Usaha atau Pelaku Usaha telah menunjukkan kemampuannya untuk menyelenggarakan kembali kegiatan usahanya, antara lain berupa:
1. menjalankan kegiatan usahanya kembali; dan/atau
2. melunasi tagihan pungutan kepabeanan dan cukai yang terutang;
b. Badan Usaha atau Pelaku Usaha tidak terbukti melakukan kegiatan yang menyimpang dari Perizinan Berusaha KEK yang diberikan berdasarkan bukti permulaan yang cukup; dan/atau
c. telah menindaklanjuti hasil pemeriksaan dan/atau hasil audit yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap Badan Usaha atau Pelaku Usaha.
(2) Pemberlakuan kembali Keputusan Direktur Jenderal mengenai penetapan pendayagunaan IT Inventory sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui surat Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK atas nama Direktur Jenderal dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf M yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 14


(1) Keputusan Direktur Jenderal mengenai penetapan pendayagunaan IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) dicabut dalam hal:
a. Badan Usaha atau Pelaku Usaha tidak melakukan kegiatan usahanya dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan secara berturut-turut;
b. Badan Usaha atau Pelaku Usaha tidak mendapatkan pemberlakuan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pembekuan;
c. izin Badan Usaha atau Pelaku Usaha dari Administrator KEK dicabut dan/atau tidak berlaku lagi;
d. Badan Usaha atau Pelaku Usaha bertindak tidak jujur dalam usahanya, antara lain berupa penyalahgunaan fasilitas dan melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan, cukai, dan/atau perpajakan berdasarkan informasi dari Direktorat Jenderal Pajak;
e. Badan Usaha atau Pelaku Usaha dinyatakan pailit; dan/atau
f. Badan Usaha atau Pelaku Usaha mengajukan permohonan pencabutan penetapan IT Inventory.
(2) Pencabutan Keputusan Direktur Jenderal mengenai penetapan pendayagunaan IT Inventory sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK atas nama Direktur Jenderal dengan menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal mengenai pencabutan penetapan pendayagunaan IT Inventory dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf N yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 15


(1) Dalam hal telah dilakukan pencabutan atas Keputusan Direktur Jenderal mengenai penetapan pendayagunaan IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14:
a. barang asal luar Daerah Pabean yang masih terutang atau masih menjadi tanggung jawab Badan Usaha atau Pelaku Usaha harus:
1. dikeluarkan ke TLDDP dengan membayar Bea Masuk, cukai, dan PDRI sepanjang telah memenuhi ketentuan kepabeanan di bidang impor dan ketentuan di bidang cukai;
2. dikeluarkan kembali atau diekspor kembali ke luar Daerah Pabean; dan/atau
3. dipindahtangankan kepada Badan Usaha atau Pelaku Usaha di lokasi KEK yang sama atau ke KEK lainnya, kepada pengusaha di TPB, dan/atau kepada pengusaha di Kawasan Bebas,
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan pencabutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2).
b. barang asal TLDDP yang masih tersisa pada Badan Usaha atau Pelaku Usaha harus:
1. diekspor sesuai dengan ketentuan di bidang ekspor;
2. dipindahtangankan kepada Badan Usaha atau Pelaku Usaha di lokasi KEK yang sama atau ke KEK lainnya, kepada pengusaha di TPB, dan/atau kepada pengusaha di Kawasan Bebas; dan/atau
3. dikeluarkan ke TLDDP dengan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan pencabutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2).
(2) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui maka atas barang dimaksud dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai.


Pasal 16


(1) Terhadap Badan Usaha atau Pelaku Usaha dengan kondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c, namun belum mendapatkan keputusan mengenai penetapan pendayagunaan IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4), dilakukan pembekuan fasilitas melalui surat Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK atas nama Direktur Jenderal. 
(2) Pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau hasil audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf c, Badan Usaha atau Pelaku Usaha tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
(3) Pembekuan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf O yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(4) Selama masa pembekuan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Usaha atau Pelaku Usaha:
a. tidak diperbolehkan untuk memasukkan barang ke lokasi usahanya di KEK dengan menggunakan fasilitas kepabeanan, cukai, dan perpajakan; dan
b. dapat melakukan kegiatan usahanya di KEK dan atas barang hasil kegiatan usaha dapat dikeluarkan dari KEK sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
(5) Atas pembekuan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Badan Usaha atau Pelaku Usaha dapat memanfaatkan kembali fasilitas pembebasan dan/atau penangguhan Bea Masuk, tidak dipungut PDRI, dan/atau tidak dipungut PPN setelah mengajukan permohonan pemberlakuan kembali dalam hal:
a. Badan Usaha atau Pelaku Usaha telah menunjukkan kemampuannya untuk menyelenggarakan kembali kegiatan usahanya, antara lain berupa:
1. menjalankan kegiatan usahanya kembali; atau
2. melunasi tagihan pungutan kepabeanan dan cukai yang terutang;
b. Badan Usaha atau Pelaku Usaha tidak terbukti melakukan kegiatan yang menyimpang dari Perizinan Berusaha KEK yang diberikan berdasarkan bukti permulaan yang cukup; dan/atau
c. telah menindaklanjuti hasil pemeriksaan dan/atau hasil audit yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap Badan Usaha atau Pelaku Usaha.
(6) Dalam hal Badan Usaha atau Pelaku Usaha dibekukan karena tidak memenuhi kewajiban pendayagunaan IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf c, permohonan pemberlakuan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan dengan mengajukan penetapan pendayagunaan IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).
(7) Pemberlakuan kembali atas pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diberikan setelah Badan Usaha atau Pelaku Usaha mendapatkan keputusan penetapan pendayagunaan IT Inventory.
(8) Dalam hal setelah jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pembekuan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Usaha atau Pelaku Usaha tidak mendapatkan pemberlakuan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau ayat (7), Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK atas nama Direktur Jenderal menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal mengenai pencabutan pemberian fasilitas dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf P yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(9) Dalam hal diterbitkan keputusan pencabutan pemberian fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (8) :
a. barang asal luar Daerah Pabean yang masih terutang atau masih menjadi tanggung jawab Badan Usaha atau Pelaku Usaha harus:
1. dikeluarkan ke TLDDP dengan membayar Bea Masuk, cukai, dan PDRI sepanjang telah memenuhi ketentuan kepabeanan di bidang impor dan ketentuan di bidang cukai;
2. dikeluarkan kembali atau diekspor kembali ke luar Daerah Pabean; dan/atau
3. dipindahtangankan kepada Badan Usaha atau Pelaku Usaha di lokasi KEK yang sama atau KEK lainnya, pengusaha di TPB dan/atau pengusaha di Kawasan Bebas,
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan pencabutan.
b. barang asal TLDDP yang masih tersisa pada Badan Usaha atau Pelaku Usaha harus:
1. diekspor sesuai dengan ketentuan di bidang ekspor;
2. dipindahtangankan kepada Badan Usaha atau Pelaku Usaha di lokasi KEK yang sama atau KEK lainnya, pengusaha di TPB dan/atau pengusaha di Kawasan Bebas; dan/atau
3. dikeluarkan ke TLDDP dengan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan pencabutan.
(10) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (9) terlampaui maka atas barang dimaksud dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai.


BAB V
PERUBAHAN PENETAPAN PENDAYAGUNAAN IT INVENTORY

Pasal 17


(1) Dalam hal terdapat perubahan data pada Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4), Badan Usaha atau Pelaku Usaha menyampaikan permohonan perubahan data kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melampirkan dokumen pendukung atas data yang dilakukan perubahan.
(3) Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK melakukan kegiatan:
a. pemeriksaan dokumen;
b. pemeriksaan lokasi dan membuat berita acara pemeriksaan dalam hal diperlukan;
c. penilaian terhadap cara penyampaian data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan/atau ayat (2) dalam hal diperlukan; dan/atau
d. permintaan pemaparan proses bisnis.
(4) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dapat dilakukan dengan meminta bantuan Lembaga National Single Window.
(5) Dalam hal permohonan disetujui, Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK atas nama Direktur Jenderal menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal mengenai perubahan keputusan penetapan pendayagunaan IT Inventory dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf Q yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(6) Dalam hal permohonan ditolak, Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK atas nama Direktur Jenderal menerbitkan surat penolakan disertai alasan penolakan.
(7) Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) diberikan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja setelah permohonan dinyatakan lengkap oleh Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK, berdasarkan hasil kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).


BAB VI
KERAHASIAAN DATA DAN/ATAU INFORMASI

Pasal 18


(1) Untuk kepentingan pemeriksaan, Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dapat mengakses IT Inventory yang dimiliki oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha.
(2) Data dan/atau informasi yang diterima oleh Pejabat Bea dan Cukai yang diperoleh dari akses terhadap IT Inventory sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikelola dengan profesional, bersifat rahasia, dan digunakan untuk kepentingan pelaksanaan tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.


Pasal 19


(1) Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dilarang memberitahukan data dan/atau informasi yang diperoleh dari akses terhadap IT Inventory kepada pihak lain yang tidak berhak.
(2) Pejabat Bea dan Cukai yang:
a. menyalahgunakan akses IT Inventory; dan/atau
b. memberitahukan data dan/atau informasi yang diperoleh dari akses terhadap JT Inventory kepada pihak lain yang tidak berhak sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dikenakan hukuman disiplin dan/atau hukuman lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
(3) Dalam hal terdapat permintaan akses terhadap data IT Inventory oleh pihak lain yang berwenang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK dapat memberikan persetujuan.


BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 20


(1) KEK diberikan pelayanan 24 (dua puluh empat) jam 7 (tujuh) hari oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(2) Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan terhadap pemasukan dan pengeluaran barang di KEK, dan dapat dilakukan melalui SKP dan/atau oleh Pejabat Bea dan Cukai.
(3) Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK dapat melakukan pengaturan penugasan Pejabat Bea dan Cukai dalam rangka pelaksanaan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan mempertimbangkan:
a. profil risiko layanan KEK;
b. jam kerja pada KEK;
c. permohonan Badan Usaha; dan
d. ketersediaan sumber daya manusia (SDM) Bea dan Cukai dan norma waktu beban kerja.


BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 21


Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-3/BC/2021 tentang Tata Cara Penetapan Pendayagunaan dan Kriteria Sistem Informasi Persediaan Barang Berbasis Komputer (IT Inventory) bagi Badan Usaha atau Pelaku Usaha di Kawasan Ekonomi Khusus dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
 

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 22


Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 Desember 2023
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

Ditandatangani secara elektronik


ASKOLANI