17 April 1989
SURAT EDARAN DIREKTUR
JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 20/PJ.23/1989
TENTANG
PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS PENGHASILAN BERUPA IMBALAN SEHUBUNGAN
DENGAN PEKERJAAN
ATAU JABATAN YANG DITERIMA PARA ANGGOTA DPR/DPRD (SERI PPh PASAL 21-39)
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan yang timbul berkenaan dengan pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jabatan ataupun status keanggotaan, yang diterima oleh para Ketua, Wakil Ketua serta anggota DPR/DPRD, bersama ini diberikan penegasan sebagai berikut :
Sebagaimana diketahui, para Ketua, Wakil Ketua serta anggota DPR, DPRD Tingkat I dan DPRD Tingkat II menerima penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jabatan atau statusnya sebagai anggota pada umumnya berupa :
Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 21 UU PPh 1984 jo. Pasal 2 dan Pasal 5 Buku Petunjuk Pemotongan PPh Pasal 21 dan Pasal 26, penghasilan yang diterima oleh para Ketua, Wakil Ketua serta anggota DPR/DPRD Tingkat I dan Tingkat II sebagaimana tersebut pada butir 1 adalah merupakan penghasilan yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 21. Oleh karena itu, para Bendaharawan DPR/DPRD atau Bendaharawan PEMDA yang membayarkan penghasilan tersebut wajib melaksanakan pemotongan PPh Pasal 21 yang terhutang atas penghasilan tersebut.
Besarnya PPh Pasal 21 yang
terhutang dan harus dipotong oleh Bendaharawan tersebut adalah :
Tarif Pasal 17 diterapkan atas jumlah penghasilan bruto. Yang dimaksud
dengan penghasilan bruto adalah jumlah seluruh penghasilan sebagaimana
tersebut pada butir 1 yang diterima oleh para Ketua, Wakil Ketua serta
anggota DPR/DPRD tersebut.
Dalam hal Lembaga DPR, DPRD atau
Pemerintah Daerah setempat ingin meringankan beban pajak para Ketua,
Wakil Ketua serta anggota DPR/DPRD tersebut, maka kepadanya dapat
diberikan tunjangan pajak sebesar pajak yang terhutang atas penghasilan
yang diterimanya sebagaimana tersebut pada butir 1. Dalam
pelaksanaannya pemberian tunjangan pajak dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
Tunjangan pajak sebesar pajak yang terhutang ditambahkan pada
penghasilan para Ketua, Wakil Ketua serta anggota DPR/DPRD yang
bersangkutan.
Kemudian Tunjangan pajak tersebut dipotong lagi PPh Pasal 21 oleh
Bendaharawan yang bersangkutan.
Selain itu masih ada cara lain yakni Lembaga DPR dan DPRD atau
Pemerintah Daerah menanggung sepenuhnya jumlah PPh Pasal 21 yang harus
dibayar oleh para Ketua, Wakil Ketua serta anggota DPR/DPRD.
Akan tetapi, apabila kepada para Ketua, Wakil Ketua serta anggota DPR/DPRD tersebut tidak diberikan tunjangan pajak seperti dimaksud pada butir 4 diatas, maka berdasarkan ketentuan yang berlaku sebagaimana tersebut pada butir 2, para Bendaharawan DPR/DPRD tersebut tetap diwajibkan untuk melakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang dibayarkannya.
Perlu dijelaskan bahwa pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan sebagaimana tersebut pada butir 1 adalah merupakan pembayaran dimuka dari PPh yang terhutang untuk satu tahun pajak. Dalam pengisian SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi (Formulir 1770) dari para Ketua, Wakil Ketua serta anggota DPR/DPRD yang bersangkutan, penghasilan yang diterima sebagaimana tersebut pada butir 1 langsung diisikan pada induk SPT huruf J angka 2. Sedangkan PPh Pasal 21 yang telah dipotong adalah merupakan kredit pajak yang diisikan pada lampiran III Formulir 1770-III.
Diminta agar Saudara menghubungi Pemerintah Daerah setempat serta para Bendaharawan dari Lembaga DPR/DPRD untuk memberikan penjelasan serta bimbingan seperlunya.
Demikian, agar dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
ttd
Drs. MAR'IE MUHAMMAD