UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 2007
TENTANG
PERSEROAN TERBATAS
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Pasal 2
Pasal 3
(1) | Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki. |
(2) |
Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila :
|
Pasal 4
Pasal 5
(1) | Perseroan mempunyai nama dan tempat kedudukan dalam wilayah negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam anggaran dasar. |
(2) | Perseroan mempunyai alamat lengkap sesuai dengan tempat kedudukannya. |
(3) | Dalam surat menyurat, pengumuman yang diterbitkan oleh Perseroan, barang cetakan dan akta dalam hal Perseroan menjadi pihak harus menyebutkan nama dan alamat lengkap Perseroan. |
Pasal 6
BAB II
PENDIRIAN, ANGGARAN DASAR DAN
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR, DAFTAR PERSEROAN
DAN PENGUMUMAN
Bagian Kesatu
Pendirian
Pasal 7
(1) | Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. |
(2) | Setiap pendiri Perseroan Wajib mengambil bagian saham pada saat Perseroan didirikan. |
(3) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam rangka Peleburan. |
(4) | Perseroan memperoleh satus badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan. |
(5) | Setelah Perseroan memperoleh satus badan hukum dan pemegang saham menjadi kurang dari 2 (dua) orang, dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak keadaan tersebut pemegang saham yang bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain atau Perseroan mengeluarkan saham baru kepada orang lain. |
(6) | Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah dilampaui, pemegang saham tetap kurang dari 2 (dua) orang, pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan dan kerugian Perseroan, dan atas permohonan pihak yang berkepentingan, pengadilan negeri dapat membubarkan Perseroan tersebut. |
(7) | Ketentuan
yang mewajibkan Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau
lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ketentuan pada ayat (5),
serta ayat (6) tidak berlaku bagi :
|
Pasal 8
(1) | Akta pendirian memuat anggaran dasar dan keterangan lain berkaitan dengan pendirian Perseroan. |
(2) | Keterangan
lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya :
|
(3) | Dalam
pembuatan akta pendirian, pendiri dapat diwakili oleh orang lain
berdasarkan surat kuasa. |
Pasal 9
(1) | Untuk
memperoleh Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum
Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4), pendiri
bersama-sama mengajukan permohonan melalui jasa teknologi informasi
sistem administrasi badan hukum secara elektronik kepada Menteri dengan
mengisi format isian yang memuat sekurang-kurangnya :
|
(2) | Pengisian format isian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didahului dengan pengajuan nama Perseroan. |
(3) | Dalam hal pendiri tidak mengajukan sendiri permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pendiri hanya dapat memberi kuasa kepada notaris. |
(4) | Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan dan pemakaian nama Perseroan
diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
Pasal 10
(1) | Permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)harus diajukan kepada Menteri paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian ditandatangani, dilengkapi keterangan mengenai dokumen pendukung. |
(2) | Ketentuan mengenai dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. |
(3) | Apabila format isian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan keterangan mengenai dokumen pendukung sebagimana dimaksud pada ayat (1) telah sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan, Menteri langsung menyatakan tidak berkeberatan atas permohonan yang bersangkutan secara elektronik. |
(4) | Apabila format isian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan keterangan mengenai dokumen pendukung sebagimana dimaksud pada ayat (1) tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Menteri langsung memberitahukan penolakan beserta alasannya kepada pemohon secara elektronik. |
(5) | Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pernyataan tidak berkeberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemohon yang bersangkutan wajib menyampaikan secara fisik surat permohonan yang dilampiri dokumen pendukung. |
(6) | Apabila semua persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah dipenuhi secara lengkap, paling lambat 14 (empat belas) hari, Menteri menerbitkan keputusan tentang pengesahan badan hukum Perseroan yang ditandatangani secara elektronik. |
(7) | Apabila persyaratan tentang jangka waktu dan kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dipenuhi, Menteri langsung memberitahukan hal tersebut kepada pemohon secara elektronik, dan pernyataan tidak berkeberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi gugur. |
(8) | Dalam hal pernyataan tidak berkeberatan gugur, pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat mengajukan kembali permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri sebagaimana dimaksu dalam Pasal 9 ayat (1). |
(9) | Dalam hal permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri tidak diajukan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akta pendirian menjadi batal sejak lewatnya jangka waktu tersebut dan Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum bubar karena hukum dan pemberesannya dilakukan oleh pendiri. |
(10) | Ketentuan
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi
permohonan pengajuan kembali. |
Pasal 11
Pasal 12
(1) | Perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham dan penyetorannya yang dilakukan oleh calon pendiri sebelum Perseroan didirikan, harus dicantumkan dalam akta pendirian. |
(2) | Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinyatakan dengan akta yang bukan akta otentik, akta tersebut dilekatkan pada akta pendirian. |
(3) | Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinyatakan dengan akta otentik, nomor, tanggal dan nama serta tempat kedudukan notaris yang membuat akta otentik tersebut disebutkan dalam akta pendirian Perseroan. |
(4) | Dalam
hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) tidak dipenuhi, perbuatan hukum tersebut tidak menimbulkan hak
dan kewajiban serta tidak mengikat Perseroan. |
Pasal 13
(1) | Perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri untuk kepentingan Perseroan yang belum didirikan, mengikat Perseroan setelah Perseroan menjadi badan hukum apabila RUPS pertama Perseroan secara tegas menyatakan menerima atau mengambil alih semua hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan oleh calon pendiri atau kuasanya. |
(2) | RUPS pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah Perseroan memperoleh status badan hukum. |
(3) | Keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah apabila RUPS dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili semua saham dengan hak suara dan keputusan disetujui dengan suara bulat. |
(4) | Dalam hal RUPS tidak diselenggarakan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), atau RUPS tidak berhasil mengambil keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), setiap calon pendiri yang melakukan perbuatan hukum tersebut bertanggung jawab secara pribadi atas segala akibat yang timbul. |
(5) | Persetujuan
RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diperlukan
apabila perbuatan hukum tersebut dilakukan atau disetujui secara
tertulis oleh semua calon pendiri sebelum pendirian Perseroan. |
Pasal 14
(1) | Perbuatan hukum atas nama Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, hanya boleh dilakukan oleh semua anggota Direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota Dewan Komisaris Perseroan dan mereka semua bertanggung jawab secara tanggung renteng atas perbuatan hukum tersebut. |
(2) | Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendiri atas nama Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, perbuatan hukum tersebut menjadi tanggung jawab pendiri yang bersangkutan dan tidak mengikat Perseroan. |
(3) | Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), karena hukum menjadi tanggung jawab Perseroan setelah Perseroan menjadi badan hukum. |
(4) | Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya mengikat dan menjadi tanggung jawab Perseroan setelah perbuatan hukum tersebut disetujui oleh semua pemegang saham dalam RUPS yang dihadiri oleh semua pemegang saham Perseroan. |
(5) | RUPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah RUPS pertama yang harus
diselenggarakan paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah Perseroan
memperoleh status badan hukum. |
Bagian Kedua
Anggaran Dasar dan Perubahan Anggaran Dasar
Paragraf 1
Anggaran Dasar
Pasal 15
(1) | Anggaran
dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) memuat
sekurang-kurangnya :
|
(2) | Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) anggaran dasar dapat juga memuat ketentuan lain yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini. |
(3) | Anggaran
dasar tidak boleh memuat :
|
Pasal 16
(1) | Perseroan
tidak boleh memakai nama yang :
|
(2) | Nama Perseroan harus didahului dengan frase "Perseroan Terbatas" atau disingkat "PT". |
(3) | Dalam hal Perseroan Terbuka selain berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pada akhir nama Perseroan ditambah kata singkatan "Tbk". |
(4) | Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pemakaian nama Perseroan diatur dengan
Peraturan Pemerintah. |
Pasal 17
(1) | Perseroan mempunyai tempat kedudukan di daerah kota atau kabupaten dalam wilayah negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam anggaran dasar. |
(2) | Tempat
kedudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekaligus merupakan kantor
pusat Perseroan. |
Pasal 18
Paragraf 2
Perubahan Anggaran Dasar
Pasal 19
(1) | Perubahan anggaran dasar ditetapkan oleh RUPS |
(2) | Acara
mengenai perubahan anggaran dasar wajib dicantumkan dengan jelas dalam
panggilan RUPS. |
Pasal 20
(1) | Perubahan anggaran dasar Perseroan yang telah dinyatakan pailit tidak dapat dilakukan, kecuali dengan persetujuan kurator. |
(2) | Persetujuan kurator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampirkan dalam permohonan persetujuan atau pemberitahuan perubahan anggaran dasar kepada Menteri. |
Pasal 21
(1) | Perubahan anggaran dasar tertentu harus mendapat persetujuan Menteri. |
(2) | Perubahan
anggaran dasar tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
|
(3) | Perubahan anggaran dasar selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) cukup diberitahukan kepada Menteri. |
(4) | Perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dimuat atau dinyatakan dalam akta notaris dalam bahasa Indonesia. |
(5) | Perubahan anggaran dasar yang tidak dimuat dalam akta berita acara rapat yang dibuat notaris harus dinyatakan dalam akta notaris paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS. |
(6) | Perubahan anggaran dasar tidak boleh dinyatakan dalam akta notris setelah lewat batas waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (5). |
(7) | Permohonan persetujuan perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada Menteri, paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal akta notaris yang memuat perubahan anggaran dasar. |
(8) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) mutatis mutandis berlaku bagi pemberitahuan perubahan anggaran dasar kepada Menteri. |
(9) | Setelah
lewat batas waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud
pada ayat (7) permohonan persetujuan atau pemberitahuan perubahan
anggaran dasar tidak dapat diajukan atau disampaikan kepada Menteri. |
Pasal 22
(1) | Permohonan persetujuan perubahan anggaran dasar mengenai perpanjangan jangka waktu berdirinya Perseroan sebagaimana ditetapkan dalam anggaran dasar harus diajukan kepada Menteri paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum jangka waktu berdirinya Perseroan berakhir. |
(2) | Menteri memberikan persetujuan atas permohonan perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat pada tanggal terakhir berdirinya Perseroan. |
Pasal 23
(1) | Perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) mulai berlaku sejak tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai persetujuan perubahan anggaran dasar. |
(2) | Perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) mulai berlaku sejak tanggal diterbitkannya surat penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar oleh Menteri. |
(3) | Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku dalam hal
Undang-undang ini menentukan lain. |
Pasal 24
(1) | Perseroan yang modal dan jumlah pemegang sahamnya telah memenuhi kriteria sebagai Perseroan Publik sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang pasar modal, wajib mengubah anggaran dasarnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf f dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terpenuhi kriteria tersebut. |
(2) | Direksi
Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengajukan
pernyataan pendaftaran sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dibidang pasar modal. |
Pasal 25
(1) | Perubahan
anggaran dasar mengenai status Perseroan yang tertutup menjadi
Perseroan Terbuka mulai berlaku sejak tanggal :
|
(2) | Dalam
hal pernyataan pendaftaran Perseroan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a tidak menjadi efektif atau Perseroan yang telah
mengajukan pernyataan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b tidak melaksanakan penawaran umum saham, Perseroan harus
mengubah kembali anggaran dasarnya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan
setelah tanggal persetujuan Menteri. |
Pasal 26
Pasal 27
Pasal 28
Bagian Ketiga
Daftar Perseroan dan Pengumuman
Paragraf 1
Daftar Perseroan
Pasal 29
(1) | Daftar Perseroan diselenggarakan oleh Menteri. |
(2) | Daftar
Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat data tentang
Perseroan yang meliputi :
|
(3) | Data
Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimasukkan dalam daftar
Perseroan pada tanggal yang bersamaan dengan tanggal :
|
(4) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g mengenai nama lengkap dan alamat pemegang saham Perseroan Terbuka sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. |
(5) | Daftar Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbuka untuk umum. |
(6) | Ketentuan
lebih lanjut mengenai daftar Perseroan diataur dengan Peraturan Menteri. |
Paragraf 2
Pengumuman
Pasal 30
(1) | Menteri
mengumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia :
|
(2) | Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b atau sejak diterimanya pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c. |
(3) | Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pengumuman dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. |
BAB III
MODAL DAN SAHAM
Bagian Kesatu
Modal
Pasal 31
(1) | Modal dasar Perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham. |
(2) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menutup kemungkinan peraturan peundang-undangan di bidang pasar modal mengatur modal Perseroan terdiri atas saham tanpa nilai nominal. |
Pasal 32
(1) | Modal dasar Perseroan paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). |
(2) | Undang-undang yang mengatur kegiatan usaha tertentu dapat menentukan jumlah minimum modal Perseroan yang lebih besar daripada ketentuan modal dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) | Perubahan
besarnya modal dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah. |
Pasal 33
(1) | Paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 harus ditempatkan dan disetor penuh. |
(2) | Modal ditempatkan dan disetor penuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah. |
(3) | Pengeluaran
saham lebih lanjut yang dilakukan setiap kali untuk menambah modal yang
ditempatkan harus disetor penuh. |
Pasal 34
(1) | Penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya. |
(2) | Dalam hal penyetoran modal saham dilakukan dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penilaian setoran modal saham ditentukan berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan sesuai dengan harga pasar atau oleh ahli yang tidak terafiliasi dengan Perseroan. |
(3) | Penyetoran
saham dalam bentuk benda tidak begerak harus diumukan dalam
1 (satu) Surat Kabar atau lebih, dalam jangka waktu 14 (empat belas)
hari setelah akta pendirian ditandatangani atau setelah RUPS memutuskan
penyetoran saham tersebut. |
Pasal 35
(1) | Pemegang saham dan kreditor lainnya yang mempunyai tagihan terhadap Perseroan tidak dapat menggunakan hak tagihnya sebagai kompensasi kewajiban penyetoran atas harga saham yang telah diambilnya, kecuali disetujui oleh RUPS. |
(2) | Hak
tagih terhadap Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
dapat dikompensasi dengan setoran saham adalah hak tagih atas tagihan
terhadap Perseroan yang timbul karena :
|
(3) | Keputusan
RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sah apabila dilakukan
sesuai dengan ketentuan mengenai panggilan rapat, kuorum, dan jumlah
suara untuk perubahan anggaran dasar sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar. |
Pasal 36
(1) | Perseroan dilarang mengeluarkan saham baik untuk dimiliki sendiri maupun dimiliki oleh Perseroan lain, yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan. |
(2) | Ketentuan larangan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap kepemilikan saham yang diperoleh berdasarkan peralihan karena hukum, hibah, atau hibah wasiat. |
(3) | Saham yang diperoleh berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah tanggal perolehan harus dialihkan kepada pihak lain yang tidak di larang memiliki saham dalam Perseroan. |
(4) | Dalam hal Perseroan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perusahaan efek, berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. |
Bagian Kedua
Perlindungan Modal dan Kekayaan Perseroan
Pasal 37
(1) | Perseroan
dapat membeli kembali saham yang telah dikeluarkan dengan ketentuan :
|
(2) | Pembelian kembali saham, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang bertentangan dengan ayat (1) batal karena hukum. |
(3) | Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pemegang saham yang beritikad baik, yang timbul akibat pembelian kembali yang batal karena hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(4) | Saham
yang dibeli kembali Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya boleh dikuasai Perseroan paling lama 3 (tiga) tahun. |
Pasal 38
(1) | Pembelian kembali saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) atau pengalihannya lebih lanjut hanya boleh dilakukan berdasarkan persetujuan RUPS, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. |
(2) | Keputusan RUPS yang memuat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sah apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai panggilan rapat, kuorum dan persetujuan jumlah suara untuk perubahan anggaran dasar sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar. |
Pasal 39
(1) | RUPS dapat menyerahkan kewenangan kepada Dewan Komisaris guna menyetujui pelaksanaan keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun. |
(2) | Penyerahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap kali dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama. |
(3) | Penyerahan
kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sewaktu-waktu dapat
ditarik kembali oleh RUPS. |
Pasal 40
(1) | Saham yang dikuasai Perseroan karena pembelian kembali, peralihan karena hukum, hibah atau hibah wasiat, tidak dapat digunakan untuk mengeluarkan suara dalam RUPS dan tidak diperhitungkan dalam menentukan jumlah kuorum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar. |
(2) | Saham
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berhak mendapat pembagian
dividen. |
Bagian Ketiga
Penambahan Modal
Pasal 41
(1) | Penambahan modal Perseroan dilakukan berdasarkan persetujuan RUPS. |
(2) | RUPS dapat menyerahkan kewenangan kepada Dewan Komisaris guna menyetujui pelaksanaan keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun. |
(3) | Penyerahan
kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sewaktu-waktu dapat
ditarik kembali oleh RUPS. |
Pasal 42
(1) | Keputusan RUPS untuk penambahan modal dasar adalah sah apabila dilakukan dengan memperhatikan persyaratan kuorum dan jumlah suara setuju untuk perubahan anggaran dasar sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan/atau anggaran dasar. |
(2) | Keputusan RUPS untuk penambahan modal ditempatkan dan disetor dalam batas modal dasar adalah sah apabila dilakukan dengan kuorum kehadiran lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari seluruh jumlah saham dengan hak suara dan disetujui oleh lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh suara yang dikeluarkan, kecuali ditentukan lebih besar dalam anggaran dasar. |
(3) | Penambahan
modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib diberitahukan kepada
Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan. |
Pasal 43
(1) | Seluruh saham yang dikeluarkan untuk penambahan modal harus terlebih dahulu ditawarkan kepada setiap pemegang saham seimbang dengan pemilikan saham untuk klasifikasi saham yang sama. |
(2) | Dalam hal saham yang akan dikeluarkan untuk penambahan modal merupakan saham yang klasifikasinya belum pernah dikeluarkan, yang berhak membeli terlebih dahulu adalah seluruh pemegang saham sesuai dengan perimbangan jumlah saham yang dimiliki. |
(3) | Penawaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal
pengeluaran saham :
|
(4) | Dalam hal pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menggunakan hak untuk membeli dan membayar lunas saham yang dibeli dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal penawaran, Perseroan dapat menawarkan sisa saham yang tidak diambil bagian tersebut kepada pihak ketiga. |
Bagian Keempat
Pengurangan Modal
Pasal 44
(1) | Keputusan RUPS untuk pengurangan modal Perseroan adalah sah apabila dilakukan dengan memperhatikan persyaratan ketentuan kuorum dan jumlah suara setuju untuk perubahan anggaran dasar sesuai ketentuan dalam Undang-undang ini dan/atau anggaran dasar. |
(2) | Direksi
wajib memberitahukan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) kepada semua kreditor dengan mengumumkan dalam 1 (satu) atau lebih
Surat Kabar dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung
sejak tanggal keputusan RUPS. |
Pasal 45
(1) | Dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2), kreditor dapat mengajukan keberatan secara tertulis disertai alasannya kepada Perseroan atas keputusan pengurangan modal dengan tembusan kepada Menteri. |
(2) | Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima, Perseroan wajib memberikan jawaban secara tertulis atas keberatan yang diajukan. |
(3) | Dalam
hal perseroan :
|
Pasal 46
(1) | Pengurangan modal Perseroan merupakan perubahan anggaran dasar yang harus mendapat persetujuan Menteri. |
(2) | Persetujuan
Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan apabila :
|
Pasal 47
(1) | Keputusan RUPS tentang pengurangan modal ditempatkan dan disetor dilakukan dengan cara penarikan kembali saham atau penurunan nilai nominal saham. |
(2) | Penarikan kembali saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap saham yang telah dibeli kembali oleh Perseroan atau terhadap saham dengan klasifikasi yang dapat ditarik kembali. |
(3) | Penurunan nilai nominal saham tanpa pembayaran kembali harus dilakukan secara seimbang terhadap seluruh saham dari setiap klasifikasi saham. |
(4) | Keseimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dikecualikan dengan persetujuan semua pemegang saham yang nilai nominal sahamnya dikurangi. |
(5) | Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) klasifikasi saham, keputusan RUPS tentang pengurangan modal hanya boleh diambil setelah mendapat persetujuan terlebih dahulu dari semua pemegang saham dari setiap klasifikasi saham yang haknya dirugikan oleh keputusan RUPS tentang pengurangan modal tersebut. |
Bagian Kelima
Saham
Pasal 48
(1) | Saham Perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. |
(2) | Persyaratan kepemilikan saham dapat ditetapkan dalam anggaran dasar dengan memperhatikan persyaratan yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(3) | Dalam
hal persyaratan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) telah ditetapkan dan tidak dipenuhi, pihak yang memperoleh
kepemilikan saham tersebut tidak dapat menjalankan hak selaku pemegang
saham dan saham tersebut tidak diperhitungkan dalam kuorum yang harus
dicapai sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini dan/atau anggaran
dasar. |
Pasal 49
(1) | Nilai saham harus dicantumkan dalam mata uang rupiah. |
(2) | Saham tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan. |
(3) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menutup kemungkinan diaturnya pengeluaran saham tanpa nilai nominal dalam peraturan Perundang-undangan di bidang pasar modal |
Pasal 50
(1) | Direksi
Perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar pemegang saham, yang
memuat sekurang-kurangnya :
|
(2) | Selain daftar pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direksi Perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar khusus yang memuat keterangan mengenai saham anggota Direksi dan Dewan Komisaris beserta keluarganya dalam Perseroan dan/atau pada Perseroan lain serta tanggal saham itu diperoleh. |
(3) | Dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dicatat juga setiap perubahan kepemilikan saham. |
(4) | Daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disediakan di tempat kedudukan Perseroan agar dapat dilihat oleh para pemegang saham. |
(5) | Dalam
hal peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal tidak
mengatur lain, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3),
dan ayat (4) berlaku juga bagi Perseroan Terbuka. |
Pasal 51
Pasal 52
(1) | Saham
memberikan hak kepada pemiliknya untuk :
|
(2) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku setelah saham dicatat dalam daftar pemegang saham atas nama pemiliknya. |
(3) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c tidak berlaku bagi klasifikasi saham tertentu sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang ini. |
(4) | Setiap saham memberikan kepada pemiliknya hak yang tidak dapat dibagi. |
(5) | Dalam hal 1 (satu) saham dimiliki oleh lebih dari dari 1 (satu) orang, hak yang timbul dari saham tersebut digunakan dengan cara menunjuk 1 (satu) orang sebagai wakil bersama. |
Pasal 53
(1) | Anggaran dasar menetapkan 1 (satu) klasifikasi saham atau lebih. |
(2) | Setiap saham dalam klasifikasi yang sama memberikan kepada pemegangnya hak yang sama. |
(3) | Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) klasifikasi saham, anggaran dasar menetapkan salah satu diantaranya sebagai saham biasa. |
(4) | Klasifikasi
saham sebagaimana dimaksud pada ayat (3), antara lain :
|
Pasal 54
(1) | Anggaran dasar dapat menentukan pecahan nilai nominal saham. |
(2) | Pemegang pecahan nilai nominal saham tidak diberikan hak suara perseorangan, kecuali pemegang pecahan nilai nominal saham, baik sendiri atau bersama pemegang pecahan nilai nominal saham lainnya yang klasifikasi sahamnya sama memiliki nilai nominal sebesar 1 (satu) nominal saham dari klasifikasi tersebut. |
(3) | Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (4) dan ayat (5)
mutatis mutandis berlaku bagi pemegang pecahan nilai nominal saham. |
Pasal 55
Pasal 56
(1) | Pemindahan hak atas saham dilakukan dengan akta pemindahan hak. |
(2) | Akta pemindahan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau salinannya disampaikan secara tertulis kepada Perseroan. |
(3) | Direksi wajib mencatat pemindahan hak atas saham, tanggal, dan hari pemindahan hak tersebut dalam daftar pemegang saham atau daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dan ayat (2) dan memberitahukan perubahan susunan pemegang saham kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pencatatan pemindahan hak. |
(4) | Dalam hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum dilakukan, Menteri menolak permohonan persetujuan atau pemberitahuan yang dilaksanakan berdasarkan susunan dan nama pemegang saham yang belum diberitahukan tersebut. |
(5) | Ketentuan mengenai tata cara pemindahan hak atas saham yang diperdagangkan di pasar modal diatur dalam peraturan perundang-undangan dibidang pasar modal. |
Pasal 57
(1) | Dalam
anggaran dasar dapat diatur persyaratan mengenai pemindahan hak atas
saham, yaitu :
|
(2) | Persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal
pemindahan hak atas saham disebabkan peralihan hak karena hukum,
kecuali keharusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berkenaan
dengan kewarisan. |
Pasal 58
(1) | Dalam hal anggaran dasar mengharuskan pemegang saham penjual menawarkan terlebih dahulu sahamnya kepada pemegang saham klasifikasi tertentu atau pemegang saham lain, dan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh hari) terhitung sejak tanggal penawaran dilakukan ternyata pemegang saham tersebut tidak membeli, pemegang saham penjual dapat menawarkan dan menjual sahamnya kepada pihak ketiga. |
(2) | Setiap pemegang saham penjual yang diharuskan menawarkan sahamnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak menarik kembali penawaran tersebut, setelah lewatnya jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) | Kewajiban menawarkan kepada pemegang saham klasifiksi tertentu atau pemegang saham lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku 1 (satu) kali. |
Pasal 59
(1) | Pemberian persetujuan pemindahan hak atas saham yang memerlukan persetujuan Organ Perseroan atau penolakannya harus diberikan secara tertulis dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal Organ Perseroan menerima permintaan persetujuan pemindahan hak tersebut. |
(2) | Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Organ Perseroan tidak memberikan pernyataan tertulis, Organ Perseroan dianggap menyetujui pemindahan hak atas saham tersebut. |
(3) | Dalam
hal pemindahan hak atas saham disetujui oleh Organ Perseroan,
pemindahan hak harus dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 56 dan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 90
(sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan diberikan. |
Pasal 60
(1) | Saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 kepada pemiliknya. |
(2) | Saham dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia sepanjang tidak ditentukan lain dalam anggaran dasar. |
(3) | Gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang telah didaftarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan wajib dicatat dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 |
(4) | Hak
suara atas saham yang diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia tetap
berada pada pemegang saham. |
Pasal 61
(1) | Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap Perseroan ke pengadilan negeri apabila dirugikan karena tindakan Perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, dan/atau Dewan Komisaris. |
(2) | Gugatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan ke pengadilan
negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan. |
Pasal 62
(1) | Setiap
pemegang saham berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya
dibeli dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak
menyetujui tindakan Perseroan yang merugikan pemegang saham atau
Perseroan, berupa :
|
(2) | Dalam hal saham yang diminta untuk dibeli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melebihi batas ketentuan pembelian kembali saham oleh Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf b, Perseroan wajib mengusahakan agar sisa saham dibeli oleh pihak ketiga. |
BAB IV
RENCANA KERJA, LAPORAN TAHUNAN DAN
PENGGUNAAN LABA
Bagian Kesatu
Rencana Kerja
Pasal 63
(1) | Direksi menyusun rencana kerja tahunan sebelum dimulainya tahun buku yang akan datang. |
(2) | Rencana
kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat juga anggaran tahunan
Perseroan untuk tahun buku yang akan datang. |
Pasal 64
(1) | Rencana kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 disampaikan kepada Dewan Komisaris atau RUPS sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar. |
(2) | Anggaran dasar dapat menentukan rencana kerja yang disampaikan oleh Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat persetujuan Dewan Komisaris atau RUPS, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan. |
(3) | Dalam hal anggaran dasar menentukan rencana kerja harus mendapat persetujuan RUPS, rencana kerja tersebut terlebih dahulu harus ditelaah Dewan Komisaris. |
Pasal 65
(1) | Dalam hal Direksi tidak menyampaikan rencana kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64, rencana kerja tahun yang lampau diberlakukan. |
(2) | Rencana
kerja tahun yang lampau berlaku juga bagi Perseroan yang
rencana kerjanya belum memperoleh persetujuan sebagaimana ditentukan
dalam anggaran dasar atau peraturan perundang-undangan. |
Bagian Kedua
Laporan Tahunan
Pasal 66
(1) | Direksi menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS setelah ditelaah oleh Dewan Komisaris dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku Perseroan berakhir. |
(2) | Laporan
tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat
sekurang-kurangnya :
|
(3) | Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan. |
(4) | Neraca dan laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a bagi Perseroan yang wajib diaudit, harus disampaikan kepada Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Pasal 67
(1) | Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) ditandatangani oleh semua anggota Direksi dan semua anggota Dewan Komisaris yang menjabat pada tahun buku yang bersangkutan dan disediakan di kantor Perseroan sejak tanggal panggilan RUPS untuk dapat diperiksa oleh pemegang saham. |
(2) | Dalam hal terdapat anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang tidak menandatangani laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang bersangkutan harus menyebutkan alasannya secara tertulis, atau alasan tersebut dinyatakan oleh Direksi dalam surat tersendiri yang dilekatkan dalam laporan tahunan. |
(3) | Dalam
hal terdapat anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang
tidak menandatangani laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan tidak memberi alasan secara tertulis, yang bersangkutan dianggap
telah menyetujui isi laporan tahunan. |
Pasal 68
(1) | Direksi
wajib menyerahkan laporan keuangan Perseroan kepada akuntan publik
untuk diaudit apabila :
|
(2) | Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi, laporan keuangan tidak disahkan oleh RUPS. |
(3) | Laporan atas hasil audit akuntan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis kepada RUPS melalui Direksi. |
(4) | Neraca dan laporan laba rugi dari laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c setelah mendapat pengesahan RUPS diumumkan dalam 1 (satu) Surat Kabar. |
(5) | Pengumuman neraca dan laporan laba rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah mendapat pengesahan RUPS. |
(6) | Pengurangan
besarnya jumlah nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. |
Pasal 69
(1) | Persetujuan laporan tahunan termasuk pengesahan laporan keuangan serta laporan tugas pengawasan Dewan Komisaris dilakukan oleh RUPS. |
(2) | Keputusan atas pengesahan laporan keuangan dan persetujuan laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang ini dan/atau anggaran dasar. |
(3) | Dalam hal laporan keuangan yang disediakan ternyata tidak benar dan/atau menyesatkan, anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan. |
(4) | Anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila terbukti bahwa keadaan tersebut bukan karena kesalahannya. |
Bagian Ketiga
Penggunaan Laba
Pasal 70
(1) | Perseroan wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih setiap tahun buku untuk cadangan. |
(2) | Kewajiban penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku apabila Perseroan mempunyai saldo laba yang positif. |
(3) | Penyisihan laba bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sampai cadangan mencapai paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dan disetor. |
(4) | Cadangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum mencapai jumlah
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya boleh dipergunakan untuk
menutup kerugian yang tidak dapat dipenuhi oleh cadangan lain. |
Pasal 71
(1) | Penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) diputuskan oleh RUPS. |
(2) | Seluruh laba bersih setelah dikurangi penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen, kecuali ditentukan lain dalam RUPS. |
(3) | Dividen
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya boleh dibagikan apabila
Perseroan mempunyai saldo laba yang positif. |
Pasal 72
(1) | Perseroan dapat membagikan dividen interim sebelum tahun buku Perseroan berakhir sepanjang diatur dalam anggaran dasar Perseroan. |
(2) | Pembagian dividen interim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan apabila jumlah kekayaan bersih Perseroan tidak menjadi lebih kecil dari pada jumlah modal ditempatkan dan disetor ditambah cadangan wajib. |
(3) | Pembagian Dividen interim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh menggangu atau menyebabkan Perseroan tidak dapat memenuhi kewajibannya pada kreditor atau mengganggu kegiatan Perseroan. |
(4) | Pembagian dividen interim ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi setelah memperoleh persetujuan Dewan Komisaris, dengan memperhatikan ketentuan pada ayat (2) dan ayat (3). |
(5) | Dalam hal setelah tahun buku berakhir ternyata Perseroan menderita kerugian, dividen interim yang telah dibagikan harus dikembalikan oleh pemegang saham kepada Perseroan. |
(6) | Direksi
dan Dewan Komisaris bertanggung jawab secara tanggung renteng
atas kerugian Perseroan, dalam hal pemegang saham tidak dapat
mengembalikan dividen interim sebagaimana dimaksud pada ayat
(5). |
Pasal 73
(1) | Dividen yang tidak diambil setelah 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal yang ditetapkan untuk pembayaran dividen lampau, dimasukkan ke dalam cadangan khusus. |
(2) | RUPS mengatur tata cara pengambilan dividen yang telah dimasukkan ke dalam cadangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) | Dividen
yang telah dimasukkan dalam cadangan khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan tidak diambil dalam jangka waktu 10
(sepuluh) tahun akan menjadi hak Perseroan. |
BAB V
TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN
Pasal 74
(1) | Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. |
(2) | Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. |
(3) | Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan. |
(4) | Ketentuan
lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur
dengan Peraturan Pemerintah. |
BAB VI
RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM
Pasal 75
(1) | RUPS mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris, dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar. |
(2) | Dalam forum RUPS, pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan Perseroan dari Direksi dan/atau Dewan Komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan Perseroan. |
(3) | RUPS dalam mata acara lain-lain tidak berhak mengambil keputusan, kecuali semua pemegang saham hadir dan/atau diwakili dalam RUPS dan menyetujui penambahan mata acara rapat. |
(4) | Keputusan
atas mata acara rapat yang ditambahkan harus disetujui dengan suara
bulat. |
Pasal 76
(1) | RUPS diadakan di tempat kedudukan Perseroan atau di tempat Perseroan melakukan kegiatan usahanya yang utama sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar. |
(2) | RUPS Perseroan Terbuka dapat diadakan di tempat kedudukan bursa di mana saham Perseroan dicatatkan. |
(3) | Tempat RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus terletak di wilayah negara Republik Indonesia. |
(4) | Jika dalam RUPS hadir dan/atau diwakili semua pemegang saham dan semua pemegang saham menyetujui diadakannya RUPS dengan agenda tertentu, RUPS dapat diadakan di manapun dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
(5) | RUPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat mengambil keputusan jika
keputusan tersebut disetujui dengan suara bulat. |
Pasal 77
(1) | Selain penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, RUPS dapat juga dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat. |
(2) | Persyaratan kuorum dan persyaratan pengambilan keputusan adalah persyaratan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dan/atau sebagaimana diatur dalam anggaran dasar Perseroan. |
(3) | Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung berdasarkan keikutsertaan peserta RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(4) | Setiap penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuatkan risalah rapat yang disetujui dan dan ditandatangani oleh semua peserta RUPS. |
Pasal 78
(1) | RUPS terdiri dari atas RUPS tahunan dan RUPS lainnya. |
(2) | RUPS tahunan wajib diadakan dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku berakhir. |
(3) | Dalam RUPS tahunan, harus diajukan semua dokumen dari laporan tahunan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) |
(4) | RUPS
lainnya dapat diadakan setiap waktu berdasarkan kebutuhan untuk
kepentingan Perseroan. |
Pasal 79
(1) | Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (2) dan RUPS lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (4) dengan didahului pemanggilan RUPS. |
(2) | Penyelenggaraan
RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan atas permintaan
:
|
(3) | Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada Direksi dengan Surat Tercatat disertai alasannya. |
(4) | Surat Tercatat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang disampaikan oleh pemegang saham tembusannya disampaikan kepada Dewan Komisaris. |
(5) | Direksi wajib melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima. |
(6) | Dalam hal Direksi
tidak melakukan pemanggilan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
|
(7) | Dewan Komisaris wajib melakukan pemanggilan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima. |
(8) | RUPS yang diselenggarakan Direksi berdasarkan panggilan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan mata acara rapat lainnya yang dipandang perlu oleh Direksi. |
(9) | RUPS yang diselenggarakan Dewan Komisaris berdasarkan panggilan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b dan ayat (7) hanya membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
(10) | Penyelenggaraan RUPS Perseroan Terbuka tunduk pada ketentuan Undang-Undang ini sepanjang peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal tidak menentukan lain. |
Pasal 80
(1) | Dalam hal Direksi atau Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (5) dan ayat (7), pemegang saham yang meminta penyelenggaraan RUPS dapat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan untuk menetapkan pemberian izin kepada pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS tersebut. |
(2) | Ketua pengadilan negeri setelah memanggil dan mendengar pemohon, Direksi dan/atau Dewan Komisaris, menetapkan pemberian izin untuk menyelenggarakan RUPS apabila pemohon secara sumir telah membuktikan bahwa persyaratan telah dipenuhi dan pemohon mempunyai kepentingan yang wajar untuk diselenggarakannya RUPS. |
(3) | Penetapan
ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat juga
ketentuan mengenai :
|
(4) | Ketua pengadilan negeri menolak permohonan dalam hal pemohon tidak dapat membuktikan secara sumir bahwa persyaratan telah dipenuhi dan pemohon mempunyai kepentingan yang wajar untuk diselenggarakan RUPS. |
(5) | RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya boleh membicarakan mata acara rapat sebagaimana ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri. |
(6) | Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap. |
(7) | Dalam hal penetapan ketua pengadilan negeri menolak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), upaya hukum yang dapat diajukan hanya kasasi. |
(8) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi Perseroan Terbuka dengan memperhatikan persyaratan pengumuman akan diadakannya RUPS dan persyaratan lainnya untuk penyelenggaran RUPS sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. |
Pasal 81
(1) | Direksi melakukan pemanggilan kepada pemegang saham sebelum menyelenggarakan RUPS. |
(2) | Dalam
hal tertentu, pemanggilan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan oleh Dewan Komisaris atau pemegang saham berdasarkan
penetapan ketua pengadilan negeri. |
Pasal 82
(1) | Pemanggilan RUPS dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum tanggal RUPS diadakan, dengan tidak memperhitungkan tanggal pemanggilan dan tanggal RUPS. |
(2) | Pemanggilan RUPS dilakukan dengan Surat Tercatat dan/atau dengan iklan dalam Surat Kabar. |
(3) | Dalam panggilan RUPS dicantumkan tanggal, waktu, tempat, dan mata acara rapat disertai pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam RUPS tersedia di kantor Perseroan sejak tanggal dilakukan pemanggilan RUPS sampai dengan tanggal RUPS diadakan. |
(4) | Perseroan wajib memberikan salinan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepada pemegang saham secara cuma-cuma jika diminta. |
(5) | Dalam
hal pemanggilan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dan panggilan tidak sesuai dengan
ketentuan ayat (3), Keputusan RUPS tetap sah jika semua pemegang saham
dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan tersebut
disetujui dengan suara bulat. |
Pasal 83
(1) | Bagi Perseroan Terbuka, sebelum pemanggilan RUPS dilakukan wajib didahului dengan pengumuman mengenai akan diadakan pemanggilan RUPS dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. |
(2) | Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum pemanggilan RUPS. |
Pasal 84
(1) | Setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan lain. |
(2) | Hak
suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk :
|
Pasal 85
(1) | Pemegang saham, baik sendiri maupun diwakili berdasarkan surat kuasa berhak menghadiri RUPS dan menggunakan hak suaranya sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya. |
(2) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pemegang saham dari saham tanpa hak suara. |
(3) | Dalam pemungutan suara, suara yang dikeluarkan oleh pemegang saham berlaku untuk seluruh saham yang dimilikinya dan pemegang saham tidak berhak memberikan kuasa kepada lebih dari seorang kuasa untuk sebagian dari jumlah saham yang dimilikinya dengan suara yang berbeda. |
(4) | Dalam pemungutan suara, anggota direksi, anggota Dewan Komisaris, dan karyawan Perseroan yang bersangkutan dilarang bertindak sebagai kuasa dari pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(5) | Dalam hal pemegang saham hadir sendiri dalam RUPS, surat kuasa yang telah diberikan tidak berlaku untuk rapat tersebut. |
(6) | Ketua rapat berhak menentukan siapa yang berhak hadir dalam RUPS dengan memperhatikan ketentuan Undang-Undang ini dan anggaran dasar Perseroan. |
(7) | Terhadap Perseroan Terbuka selain berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (6) berlaku juga ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. |
Pasal 86
(1) | RUPS dapat dilangsungkan jika dalam RUPS lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali Undang-undang dan/atau anggaran dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar. |
(2) | Dalam hal kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diadakan pemanggilan RUPS kedua. |
(3) | Dalam pemanggilan RUPS kedua harus disebutkan bahwa RUPS pertama telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum. |
(4) | RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam RUPS paling sedikit 1/3 (satu pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali anggaran dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar. |
(5) | Dalam hal kuorum RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak tercapai, Perseroan dapat memohon kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan atas permohonan Perseroan agar ditetapkan kuorum untuk RUPS ketiga. |
(6) | Pemanggilan RUPS ketiga harus menyebutkan bahwa RUPS kedua telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum dan RUPS ketiga akan dilangsungkan dengan kuorum yang telah ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri. |
(7) | Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai kuorum RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap. |
(8) | Pemanggilan RUPS kedua dan ketiga dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum RUPS kedua atau ketiga dilangsungkan. |
(9) | RUPS kedua dan ketiga dilangsungkan dalam jangka waktu paling cepat 10 (sepuluh) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari setelah RUPS yang mendahuluinya dilangsungkan. |
Pasal 87
(1) | Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. |
(2) | Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, keputusan adalah sah jika disetujui lebih dari 1/2 (satu per dua) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan kecuali undang-undang dan/atau anggaran dasar menentukan bahwa keputusan adalah sah jika disetujui oleh jumlah suara setuju yang lebih besar. |
Pasal 88
(1) | RUPS untuk mengubah anggaran dasar dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar. |
(2) | Dalam hal kuorum kehadiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diselenggarakan RUPS kedua. |
(3) | RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam rapat paling sedikit 3/5 (tiga perlima) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar. |
(4) | Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) mutatis mutandis berlaku bagi RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(5) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) mengenai kuorum kehadiran dan ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS berlaku juga bagi Perseroan Terbuka sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. |
Pasal 89
(1) | RUPS untuk menyetujui Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan, pengajuan permohonan agar Perseroan dinyatakan pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya, dan pemburuan Perseroan dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar. |
(2) | Dalam hal kuorum kehadiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diadakan RUPS kedua. |
(3) | RUPS Kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam rapat paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui oleh paling sedikit 3/4 (tiga perempat bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar. |
(4) | Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) mutatis mutandis berlaku bagi RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(5) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) mengenai kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS berlaku juga bagi Perseroan Terbuka sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. |
Pasal 90
(1) | Setiap penyelenggaraan RUPS, risalah RUPS wajib dibuat dan ditandatangani oleh ketua rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh pesrta RUPS. |
(2) | Tanda
tangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak disyaratkan apabila
risalah RUPS tersebut dibuat dengan akta notaris. |
Pasal 91
BAB VII
DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS
Bagian Kesatu
Direksi
Pasal 92
(1) | Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. |
(2) | Direksi berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar. |
(3) | Direksi Perseroan terdiri atas 1 (satu) orang anggota Direksi atau lebih. |
(4) | Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Direksi. |
(5) | Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, pembagian tugas dan wewenang pengurusan di antara anggota Direksi ditetapkan berdasrkan keputusan RUPS. |
(6) | Dalam hal RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak menetapkan, pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi. |
Pasal 93
(1) | Yang
dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan
yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima)
tahun sebelum pengangkatannya pernah :
|
(2) | Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi kemungkinan instansi teknis yang berwenang menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan perundang-undangan. |
(3) | Pemenuhan
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuktikan
dengan surat yang disimpan oleh Perseroan. |
Pasal 94
(1) | Anggota Direksi diangkat oleh RUPS. |
(2) | Untuk pertama kali pengangkatan anggota Direksi dilakukan oleh pendiri dalam akta pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b. |
(3) | Anggota Direksi diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali. |
(4) | Anggaran dasar mengatur tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi dan dapat juga mengatur tentang tata cara pencalonan anggota Direksi. |
(5) | Keputusan RUPS mengenai pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi juga menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian tersebut. |
(6) | Dalam hal RUPS tidak menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi tersebut mulai berlaku sejak ditutupnya RUPS. |
(7) | Dalam hal terjadi pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi, Direksi wajib memberitahukan perubahan anggota Direksi kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS tersebut. |
(8) | Dalam hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) belum dilakukan, Menteri menolak setiap permohonan yang diajukan atau pemberitahuan yang disampaikan kepada Menteri oleh Direksi yang belum tercatat dalam daftar Perseroan. |
(9) | Pemberitahuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak termasuk
pemberitahuan yang disampaikan oleh Direksi baru atas pengangkatan
dirinya sendiri. |
Pasal 95
(1) | Pengangkatan anggota Direksi yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 batal karena hukum sejak saat anggota Direksi lainnya atau Dewan Komisaris mengetahui tidak terpenuhinya persyaratan tersebut. |
(2) | Dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diketahui, anggota Direksi lainnya atau Dewan Komisaris harus mengumumkan batalnya pengangkatan anggota Direksi yang bersangkutan dalam Surat Kabar dan memberitahukannya kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan. |
(3) | Perbuatan hukum yang telah dilakukan untuk dan atas nama Perseroan oleh anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebelum pengangkatannya batal, tetap mengikat dan menjadi tanggung jawab Perseroan. |
(4) | Perbuatan hukum yang dilakukan untuk dan atas nama Perseroan oleh anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah pengangkatannya batal, adalah tidak sah dan menjadi tanggung jawab pribadi anggota Direksi yang bersangkutan. |
(5) | Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mengurangi tanggung
jawab anggota Direksi yang bersangkutan terhadap kerugian Perseroan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 dan Pasal 104. |
Pasal 96
(1) | Ketentuan tentang besarnya gaji dan tunjangan anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS. |
(2) | Kewenangan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilimpahkan kepada Dewan komisaris. |
(3) | Dalam hal kewenangan RUPS dilimpahkan kepada Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2), besarnya gaji dan tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan keputusan rapat Dewan Komisaris. |
Pasal 97
(1) | Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1). |
(2) | Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. |
(3) | Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) |
(4) | Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi. |
(5) | Anggota
Direksi tidak dapat dipertanggung jawabkan atas kerugian sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan :
|
(6) | Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan. |
(7) | Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak mengurangi hak
anggota Direksi lain dan/atau anggota Dewan Komisaris untuk mengajukan
gugatan atas nama Perseroan. |
Pasal 98
(1) | Direksi mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. |
(2) | Dalam hal anggota Direksi terdiri lebih dari 1 (satu) orang, yang berwenang mewakili Perseroan adalah setiap anggota Direksi, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar. |
(3) | Kewenangan Direksi untuk mewakili Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini, anggaran dasar, atau keputusan RUPS. |
(4) | Keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak boleh bertentangan dengan ketentuan Undang-undang ini dan/atau anggaran dasar Perseroan. |
Pasal 99
(1) |
Anggota Direksi
tidak berwenang mewakili Perseroan apabila :
|
(2) | Dalam
hal terdapat keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang berhak
mewakili Perseroan adalah :
|
Pasal 100
(1) | Direksi
Wajib :
|
(2) | Seluruh daftar, risalah, dokumen keuangan Perseroan, dan dokumen Perseroan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan di tempat kedudukan Perseroan. |
(3) | Atas permohonan tertulis dari pemegang saham, Direksi memberi izin kepada pemegang saham untuk memeriksa daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan laporan tahunan, serta mendapatkan salinan risalah RUPS dan salinan laporan tahunan. |
(4) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak menutup kemungkinan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal menentukan lain. |
Pasal 101
(1) | Anggota Direksi wajib melaporkan kepada Perseroan mengenai saham yang dimiliki anggota Direksi yang bersangkutan dan/atau keluarganya dalam Perseroan dan Perseroan lain untuk selanjutnya dicatat dalam daftar khusus. |
(2) | Anggota
Direksi yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan menimbulkan kerugian bagi Perseroan, bertanggung
jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan tersebut. |
Pasal 102
(1) | Direksi
wajib meminta persetujuan RUPS untuk :
|
(2) | Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah transaksi pengalihan kekayaan bersih Perseroan yang terjadi dalam jangka waktu 1 (satu) tahun buku atau jangka waktu yang lebih lama sebagaimana diatur dalam anggaran dasar Perseroan. |
(3) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku terhadap tindakan pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang dilakukan oleh Direksi sebagai pelaksanaan kegiatan usaha Perseroan sesuai dengan anggaran dasrnya. |
(4) | Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tanpa persetujuan RUPS, tetap mengikat Perseroan sepanjang pihak lain dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik. |
(5) | Ketentuan
kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan
keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 mutatis mutandis
berlaku bagi Keputusan RUPS untuk menyetujui tindakan Direksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
Pasal 103
Pasal 104
(1) | Direksi tidak berwenang mengajukan permohonan pailit atas Perseroan sendiri kepada Pengadilan Niaga sebelum memperoleh persetujuan RUPS, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. |
(2) | Dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh keawajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut. |
(3) | Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga bagi anggota Direksi yang salah atau lalai yang pernah menjabat sebagai anggota Direksi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. |
(4) | Anggota Direksi
tidak bertanggung jawab atas kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) apabila dapat membuktikan :
|
(5) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) berlaku juga bagi Direksi dari Perseroan yang dinyatakan pailit berdasarkan gugatan pihak ketiga. |
Pasal 105
(1) | Anggota Direksi dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya. |
(2) | Keputusan untuk memberhentikan anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam RUPS. |
(3) | Dalam hal keputusan untuk memberhentikan anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan keputusan diluar RUPS sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91, anggota Direksi yang bersangkutan diberitahu terlebih dahulu tentang rencana pemberhentian dan diberi kesempatan untuk membela diri sebelum diambil keputusan pemberhentian. |
(4) | Pemberian kesempatan untuk membela diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diperlukan dalam hal yang bersangkutan tidak berkeberatan atas pemberhentian tersebut. |
(5) | Pemberhentian
anggota Direksi berlaku sejak :
|
Pasal 106
(1) | Anggota Direksi dapat diberhentikan untuk sementara oleh Dewan Komisaris dengan menyebutkan alasannya. |
(2) | Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada anggota Direksi yang bersangkutan. |
(3) | Anggota Direksi yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berwenang melakukan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1) dan Pasal 98 ayat (1). |
(4) | Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tangal pemberhentian sementara harus diselenggarakan RUPS. |
(5) | Dalam RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) anggota Direksi yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri. |
(6) | RUPS mencabut atau menguatkan keputusan pemberhentian sementara tersebut. |
(7) | Dalam hal RUPS menguatkan keputusan pemberhentian sementara, anggota direksi yang bersangkutan diberhentikan untuk seterusnya. |
(8) | Dalam hal jangka waktu 30 (tiga puluh) hari telah lewat RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak diselenggarakan, atau RUPS tidak dapat mengambil keputusan, pemberhentian sementara tersebut menjadi batal. |
(9) | Bagi Perseroan Terbuka penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (8) berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. |
Pasal 107
Bagian Kedua
Dewan Komisaris
Pasal 108
(1) | Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi. |
(2) | Pengawasan dan pemberian nasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. |
(3) | Dewan Komisaris terdiri atas 1 (satu) orang anggota atau lebih. |
(4) | Dewan Komisaris yang terdiri atas lebih dari 1 (satu) orang anggota merupakan majelis dan setiap anggota Dewan Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri, melainkan berdasarkan keputusan Dewan Komisaris. |
(5) | Perseroan
yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau
mengelola dana masyarakat, Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan
utang kepada masyarakat atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling
sedikit 2 (dua) orang anggota Dewan Komisaris. |
Pasal 109
(1) | Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai Dewan Komisaris wajib mempunyai Dewan Pengawasan Syariah. |
(2) | Dewan Pengawasan Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ahli syariah atau lebih yang diangkat oleh RUPS atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia. |
(3) | Dewan
Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas
memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan
Perseroan agar sesuai dengan prinsip syariah. |
Pasal 110
(1) |
Yang dapat
diangkat menjadi anggota Dewan Komisaris adalah orang
perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu
5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah :
|
(2) | Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi kemungkinan instansi teknis yang berwenang menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan Perundang-undangan. |
(3) | Pemenuhan
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuktikan
dengan surat yang disimpan oleh Perseroan. |
Pasal 111
(1) | Anggota Dewan Komisaris diangkat oleh RUPS. |
(2) | Untuk pertama kali pengangkatan anggota Deawan Komisaris dilakukan oleh pendiri dalam akta pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b. |
(3) | Anggota Dewan Komisaris diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali. |
(4) | Anggaran dasar mengatur tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris serta dapat juga mengatur tentang pencalonan anggota Dewan Komisaris. |
(5) | Keputusan RUPS mengenai pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris juga menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian tersebut. |
(6) | Dalam hal RUPS tidak menentukan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris, pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian mulai berlakunya sejak ditutupnya RUPS. |
(7) | Dalam hal terjadi pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris, Direksi wajib memberitahukan perubahan tersebut kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS tersebut. |
(8) | Dalam
hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) belum
dilakukan, Menteri menolak setiap pemberitahuan tentang perubahan
susunan Dewan Komisaris selanjutnya yang disampaikan kepada Menteri
oleh Direksi. |
Pasal 112
(1) | Pengangkatan anggota Dewan Komisaris yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (1) dan ayat (2) batal karena hukum sejak saat anggota Dewan Komisaris lainnya atau Direksi mengetahui tidak terpenuhinya persyaratan tersebut. |
(2) | Dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diketahui, Direksi harus mengumumkan batalnya pengangkatan anggota Dewan Komisaris yang bersangkutan dalam Surat Kabar dan memberitahukannya kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan. |
(3) | Perbuatan hukum yang telah dilakukan oleh anggota Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk dan atas nama Dewan Komisaris sebelum pengangkatannya batal, tetap mengikat dan menjadi tanggung jawab Perseroan. |
(4) | Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mengurangi tanggung
jawab anggota Dewan komisaris yang bersangkutan terhadap kerugian
Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 dan Pasal 115. |
Pasal 113
Pasal 114
(1) | Dewan Komisaris bertanggung jawab atas pengawasan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1). |
(2) | Setiap anggota Dewan Komisaris Wajib dengan itikad baik, kehatian-hatian, dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1) untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. |
(3) | Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(4) | Dalam hal Dewan Komisaris terdiri atas 2 (dua) anggota Dewan Komisaris atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Dewan Komisaris. |
(5) | Anggota Dewan
Komisaris tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan :
|
(6) | Atas
nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10
(satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara
dapat menggugat anggota Dewan Komisaris yang karena kesalahan atau
kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan ke pengadilan negeri. |
Pasal 115
(1) | Dalam hal terjadi kepailitan karena kesalahan atau kelalaian Dewan Komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap pengurusan yang dilaksanakan oleh Direksi dan kekayaan Perseroan tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan akibat kepailitan tersebut, setiap anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng ikut bertanggung jawab dengan anggota Direksi atas kewajiban yang belum dilunasi. |
(2) | Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi anggota Dewan Komisaris yang sudah tidak menjabat 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. |
(3) | Anggota
Dewan Komisaris tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas kepailitan
Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila dapat
membuktikan :
|
Pasal 116
Pasal 117
(1) | Dalam anggaran dasar dapat ditetapkan pemberian wewenang kepada Dewan Komisaris untuk memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu. |
(2) | Dalam hal anggaran dasar menetapkan persyaratan pemberian persetujuan atau bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tanpa persetujuan atau bantuan Dewan Komisaris, perbuatan hukum tetap mengikat Perseroan sepanjang pihak lainnya dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik. |
Pasal 118
(1) | Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS, Dewan Komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan Perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu. |
(2) | Dewan
Komisaris yang dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu
melakukan tindakan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang, dan kewajiban Direksi
terhadap Perseroan dan pihak ketiga. |
Pasal 119
Pasal 120
(1) | Anggaran dasar Perseroan dapat mengatur adanya 1 (satu) orang atau lebih Komisaris Independen dan 1 (satu) orang Komisaris Utusan. |
(2) | Komisaris independen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat berdasarkan keputusan RUPS dari pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama, anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris lainnya. |
(3) | Komisaris utusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan anggota Dewan komisaris yang ditunjuk berdasarkan keputusan rapat Dewan Komisaris. |
(4) | Tugas
dan wewenang Komisaris utusan ditetapkan dalam anggaran dasar
Perseroan dengan ketentuan tidak bertentangan dengan tugas dan
wewenang
Dewan Komisaris dan tidak mengurangi tugas pengurusan yang dilakukan
Direksi. |
Pasal 121
(1) | Dalam menjalankan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108, Dewan Komisaris dapat membentuk komite, yang anggotanya seorang atau lebih adalah anggota Dewan Komisaris. |
(2) | Komite
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggungjawab kepada Dewan
Komisaris. |
BAB VIII
PENGGABUNGAN, PELEBURAN, PENGAMBILALIHAN DAN
PEMISAHAN
Pasal 122
(1) | Penggabungan dan Peleburan mengakibatkan Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri berakhir karena hukum. |
(2) | Berakhirnya Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi tanpa dilakukan likuidasi terlebih dahulu. |
(3) | Dalam
hal berakhirnya Perseroaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
|
Pasal 123
(1) | Direksi Perseroan yang akan menggabungkan diri dan menerima Penggabungan menyusun rancangan Penggabungan. |
(2) | Rancangan
Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat
sekurang-kurangnya :
|
(3) | Rancangan Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah mendapat persetujuan Dewan Komisaris dari setiap Perseroan diajukan kepada RUPS masing-masing untuk mendapat persetujuan. |
(4) | Bagi Perseroan tertentu yang akan melakukan Penggabungan selain berlaku ketentuan dalam Undang-Undang ini, perlu mendapat persetujuan terlebih dahulu dari instansi terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(5) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) berlaku juga bagi Perseroan Terbuka sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. |
Pasal 124
Pasal 125
(1) | Pengambilalihan dilakukan dengan cara pengambilalihan saham yang telah dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan oleh Perseroan melalui Direksi Perseroan atau langsung dari pemegang saham. |
(2) | Pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan. |
(3) | Pengambilalihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengambilalihan saham yang mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Perseroan tersebut. |
(4) | Dalam hal Pengambilalihan yang dilakukan oleh badan hukum berbentuk Perseroan, Direksi sebelum melakukan perbuatan hukum pengambilalihan harus berdasarkan keputusan RUPS yang memenuhi kuorum kehadiran dan ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam pasal 89. |
(5) | Dalam hal pengambilalihan dilakukan melalui Direksi, pihak yang akan mengambil alih menyampaikan maksudnya untuk melakukan Pengambilalihan kepada Direksi Perseroan yang akan diambil alih. |
(6) | Direksi
Perseroan yang akan
diambil alih dan Perseroan yang akan mengambil alih
dengan persetujuan Dewan Komisaris masing-masing menyusun
rancangan Pengambilalihan yang memuat sekurang-kurangnya :
|
(7) |
Dalam hal pengambilalihan saham dilakukan langsung dari pemegang saham, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) tidak berlaku. |
(8) |
Pengambilalihan
saham
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) wajib memperhatikan
ketentuan anggaran dasar Perseroan yang diambil alih tentang
pemindahan hak atas saham dan perjanjian yang telah dibuat
oleh Perseroan dengan pihak lain. |
Pasal 126
(1) | Perbuatan
hukum Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan wajib
memperhatikan kepentingan :
|
(2) | Pemegang saham yang tidak setuju terhadap keputusan RUPS mengenai Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya boleh menggunakan haknya sebagaimana dimaksud dalam pasal 62. |
(3) | Pelaksanaan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghentikan proses pelaksanaan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan. |
(1) | Keputusan RUPS mengenai Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan sah apabila diambil sesuai dengan ketentuan Pasal 87 ayat (1) dan Pasal 89. |
(2) | Direksi Perseroan yang akan melakukan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan wajib mengumumkan ringkasan rancangan paling sedikit dalam 1 (satu) Surat Kabar dan mengumumkan secara tertulis kepada karyawan dari Perseroan yang akan melakukan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS. |
(3) | Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat juga pemberitahuan bahwa pihak yang berkepentingan dapat memperoleh rancangan Penggabungan, Peleburan, pengambilalihan, atau Pemisahan di kantor Perseroan terhitung sejak tanggal pengumuman sampai tanggal RUPS diselenggarakan. |
(4) | Kreditor dapat mengajukan keberatan kepada Perseroan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengenai Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan sesuai dengan rancangan tersebut. |
(5) | Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kreditor tidak mengajukan keberatan, kreditor dianggap menyetujui Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan. |
(6) | Dalam hal keberatan kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai dengan tanggal diselenggarakan RUPS tidak dapat diselesaikan oleh Direksi, keberatan tersebut harus disampaikan dalam RUPS guna mendapat penyelesaian. |
(7) | Selama penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) belum tercapai, Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan tidak dapat dilaksanakan. |
(8) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) mutatis mutandis berlaku bagi pengumuman dalam rangka Pengambilalihan saham yang dilakukan langsung dari pemegang saham dalam Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125. |
Pasal 128
(1) | Rancangan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan yang telah disetujui RUPS dituangkan ke dalam akta Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan yang dibuat dihadapan notaris dalam bahasa Indonesia. |
(2) | Akta pengambilalihan saham yang dilakukan langsung dari pemegang saham wajib dinyatakan dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia. |
(3) | Akta
peleburan sebagaimana dmaksud pada ayat (1) menjadi dasar pembuatan
akta pendirian Perseroan hasil Peleburan. |
Pasal 129
(1) | Salinan akta
Penggabungan Perseroan dilampirkan pada :
|
(2) | Dalam hal Penggabungan Perseroan tidak disertai perubahan anggaran dasar, salinan akta Penggabungan harus disampaikan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan. |
Pasal 130
Pasal 131
(1) | Salinan akta Pengambilalihan Perseroan wajib dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) |
(2) | Dalam
hal Pengambilalihan saham dilakukan secara langsung dari pemegang
saham, salinan akta pemindahan hak atas saham wajib dilampirkan pada
penyampaian pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan susunan
pemegang saham. |
Pasal 132
Pasal 133
(1) | Direksi Perseroan yang menerima Penggabungan atau Direksi Perseroan hasil Peleburan wajib mengumumkan hasil Penggabungan atau Peleburan dalam 1 (satu) Surat Kabar atau lebih dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya Penggabungan atau Peleburan. |
(2) | Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap Direksi dari
Perseroan yang sahamnya diambil alih. |
Pasal 134
Pasal 135
(1) | Pemisahan
dapat dilakukan dengan cara :
|
(2) | Pemisahan murni sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 2 (dua) Perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan dan Perseroan yang melakukan pemisahan usaha tersebut berakhir karena hukum. |
(3) | Pemisahan
tidak murni sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
mengakibatkan sebagian aktiva dan pasiva Perseroan beralih ke arena
hukum kepada 1 (satu) Perseroan lain atau lebih yang menerima
peralihan, dan Perseroan yang melakukan Pemisahan tersebut tetap ada. |
Pasal 136
Pasal 137
BAB IX
PEMERIKSAAN TERHADAP PERSEROAN
Pasal 138
(1) | Pemeriksaan
terhadap Perseroan dapat dilakukan dengan tujuan untuk
mendapatkan data atau keterangan dalam hal terdapat dugaan bahwa :
|
(2) | Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengajukan permohonan secara tertulis beserta alasannya ke pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan. |
(3) | Permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan oleh :
|
(4) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a diajukan setelah pemohon terlebih dahulu meminta data atau keterangan kepada Perseroan dalam RUPS dan Perseroan tidak memberikan data atau keterangan tersebut. |
(5) | Permohonan untuk mendapatkan data atau keterangan tentang Perseroan atau permohonan pemeriksaan untuk mendapatkan data atau keterangan tersebut harus didasarkan atas alasan yang wajar dan itikad baik. |
(6) | Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3) huruf a, dan
ayat (4) tidak menutup kemungkinan peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal menentukan lain. |
Pasal 139
(1) | Ketua pengadilan negeri dapat menolak atau mengabulkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 138 |
(2) | Ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menolak permohonan apabila permohonan tersebut tidak didasarkan atas alasan yang wajar dan/atau tidak dilakukan dengan itikad baik. |
(3) | Dalam hal permohonan dikabulkan, ketua pengadilan negeri mengeluarkan penetapan pemeriksaan dan mengangkat paling banyak 3 (tiga) orang ahli untuk melakukan pemeriksaan dengan tujuan untuk mendapatkan data atau keterangan yang diperlukan. |
(4) | Setiap anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, Karyawan Perseroan, konsultan, dan akuntan publik yang telah ditunjuk oleh Perseroan tidak dapat diangkat sebagai ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (3) |
(5) | Ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berhak memeriksa semua dokumen dan kekayaan Perseroan yang dianggap perlu oleh ahli tersebut untuk diketahui. |
(6) | Setiap anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan semua karyawan Perseroan wajib memberikan segala keterangan yang diperlukan untuk pelaksanaan pemeriksaan. |
(7) | Ahli
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib merahasiakan hasil pemeriksaan
yang telah dilakukan. |
Pasal 140
(1) | Laporan hasil pemeriksaan disampaikan oleh ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 kepada ketua pengadilan negeri dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam penetapan pengadilan untuk pemeriksaan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal pengangkatan ahli tersebut. |
(2) | Ketua
pengadilan negeri memberikan salinan laporan hasil pemeriksaan
kepada pemohon dan Perseroan yang bersangkutan dalam jangka waktu
paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal laporan
hasil pemeriksaan diterima. |
Pasal 141
(1) | Dalam hal permohonan untuk melakukan pemeriksaan dikabulkan, ketua pengadilan negeri menentukan jumlah maksimum biaya pemeriksaan. |
(2) | Biaya
pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayar oleh Perseroan. |
(3) | Ketua pengadilan negeri atas permohonan Perseroan dapat membebankan penggantian seluruh atau sebagian biaya pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada pemohon, anggota Direksi, dan/atau anggota Dewan Komisaris. |
BAB X
PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN
BERAKHIRNYA STATUS BADAN HUKUM PERSEROAN
Pasal 142
(1) | Pembubaran
Perseroan terjadi :
|
(2) | Dalam
hal terjadi pembubaran Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
|
(3) | Dalam hal pembubaran terjadi berdasarkan keputusan RUPS, jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir atau dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan keputusan pengadilan niaga dan RUPS tidak menunjuk likuidator, Direksi bertindak selaku likuidator. |
(4) | Dalam hal pembubaran Perseroan terjadi dengan dicabutnya kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, pengadilan niaga sekaligus memutuskan pemberhentian kurator dengan memperhatikan ketentuan dalam Undang-Undang tentang kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. |
(5) | Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilanggar, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan Perseroan bertanggung jawab secara tanggung renteng. |
(6) | Ketentuan mengenai pengangkatan, pemberhentian sementara, pemberhentian, wewenang, kewajiban, tanggung jawab, dan pengawasan terhadap Direksi mutatis mutandis berlaku bagi likuidator. |
(1) | Pembubaran Perseroan tidak mengakibatkan Perseroan kehilangan status badan hukum sampai dengan selesainya likuidasi dan pertanggungjawaban likuidator diterima oleh RUPS atau pengadilan. |
(2) | Sejak
saat pembubaran pada setiap surat keluar Perseroan dicantumkan kata
"dalam likuidasi" di belakang nama Perseroan. |
Pasal 144
(1) | Direksi, Dewan Komisaris atau 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, dapat mengajukan usul pembubaran Perseroan kepada RUPS. |
(2) | Keputusan RUPS tentang pembubaran Perseroan sah apabila diambil sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1) dan Pasal 89. |
(3) | Pembubaran
Perseroan dimulai sejak saat yang ditetapkan dalam keputusan RUPS. |
Pasal 145
(1) | Pembubaran Perseroan terjadi karena hukum apabila jangka waktu berdirinya Perseroan yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir. |
(2) | Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah jangka waktu berdirinya Perseroan berakhir RUPS menetapkan penunjukan likuidator. |
(3) | Direksi tidak boleh melakukan perbuatan hukum baru atas nama Perseroan setelah jangka waktu berdirinya Perseroan yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir. |
Pasal 146
(1) | Pengadilan
negeri dapat membubarkan Perseroan atas :
|
(2) | Dalam
penetapan pengadilan ditetapkan juga penunjukan likuidator. |
Pasal 147
(1) | Dalam
jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
tanggal pembubaran Perseroan, likuidator wajib memberitahukan :
|
(2) | Pemberitahuan
kepada kreditor dalam Surat Kabar dan Berita Negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a memuat :
|
(3) | Jangka Waktu pengajuan tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d adalah 60 (enampuluh) hari terhitung sejak tanggal pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(4) | Pemberitahuan
kepada Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib
dilengkapi dengan bukti :
|
Pasal 148
(1) | Dalam hal pemberitahuan kepada kreditor dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 belum dilakukan, pembubaran Perseroan tidak berlaku bagi pihak ketiga. |
(2) | Dalam
hal likuidator lalai melakukan pemberitahuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), likuidator secara tanggung renteng dengan Perseroan
bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pihak ketiga. |
Pasal 149
(1) | Kewajiban
likuidator dalam melakukan pemberesan harta kekayaan Perseroan dalam
proses likuidasi meliputi pelaksanaan :
|
(2) | Dalam hal likuidator memperkirakan bahwa utang Perseroan lebih besar daripada kekayaan Perseroan, likuidator wajib mengajukan permohonan pailit Perseroan, kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain, dan semua kreditor yang diketahui identitas dan alamatnya, menyetujui pemberesan dilakukan diluar kepailitan. |
(3) | Kreditor dapat mengajukan keberatan atas rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b |
(4) | Dalam
hal pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditolak oleh likuidator, kreditor dapat mengajukan gugatan ke
pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari
terhitung sejak tanggal penolakan. |
Pasal 150
(1) | Kreditor yang mengajukan tagihan sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 ayat (3), dan kemudian ditolak oleh likuidator dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal penolakan. |
(2) | Kreditor yang belum mengajukan tagihannya dapat mengajukan melalui pengadilan negeri dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak pembubaran Perseroan diumumkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 ayat (1). |
(3) | Tagihan yang diajukan Kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dalam hal terdapat sisa kekayaan hasil likuidasi yang diperuntukan bagi pemegang saham |
(4) | Dalam hal sisa kekayaan hasil likuidasi telah dibagikan kepada pemegang saham dan terdapat tagihan kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pengadilan negeri memerintahkan likuidator untuk menarik kembali sisa kekayaan hasil likuidasi yang telah dibagikan kepada pemegang saham. |
(5) | Pemegang
saham wajib mengembalikan sisa kekayaan hasil likuidasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) secara proporsional dengan jumlah
yang diterima terhadap jumlah tagihan. |
Pasal 151
(1) | Dalam hal likuidator tidak dapat melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149, atas permohonan pihak yang berkepentingan atau atas permohonan kejaksaan, ketua pengadilan negeri dapat mengangkat likuidator baru dan memberhentikan likuidator lama. |
(2) | Pemberhentian
likuidator sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
setelah yang bersangkutan dipanggil untuk didengar keterangannya. |
Pasal 152
(1) | Likuidator bertanggung jawab kepada RUPS atau pengadilan yang mengangkatnya atas likuidasi Perseroan yang dilakukan. |
(2) | Kurator bertanggung jawab kepada hakim pengawas atas likuidasi Peseroan yang dilakukan. |
(3) | Likuidator wajib memberitahukan kepada Menteri dan mengumumkan hasil akhir proses likuidasi dalam Surat Kabar setelah RUPS memberikan pelunasan dan pembebasan kepada likuidator atau setelah pengadilan menerima pertanggung jawaban likuidatory yang ditunjuknya. |
(4) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku juga bagi kurator yang pertanggungjawabannya telah diterima oleh hakim pengawas. |
(5) | Menteri mencatat berakhirnya status badan hukum Perseroan dan menghapus nama Perseroan dari daftar Perseroan, setelah ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dipenuhi. |
(6) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berlaku juga bagi berakhirnya status badan hukum Perseroan karena Penggabungan, Peleburan, atau Pemisahan. |
(7) | Pemberitahuan dan pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pertanggungjawaban likuidator atau kurator diterima oleh RUPS, pengadilan atau hakim pengawas. |
(8) | Menteri
mengumumkan berakhirnya status badan hukum Perseroan dalam Berita
Negara Republik Indonesia. |
BAB XI
BIAYA
Pasal 153
BAB XII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 154
(1) | Bagi Perseroan Terbuka berlaku ketentuan Undang-Undang ini jika tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. |
(2) | Peraturan Perundang-undangan di bidang pasar modal yang mengecualikan ketentuan Undang-Undang ini tidak boleh bertentangan dengan asas hukum Perseroan dalam Undang-Undang ini. |
Pasal 155
Pasal 156
(1) | Dalam rangka pelaksanaan dan perkembangan Undang-Undang ini dibentuk tim ahli pemantauan hukum Perseroan. |
(2) | Keanggotaan
tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur :
|
(3) | Tim ahli berwenang mengkaji akta pendirian dan perubahan anggaran dasar yang diperoleh atas inisiatif sendiri dari tim atau atas permintaan pihak yang berkepentingan, serta memberikan pendapat atas hasil kajian tersebut kepada Menteri. |
(4) | Ketentuan
lebih lanjut mengenai kewenangan, susunan organisasi dan tata kerja tim
ahli diatur dengan Peraturan Menteri. |
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 157
(1) | Anggaran dasar dari Perseroan yang telah memperoleh status badan hukum dan perubahan anggaran dasar yang telah disetujui atau dilaporkan kepada Menteri dan didaftarkan dalam daftar perusahaan sebelum undang-undang ini berlaku tetap berlaku jika tidak bertentangan dengan undang-undang ini. |
(2) | Anggaran dasar dari Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum atau anggaran dasar yang perubahannya belum disetujui atau dilaporkan kepada Menteri pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, wajib disesuaikan dengan Undang-Undang ini. |
(3) | Perseroan yang telah memperoleh status badan hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan, dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini wajib menyesuaikan anggaran dasarnya dengan ketentuan Undang-Undang ini. |
(4) | Perseroan
yang tidak menyesuaikan anggaran dasarnya dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dibubarkan
berdasarkan putusan
pengadilan negeri atas permohonan kejaksaan atau pihak yang
berkepentingan. |
Pasal 158
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 159
Pasal 160
Pasal 161
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 16 Agustus 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 106
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 2007
TENTANG
PERSEROAN TERBATAS
Pembangunan perekonomian
nasional yang
diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan
dan
kesatuan ekonomi nasional bertujuan untuk
mewujudkan kesejahteraan
masyarakat. Peningkatan pembangunan perekonomian nasional perlu
didukung oleh suatu undang-undang yang mengatur tentang
perseroan
terbatas yang dapat menjamin iklim dunia usaha yang kondusif.
Selama ini perseroan terbatas telah diatur dengan Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, yang
menggantikan
peraturan Perundang-undangan yang berasal dari zaman kolonial.
Namun, dalam perkembangannya ketentuan dalam
Undang-Undang tersebut dipandang tidak lagi memenuhi
perkembangan
hukum dan kebutuhan masyarakat karena keadaan ekonomi serta
kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi sudah
berkembang begitu pesat khususnya pada era globalisasi.
Disamping
itu, meningkatnya tuntutan masyarakat akan layanan yang cepat,
kepastian hukum, serta tuntutan akan pengembangan dunia usaha yang
sesuai dengan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good
corporate governance) menuntut penyempurnaan Undang-Undang Nomor
1
Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
Dalam Undang-Undang ini
telah
diakomodasi berbagai ketentuan mengenai Perseroan, baik
berupa penambahan ketentuan baru, perbaikan penyempurnaan,
maupun
mempertahankan ketentuan lama yang dinilai masih relevan.
Untuk
lebih memperjelas hakikat Perseroan, di dalam Undang-Undang
ini ditegaskan bahwa Perseroan adalah badan hukum yang
merupakan
persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan
kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi dalam
saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini
serta peraturan pelaksanaannya.
Dalam rangka memenuhi
tuntutan masyarakat untuk memperoleh layanan yang cepat, Undang-Undang
ini mengatur tata cara :
yang dilakukan melalui
jasa teknologi
informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik di
samping tetap dimungkinkan menggunakan sistem manual dalam keadaan
tertentu.
Berkenaan dengan permohonan pengesahan badan hukum Perseroan,
ditegaskan bahwa permohonan tersebut merupakan wewenang pendiri
bersama-sama yang dapat dilaksanakan sendiri atau dikuasakan
kepada notaris. Akta pendirian Perseroan yang telah disahkan
dan
akta perubahan anggaran dasar yang telah disetujui dan/atau
diberitahukan kepada Menteri dicatat dalam daftar Perseroan dan
diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia
dilakukan oleh Menteri. Dalam hal pemberian status badan
hukum,
persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran
dasar, dan perubahan data lainnya, Undang-Undang ini tidak
dikaitkan dengan Undang-Undang tentang Wajib Daftar Perusahaan.
Untuk lebih memperjelas
dan mempertegas
ketentuan yang menyangkut Organ Perseroan, dalam Undang-Undang
ini
dilakukan perubahan atas ketentuan yang menyangkut penyelenggaraan
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dengan memanfaatkan
perkembangan
teknologi. Dengan demikian, penyelenggaraan RUPS dapat
dilakukan
melalui media elektronik seperti telekonferensi,
video konferensi,
atau sarana media elektronik lainnya.
Undang-Undang ini juga memperjelas dan mempertegas tugas dan tanggung
jawab Direksi dan Dewan Komisaris. Undang-Undang ini mengatur
mengenai komisaris independen dan komisaris utusan.
Sesuai dengan berkembangnya kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah,
Undang-Undang ini mewajibkan Perseroan yang menjalankan
kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai
Dewan
Komisaris juga mempunyai Dewan Pengawas Syariah. Tugas Dewan
Pengawas Syariah adalah memberikan nasihat dan saran kepada
Direksi serta mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai dengan
prinsip syariah.
Dalam Undang-Undang ini ketentuan mengenai struktur modal Perseroan
tetap sama, yaitu terdiri atas modal dasar, modal ditempatkan,
dan
modal disetor. Namun, modal dasar perseroan diubah
menjadi paling
sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), sedangkan kewajiban
penyetoran atas modal yang ditempatkan harus penuh. Mengenai
pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan oleh Perseroan
pada
prinsipnya tetap dapat dilakukan dengan syarat batas waktu Perseroan
menguasai saham yang telah dibeli kembali paling lama 3 (tiga)
tahun. Khusus tentang penggunaan laba, Undang-Undang ini
menegaskan bahwa Perseroan dapat membagi laba dan menyisihkan cadangan
wajib apabila Perseroan mempunyai saldo laba positif.
Dalam Undang-Undang ini diatur mengenai Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan yang bertujuan mewujudkan pembangunan ekonomi
berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan
dan lingkungan
yang bermanfaat bagi Perseroan itu sendiri, komunitas setempat, dan
masyarakat pada umumnya. Ketentuan ini dimaksudkan untuk
mendukung
terjalinnya hubungan Perseroan yang serasi, seimbang, dan
sesuai
dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat,
maka ditentukan bahwa Perseroan yang kegiatan usahanya di
bidang
dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Untuk
melaksanakan kewajiban
Perseroan tersebut, kegiatan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan harus
dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang
dilaksanakan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
Kegiatan tersebut dimuat dalam laporan tahunan Perseroan. Dalam hal
Perseroan tidak melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan
maka Perseroan yang bersangkutan dikenai sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Undang-Undang ini mempertegas ketentuan mengenai pembubaran, likuidasi,
dan berakhirnya status badan hukum Perseroan dengan
memperhatikan
ketentuan dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang.
Dalam rangka pelaksanaan dan perkembangan Undang-Undang ini dibentuk
tim ahli pemantauan hukum perseroan yang tugasnya memberikan
masukan kepada Menteri berkenaan dengan Perseroan. Untuk
menjamin
kredibilitas tim ahli, keanggotaan tim ahli tersebut terdiri atas
berbagai unsur baik dari pemerintah, pakar/akademisi, profesi,
dan
dunia usaha.
Dengan pengaturan yang komprehensif yang melingkupi berbagai aspek
Perseroan, maka Undang-Undang ini diharapkan memenuhi kebutuhan hukum
masyarakat serta lebih memberikan kepastian hukum, khususnya
kepada dunia usaha.
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Ketentuan dalam ayat ini mempertegas ciri Perseroan bahwa pemegang
saham hanya bertanggung jawab sebesar setoran atas seluruh
saham
yang dimilikinya dan tidak meliputi harta kekayaan pribadinya.
Ayat (2)
Dalam hal-hal tertentu tidak tertutup kemungkinan hapusnya tanggung
jawab terbatas tersebut apabila terbukti terjadi hal-hal yang
disebutkan dalam ayat ini. Tanggung jawab pemegang saham
sebesar
setoran atas seluruh saham yang dimilikinya kemungkinan hapus
apabila terbukti, antara lain terjadi pencampuran harta
kekayaan
pribadi pemegang saham dan harta kekayaan Perseroan
sehingga Perseroan didirikan semata-mata sebagai alat yang
dipergunakan pemegang saham untuk memenuhi tujuan pribadinya
sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan huruf d.
Pasal 4
Berlakunya Undang-Undang ini, anggaran dasar Perseroan, dan ketentuan
peraturan perundang-undangan lain, tidak mengurangi kewajiban
setiap Perseroan untuk menaati asas itikad baik, asas
kepantasan,
asas kepatutan, dan prinsip tata kelola Perseroan yang
baik (good
corporate governance) dalam menjalankan Perseroan.
Yang dimaksud dengan "ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya"
adalah semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan
keberadaan dan jalannya Perseroan, termasuk peraturan
pelaksanaannya, antara lain peraturan perbankan,
peraturan perasuransian, peraturan lembaga keuangan.
Dalam hal terdapat pertentangan antara anggaran dasar dan Undang-Undang
ini yang berlaku adalah Undang-Undang ini.
Pasal 5
Tempat kedudukan Perseroan sekaligus merupakan kantor pusat Perseroan.
Perseroan wajib mempunyai alamat sesuai dengan tempat kedudukannya yang
harus disebutkan, antara lain dalam surat-menyurat dan melalui
alamat tersebut Perseroan dapat dihubungi.
Pasal 6
Apabila Perseroan didirikan untuk jangka waktu terbatas, lamanya jangka
waktu tersebut harus disebutkan secara tegas, misalnya untuk
waktu
10 (sepuluh) tahun, 20 (dua puluh) tahun, 35 (tiga puluh lima)
tahun, dan seterusnya. Demikian juga apabila Perseroan
didirikan untuk jangka waktu tidak terbatas harus disebutkan
secara tegas dalam anggaran dasar.
Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "orang" adalah orang perseorangan, baik warga
negara Indonesia maupun asing atau badan hukum Indonesia atau
asing. Ketentuan dalam ayat ini menegaskan prinsip yang
berlaku
berdasarkan Undang-Undang ini bahwa pada dasarnya sebagai
badan
hukum, Perseroan didirikan berdasarkan perjanjian, karena itu
mempunyai lebih dari 1 (satu) orang pemegang saham.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Dalam hal Peleburan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan yang meleburkan
diri masuk menjadi modal Perseroan hasil peleburan dan pendiri
tidak mengambil bagian saham sehingga pendiri dari Perseroan
hasil
Peleburan adalah Perseroan yang meleburkan diri dan nama
pemegang
saham dari Perseroan hasil Peleburan adalah nama pemegang
saham
dari Perseroan yang meleburkan diri.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Perikatan dan kerugian Perseroan yang menjadi tanggung jawab pribadi
pemegang saham adalah perikatan dan kerugian yang terjadi
setelah
lewat waktu 6 (enam) bulan tersebut.
Yang dimaksud dengan "pihak yang berkepentingan" adalah kejaksaan
untuk kepentingan umum, pemegang saham, Direksi, Dewan
Komisaris,
karyawan Perseroan, kreditor, dan/atau pemangku kepentingan
(stake
holder) lainnya.
Ayat (7)
Karena status dan karakteristik yang khusus, persyaratan jumlah pendiri
bagi Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat ini diatur dalam
peraturan perundang-undangan tersendiri.
Huruf a
Yang dimaksud dengan "persero" adalah badan usaha milik negara
yang berbentuk Perseroan yang modalnya terbagi dalam saham
yang
diatur dalam Undang-Undang tentang Badan Usaha Milik Negara.
Huruf b
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Dalam mendirikan Perseroan
diperlukan
kejelasan mengenai kewarganegaraan pendiri. Pada dasarnya
badan
hukum Indonesia yang berbentuk Perseroan didirikan oleh warga
negara Indonesia atau badan hukum Indonesia. Namun, kepada
warga
negara asing atau badan hukum asing diberikan kesempatan untuk
mendirikan badan hukum Indonesia yang berbentuk Perseroan
sepanjang Undang-Undang yang mengatur bidang usaha Perseroan
tersebut memungkinkan, atau pendirian Perseroan
tersebut diatur
dengan Undang-Undang tersendiri.
Dalam hal pendiri adalah badan hukum asing, nomor dan
tanggal pengesahan badan hukum pendiri adalah dokumen yang
sejenis
dengan itu, antara lain certificate of incorporation.
Dalam hal pendiri adalah badan hukum negara atau daerah,
diperlukan Peraturan Pemerintah tentang penyertaan dalam
Perseroan
atau Peraturan Daerah tentang penyertaan daerah dalam
Perseroan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "mengambil bagian saham" adalah jumlah
saham yang diambil oleh pemgang saham pada saat pendirian
Perseroan.
Apabila ada penyetoran yang melebihi nilai nominal sehingga
menimbulkan selisih antara nilai yang sebenarnya dibayar
dengan
nilai nominal, selisih tersebut dicatat dalam laporan keuangan
sebagai agio.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "jasa teknologi informasi sistem administrasi
badan hukum" adalah jenis pelayanan yang diberikan kepada masyarakat
dalam proses pengesahan badan hukum Perseroan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "langsung" dalam ketentuan ini adalah pada saat
yang bersamaan dengan saat pengajuan permohonan diterima.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan "tanda tangan secara elektronik" adalah tanda
tangan yang dilekatkan atau disertakan pada data elektronik
oleh
pejabat yang berwenang yang membuktikan keotentikan data yang
berupa gambar elektronik dari tanda tangan pejabat yang
berwenang
tersebut yang dibuat melalui media komputer.
Ayat (7)
Lihat penjelasan ayat (3).
Ayat (8)
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat ini tidak dikenakan biaya
tambahan.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini "perbuatan hukum" yang dimaksud, antara lain
perbuatan hukum yang dilakukan oleh calon pendiri dengan pihak
lain yang akan diperhitungkan dengan kepemilikan dan
penyetoran
saham calon pendiri dalam Perseroan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "dilekatkan" adalah penyatuan dokumen yang
dilakukan dengan cara melekatkan atau menjahitkan dokumen
tersebut
sebagai satu kesatuan dengan akta pendirian.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Ketentuan ini mengatur tata cara yang harus ditempuh untuk mengalihkan
kepada Perseroan hak dan/atau kewajiban yang timbul dari
perbuatan
calon pendiri yang dibuat sebelum Perseroan didirikan melalui
penerimaan secara tegas atau pengambilan hak dan kewajiban
yang
timbul dari perbuatan hukum dimaksud.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "perbuatan hukum atas nama Perseroan" adalah
perbuatan hukum, baik yang menyebutkan Perseroan sebagai pihak
dalam perbuatan hukum maupun menyebutkan Perseroan sebagai
pihak
yang berkepentingan dalam perbuatan hukum.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa anggota Direksi tidak
dapat melakukan perbuatan hukum atas nama Perseroan yang belum
memperoleh status badan hukum, tanpa persetujuan semua
pendiri,
anggota Direksi lainnya dan anggota Dewan Komisaris.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "tanggung jawab pendiri yang bersangkutan dan
tidak mengikat Perseroan" adalah tanggung jawab pendiri yang
melakukan perbuatan tersebut secara pribadi dan Perseroan
tidak
bertanggung jawab atas perbuatan hukum yang dilakukan pendiri
tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "dihadiri" adalah dihadiri sendiri ataupun
diwakilkan berdasarkan surat kuasa.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Lihat penjelasan Pasal 6.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Yang dimaksud dengan "tata cara pengangkatan" adalah termasuk
prosedur pemilihan, antara lain pemilihan secara lisan atau
dengan
surat tertutup dan pemilihan calon secara perseorangan atau
paket.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Dalam hal tidak ada tulisan singkatan "Tbk", berarti Perseroan itu
berstatus tertutup.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Ketentuan pada ayat (1) tidak menutup kemungkinan Perseroan mempunyai
tempat kedudukan di desa atau di kecamatan sepanjang anggaran
dasar mencantumkan nama kota atau kabupaten dari desa dan
kecamatan tersebut. Contoh: PT A bertempat kedudukan di desa
Bojongsari, Kecamatan Pandaan, Kabupaten Pasuruan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 18
Maksud dan tujuan merupakan usaha pokok Perseroan.
Kegiatan usaha merupakan kegiatan yang dijalankan oleh Perseroan dalam
rangka mencapai maksud dan tujuannya, yang harus dirinci secara jelas
dalam anggaran dasar, dan rincian tersebut tidak boleh
bertentangan dengan anggaran dasar.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Persetujuan kurator dilaksanakan sebelum pengambilan keputusan
perubahan anggaran dasar. Hal tersebut dimaksudkan untuk
menghindari kemungkinan adanya penolakan oleh kurator sehingga
berakibat keputusan perubahan anggaran dasar menjadi batal.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Lihat penjelasan Pasal 6
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Perubahan anggaran dasar dari status Perseroan yang tertutup
menjadi Perseroan Terbuka atau sebaliknya meliputi perubahan
seluruh ketentuan anggaran dasar sehingga persetujuan Menteri
diberikan atas perubahan seluruh anggaran dasar tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan "harus dinyatakan dengan akta notaris" adalah
harus dalam bentuk akta pernyataan keputusan rapat atau akta
perubahan anggaran dasar.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Dalam hal permohonan tetap diajukan, Menteri wajib menolak permohonan
atau pemberitahuan tersebut.
Pasal 22
Ayat (1)
Ketentuan pada ayat ini tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (7).
Contoh :
Perseroan didirikan untuk 50 (lima puluh) tahun dan akan berakhir
pada tanggal 15
November 2007 sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
22 ayat (1)
apabila jangka waktu berdirinya Perseroan akan diperpanjang,
permohonan persetujuan
perubahan anggaran dasar mengenai perpanjangan jangka
waktu tersebut harus
sudah diajukan kepada Menteri paling lambat tanggal 15
September 2007.
Dalam hal RUPS
telah mengambil keputusan untuk memperpanjang jangka
waktu tersebut pada
tanggal 1 Agustus 2007 dan telah dinyatakan dalam akta Notaris
pada tanggal 7
Agustus 2007, pengajuan permohonan kepada Menteri harus
diajukan paling lambat 7 September 2007.
Dalam hal RUPS
untuk perpanjangan jangka waktu tersebut diadakan pada
tanggal 20 Agustus
2007, perpanjangan jangka waktu tersebut harus dinyatakan dalam
akta Notaris dan
diajukan permohonannya kepada Menteri paling lambat pada
tanggal 15 September
2007 sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksdu dalam Pasal
22 ayat (1).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud
dengan "Undang-undang ini menentukan lain" adalah, antara
lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26 Undang-Undang ini
yang mengatur
adanya persyaratan yang harus dipenuhi sebelum berlakunya
Keputusan Menteri atau
adanya tanggal kemudian yang ditetapkan dalam Keputusan
Menteri, yang memuat
syarat tunda yang harus dipenuhi lebih dahulu atau tanggal kemudian.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud
dengan "tanggal kemudian yang ditetapkan" adalah tanggal
setelah tanggal persetujuan Menteri.
Huruf c
Yang dimaksud
dengan "tanggal kemudian yang ditetapkan dalam akta
Penggabungan atau akta
Pengambilalihan" adalah tanggal yang telah disepakati oleh para pihak
dan merupakan
tanggal setelah tanggal penerimaan pemberitahuan perubahan
anggaran dasar oleh Menteri.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "perubahan data Perseroan" adalah antara
lain data tentang pemindahan hak atas saham, penggantian
anggota Direksi
dan Dewan Komisaris, pembubaran Perseroan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud
dengan "kegiatan usaha tertentu", antara lain usaha
perbankan, asuransi, atau freight forwarding.
Ayat (3)
Ketentuan pada
ayat ini diperlukan untuk mengantisipasi perubahan
keadaan perekonomian.
Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud
dengan "bukti penyetoran yang sah", antara lain bukti
setoran pemegang saham
ke dalam rekening bank atas nama Perseroan, data dari
laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan, atau neraca
Perseroan yang ditandatangani oleh Direksi dan Dewan Komisaris.
Ayat (3)
Ketentuan ini
menegaskan bahwa tidak dimungkinkan penyetoran atas saham
dengan cara mengangsur.
Pasal 34
Ayat (1)
Pada umumnya penyetoran saham adalah bentuk uang. Namun, tidak
ditutup kemungkinan
penyetoran saham dalam bentuk lain, baik berupa benda
berwujud maupun benda
tidak berwujud, yang dapat dinilai dengan uang dan yang
secara nyata telah diterima oleh Perseroan.
Penyetoran
saham dalam bentuk lain selain uang harus disertai rincian
yang menerangkan
nilai atau harga, jenis atau macam, status, tempat kedudukan,
dan lain-lain yang
dianggap perlu demi kejelasan mengenai penyetoran tersebut.
Ayat (2)
Nilai wajar
setoran modal saham ditentukan sesuai dengan nilai pasar. Jika nilai
pasar tidak
tersedia, nilai wajar ditentukan berdasarkan teknik penilaian yang
paling sesuai dengan
karakteristik setoran, berdasarkan informasi yang relevan dan terbaik.
Yang dimaksud
dengan "ahli yang tidak terafiliasi" adalah ahli yang tidak mempunyai :
Ayat (3)
Maksud
diumumkannya penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak
dalam Surat Kabar,
adalah agar diketahui umum dan memberikan kesempatan kepada
pihak yang
berkepentingan untuk dapat mengajukan keberatan atas penyerahan
benda tersebut
sebagai setoran modal saham, misalnya ternyata diketahui benda
tersebut bukan milik penyetor.
Pasal 35
Ayat (1)
Diperlukannya
persetujuan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat ini adalah
untuk menegaskan
bahwa hanya dengan persetujuan RUPS dapat dilakukan
kompensasi karena dengan
disetujuinya kompensasi, hak didahulukan pemegang saham
lainnya untuk mengambil saham baru dengan sendirinya
dilepaskan.
Ayat (2)
Berdasarkan
ketentuan pada ayat ini, bunga dan denda yang terutang sekalipun
telah jatuh waktu
dan harus dibayar karena secara nyata tidak diterima oleh
Perseroan, tidak dapat dikompensasikan sebagai setoran saham.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah pihak yang menjadi
penanggung atau penjamin utang Perseroan telah membayar lunas
utang
Perseroan sehingga mempunyai hak tagih terhadap Perseroan.
Huruf c
Yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah kewajiban pembayaran
utang oleh Perseroan dalam kedudukannya sebagai penanggung
atau penjamin
menjadi hapus hak tagih kreditor dikompensasi dengan setoran
saham yang dikeluarkan oleh Perseroan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 36
Ayat (1)
Pada
prinsipnya, pengeluaran saham adalah suatu upaya pengumpulan modal,
maka kewajiban
penyetoran atas saham seharusnya dibebankan kepada pihak lain.
Demi kepastian,
Pasal ini menentukan bahwa Perseroan tidak boleh mengeluarkan
saham untuk dimiliki sendiri.
Larangan
tersebut termasuk juga larangan kepemilikan silang (cross holding)
yang terjadi
apabila Perseroan memiliki saham yang dikeluarkan oleh Perseroan lain
yang memiliki saham
Perseroan tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pengertian
kepemilikan silang secara langsung adalah apabila Perseroan
pertama memiliki saham
pada Perseroan kedua tanpa melalui kepemilikan padas
atau "Perseroan
antara" atau lebih dan sebaliknya Perseroan kedua memiliki saham
pada Perseroan pertama.
Pengertian
kepemilikan silang secara tidak langsung adalah kepemilikan
Perseroan pertama atas saham pada Perseroan kedua melalui
kepemilikan padas atau "Perseroan
antara" atau lebih dan sebaliknya Perseroan kedua memiliki saham
pada Perseroan pertama.
Ayat (2)
Kepemilikan
saham yang mengakibatkan pemilikan saham oleh Perseroan
sendiri atau pemilikan
saham secara kepemilikan silang tidak dilarang jika pemilikan
saham tersebut
diperoleh berdasarkan peralihan karena hukum, hibah, atau hibah
wasiat oleh karena
dalam hal ini tidak ada pengeluaran saham yang memerlukan
setoran dana dari
pihak lain sehingga tidak melanggar ketentuan larangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud
dengan "perusahaan efek" adalah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang tentang Pasar Modal.
Pasal 37
Ayat (1)
Pembelian
kembali saham Perseroan tidak menyebabkan pengurangan modal,
kecuali apabila saham tersebut ditarik kembali.
Huruf a
Yang dimaksud dengan "kekayaan bersih" adalah seluruh harta
kekayaan Perseroan dikurangi seluruh kewajiban Perseroan
sesuai dengan
laporan keuangan terbaru yang disahkan oleh RUPS dalam waktu 6
(enam)
bulan terakhir.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Ketentuan
jangka waktu 3 (tiga) tahun pada ayat ini dimaksudkan agar
Perseroan dapat
menentukan apakah saham tersebut akan dijual atau ditarik kembali
dengan cara pengurangan modal.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan "pelaksanaan" adalah penentuan tentang saat, cara
pembelian kembali saham,
dan jumlah saham yang akan dibeli kembali, tetapi tidak
termasuk hal-hal yang
menjadi tugas Direksi dalam pembelian kembali saham,
seperti melakukan
pembayaran, menyimpan surat saham, dan mencatatkan dalam
daftar pemegang saham.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan "modal Perseroan" adalah modal dasar, modal
ditempatkan, dan modal disetor.
Ayat (2)
Yang dimaksud
dengan "pelaksanaan" pada ayat ini adalah penentuan saat, cara,
dan jumlah penambahan modal yang tidak melebihi batas maksimum
yang telah ditetapkan
oleh RUPS, tetapi tidak termasuk hal-hal yang menjadi tugas Direksi
dalam penambahan
modal, seperti menerima setoran saham dan mencatatnya dalam
daftar pemegang saham.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud
dengan "jumlah saham dengan hak suara" adalah jumlah
seluruh saham dengan hak suara yang telah dikeluarkan oleh
Perseroan.
Yang dimaksud
dengan "kecuali ditentukan lebih besar dalam anggaran dasar"
adalah kuorum yang
ditetapkan dalam anggaran dasar lebih tinggi daripada kuorum
yang ditentukan pada ayat ini.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "saham yang ditujukan kepada karyawan
Perseroan", antara lain saham yang dikeluarkan dalam rangka
ESOP (employee
stocks option program) Perseroan dengan segenap hak dan
kewajiban yang melekat padanya.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "reorganisasi dan/atau restrukturisasi",
antara lain Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan,
kompensasi piutang,
atau Pemisahan.
Ayat (4)
Yang dimaksud
dengan "jangka waktu 14 (empat belas) hari" termasuk batas
waktu bagi pemegang
saham untuk mengambil bagian dari pemegang saham lain yang
tidak menggunakan haknya.
Pasal 44
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan "pengurangan modal " adalah pengurangan modal
dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor.
Pengurangan
modal ditempatkan dan modal disetor dapat terjadi dengan
cara menarik
kembali saham yang telah dikeluarkan untuk dihapus atau dengan
cara menurunkan nilai nominal saham.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Ayat (1)
"Penarikan
kembali saham" berarti saham tersebut ditarik dari peredaran
dalam rangka pengurangan modal ditempatkan dan modal disetor.
Ayat (2)
Yang dimaksud
dengan "penarikan kembali saham" adalah penarikan kembali
saham yang mengakibatkan penghapusan saham tersebut dari
peredaran.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 48
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan ketentuan ini adalah Perseroan hanya
diperkenankan mengeluarkan
saham atas nama pemiliknya dan Perseroan tidak boleh
mengeluarkan saham atas tunjuk.
Ayat (2)
Yang dimaksud
dengan "instansi yang berwenang" adalah instansi yang
berdasarkan undang-undang
berwenang mengawasi Perseroan yang melakukan kegiatan
usahanya di bidang
tertentu, misalnya Bank Indonesia berwenang mengawasi Perseroan
di bidang
perbankan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral berwenang
mengawasi Perseroan di bidang energi dan pertambangan.
Ayat (3)
Yang dimaksud
dengan "tidak dapat menjalankan hak selaku pemegang
saham", misalnya hak
untuk dicatat dalam daftar pemegang saham, hak untuk menghadiri
dan mengeluarkan
suara dalam RUPS, atau hak untuk menerima dividen yang dibagikan.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "jumlah yang disetor" adalah paling sedikit
sama dengan jumlah nilai nominal saham.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud
dengan "daftar khusus" adalah salah satu sumber informasi
mengenai besarnya
kepemilikan dan kepentingan anggota Direksi dan Dewan
Komisaris Perseroan pada
Perseroan yang bersangkutan atau Perseroan lain
sehingga pertentangan
kepentingan yang mungkin timbul dapat ditekan sekecil mungkin.
Yang dimaksud
dengan "keluarganya" adalah istri atau suami dan anak-anaknya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud
dengan "tidak mengatur lain" adalah bukan berarti tidak
diadakan kewajiban untuk menyusun daftar pemegang saham dan
daftar
khusus bagi Perseroan
Terbuka, tetapi peraturan perundang-undangan di bidang pasar
modal dapat
menentukan kriteria data yang harus dimasukkan dalam daftar
pemegang saham dan daftar khusus.
Pasal 51
Pengaturan bentuk bukti pemilikan saham ditetapkan dalam anggaran dasar
sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Berdasarkan
ketentuan ini, para pemegang saham tidak diperkenankan membagi-bagi hak
atas 1 (satu) saham menurut kehendaknya sendiri.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 53
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "klasifikasi saham" adalah pengelompokan
saham berdasarkan karakteristik yang sama.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud
dengan "saham biasa" adalah saham yang mempunyai hak
suara untuk
mengambil keputusan dalam RUPS mengenai segala hal yang berkaitan
dengan pengurusan
Perseroan, mempunyai hak untuk menerima dividen yang dibagikan,
dan menerima sisa kekayaan hasil likuidasi.
Hak suara yang
dimiliki oleh pemegang saham biasa dapat dimiliki juga
oleh pemegang saham klasifikasi lain.
Ayat (4)
Bermacam-macam
klasifikasi saham tidak selalu menunjukkan bahwa
klasifikasi tersebut
masing-masing berdiri sendiri, terpisah satu sama lain, tetapi
dapat merupakan gabungan dari 2 (dua) klasifikasi atau lebih.
Pasal 54
Ayat (1)
Pecahan saham hanya dimungkinkan apabila diatur dalam anggaran dasar.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan "akta", baik berupa akta yang dibuat di hadapan
notaris maupun akta bawah tangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "memberitahukan perubahan susunan pemegang
saham kepada
Menteri" adalah termasuk juga perubahan susunan pemegang saham
yang disebabkan karena warisan, Pengambilalihan, atau
Pemisahan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 57
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud
dengan "peralihan hak karena hukum", antara lain peralihan
hak karena
kewarisan atau peralihan hak sebagai akibat Penggabungan, Peleburan,
atau Pemisahan.
Pasal 58
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud
dengan "hanya berlaku 1 (satu) kali" adalah anggaran
dasar Perseroan
tidak boleh menentukan menawarkan sahamnya lebih dari 1 (satu)
kali sebelum menawarkan kepada pihak ketiga.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Ayat (1)
Kepemilikan atas saham sebagai benda bergerak memberikan hak
kebendaan kepada
pemiliknya. Hak tersebut dapat dipertahankan terhadap setiap orang.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ketentuan ini
dimaksudkan agar Perseroan atau pihak lain yang
berkepentingan dapat mengetahui mengenai status saham tersebut.
Ayat (4)
Ketentuan ini menegaskan kembali asas hukum yang tidak
memungkinkan pengalihan hak
suara terlepas dari kepemilikan atas saham. Sedangkan hak lain
di luar hak suara
dapat diperjanjikan sesuai dengan kesepakatan di antara
pemegang saham dan pemegang agunan.
Pasal 61
Ayat (1)
Gugatan yang diajukan pada dasarnya memuat permohonan agar
Perseroan menghentikan
tindakan yang merugikan tersebut dan mengambil langkah
tertentu baik untuk
mengatasi akibat yang sudah timbul maupun untuk mencegah
tindakan serupa dikemudian hari.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 62
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "kekayaan bersih" adalah kekayaan bersih
menurut neraca terbaru yang disahkan dalam waktu 6 (enam)
bulan terakhir.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud
dengan "kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan"
adalah peraturan perundang-undangan menentukan lain
bahwa persetujuan
atas rencana kerja diberikan oleh RUPS, maka anggaran dasar
tidak dapat
menentukan rencana kerja disetujui oleh Dewan Komisaris atau
sebaliknya.
Demikian juga,
apabila peraturan perundang-undangan menentukan bahwa
rencana kerja harus
mendapat persetujuan dari Dewan Komisaris atau RUPS, maka
anggaran dasar tidak
dapat menentukan bahwa rencana kerja cukup disampaikan oleh Direksi
kepada Dewan Komisaris atau RUPS.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "laporan kegiatan Perseroan" adalah
termasuk laporan tentang hasil atau kinerja Perseroan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "rincian masalah" adalah termasuk sengketa
atau perkara yang melibatkan Perseroan.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud
dengan "standar akuntansi keuangan" adalah standar yang ditetapkan oleh
Organisasi Profesi Akuntan Indonesia yang diakui Pemerintah Republik
Indonesia.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 67
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "penandatanganan laporan tahunan" adalah
bentuk pertanggungjawaban anggota Direksi dan anggota Dewan
Komisaris dalam melaksanakan tugasnya.
Dalam hal
laporan keuangan Perseroan diwajibkan diaudit oleh akuntan
publik, laporan
tahunan yang dimaksud adalah laporan tahunan yang memuat
laporan keuangan yang telah diaudit.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "alasan secara tertulis" adalah agar RUPS
dapat menggunakannya sebagai salah satu bahan pertimbangan
dalam
memberikan penilaian terhadap laporan tersebut.
Anggota
Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang tidak memberikan
alasan, antara lain
karena yang bersangkutan telah meninggal dunia, alasan
tersebut dinyatakan
oleh Direksi dalam surat tersendiri yang dilekatkan pada laporan
tahunan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 68
Ayat (1)
Kewajiban
untuk menyerahkan laporan keuangan kepada akuntan publik
untuk diaudit timbul dari sifat Perseroan yang bersangkutan.
Kewajiban untuk menyerahkan laporan keuangan kepada pengawasan
ekstern dibenarkan
dengan asumsi bahwa kepercayaan masyarakat tidak boleh dikecewakan.
Demikian juga
halnya dengan Perseroan yang untuk pembiayaannya
mengharapkan dana dari pasar modal.
Huruf a
Yang dimaksud dengan "kegiatan usaha Perseroan yang menghimpun
dan/atau mengelola dana masyarakat", antara lain bank, asuransi,
reksa dana.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "surat pengakuan utang", antara lain
obligasi.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Lihat penjelasan Pasal 17 ayat (7) huruf a.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Maksud
pengumuman tersebut adalah dalam rangka akuntabilitas dan
keterbukaan kepada masyarakat
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 69
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Laporan
keuangan yang dihasilkan harus mencerminkan keadaan yang
sebenarnya dari aktiva,
kewajiban, modal, dan hasil usaha dari Perseroan. Direksi dan
Dewan Komisaris
mempunyai tanggung jawab penuh akan kebenaran isi laporan
keuangan Perseroan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 70
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan "laba bersih" adalah keuntungan tahun berjalan
setelah dikurangi pajak.
Ayat (2)
Yang dimaksud
dengan "saldo laba yang positif" adalah laba bersih Perseroan
dalam tahun buku
berjalan yang telah menutup akumulasi kerugian Perseroan dari
tahun buku sebelumnya.
Ayat (3)
Perseroan membentuk cadangan wajib dan cadangan lainnya. Cadangan
yang dimaksud pada ayat (1) adalah cadangan wajib.
Cadangan wajib
adalah jumlah tertentu yang wajib disisihkan oleh Perseroan
setiap tahun buku
yang digunakan untuk menutup kemungkinan kerugian Perseroan
pada masa yang akan datang.
Cadangan wajib
tidak harus selalu berbentuk uang tunai, tetapi dapat berbentuk
aset lainnya yang mudah dicairkan dan tidak dapat dibagikan
sebagai dividen.
Sedangkan yang
dimaksud dengan "cadangan lainnya" adalah cadangan di
luar cadangan wajib
yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan Perseroan,
misalnya untuk
perluasan usaha, untuk pembagian dividen, untuk tujuan sosial, dan
lain sebagainya.
Ketentuan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah modal
yang ditempatkan
dan disetor dinilai sebagai jumlah yang layak untuk cadangan wajib.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 71
Ayat (1)
Keputusan RUPS
pada ayat ini harus memperhatikan kepentingan Perseroan
dan kewajaran.
Berdasarkan
keputusan RUPS tersebut dapat ditetapkan sebagian atau seluruh
laba bersih,
digunakan untuk pembagian dividen kepada pemegang saham,
cadangan, dan/atau
pembagian lain seperti tansiem (tantieme) untuk anggota Direksi
dan Dewan Komisaris, serta bonus untuk karyawan.
Pemberian
tansiem dan bonus yang dikaitkan dengan kinerja Perseroan
telah dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya.
Ayat (2)
Yang dimaksud
dengan "seluruh laba bersih" adalah seluruh jumlah laba bersih
dari tahun buku
yang bersangkutan setelah dikurangi akumulasi kerugian Perseroan
dari tahun buku sebelumnya.
Ayat (3)
Dalam hal laba
bersih Perseroan dalam tahun buku berjalan belum
seluruhnya menutup
akumulasi kerugian Perseroan dari tahun buku sebelumnya, Perseroan
tidak dapat
membagikan dividen karena Perseroan masih mempunyai saldo laba
bersih negatif.
Pasal 72
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Contoh dividen interim yang harus dikembalikan adalah sebagai berikut.
Dividen
interim yang telah dibagikan sebesar Rp. 1.000,00 (seribu rupiah) per
saham.
Perseroan
menderita kerugian dan tidak mempunyai saldo laba positif sehingga
tidak ada dividen
yang dibagikan. Oleh karena itu, yang harus dikembalikan
adalah Rp 1.000,00 (seribu rupiah) per saham.
Seandainya
Perseroan menderita kerugian, tetapi Perseroan mempunyai laba
ditahan (retained
earning) dan saldo laba positif hingga, misalnya RUPS
menetapkan dividen
sebesar Rp 200,00 (dua ratus rupiah) per saham. Oleh karena, itu
saham yang harus
dikembalikan adalah Rp 1.000,00 (seribu rupiah) dikurangi Rp
200,00 (dua ratus rupiah) berarti Rp 800,00 (delapan ratus
rupiah)
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 73
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pengambilan
dividen yang dimaksud adalah jumlah nominal dividen tidak
termasuk bunga.
Ayat (3)
Jumlah dividen
yang tidak diambil dan menjadi hak Perseroan dibukukan dalam
pos pendapatan lain-lain dari Perseroan.
Pasal 74
Ayat (1)
Ketentuan ini
bertujuan untuk tetap menciptakan hubungan Perseroan yang
serasi, seimbang, dan
sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya
masayarakat setempat.
Yang dimaksud
dengan "Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya
dibidang sumber daya
alam" adalah Perseroan yang kegiatan usahanya mengelola
dan memanfaatkan sumber daya alam.
Yang dimaksud
dengan "Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya
yang berkaitan
dengan sumber daya alam" adalah Perseroan yang tidak mengelola
dan tidak
memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak
pada fungsi kemampuan sumber daya alam.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan" adalah dikenai segala bentuk
sanksi
yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan yang terkait.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 75
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ketentuan pada
ayat ini dimaksudkan berkenaan dengan hak pemegang saham
untuk memperoleh keterangan berkaitan dengan mata acara rapat
dengan tidak mengurangi hak
pemegang saham untuk mendapatkan keterangan lainnya
berkaitan dengan hak
pemegang saham yang diatur dalam Undang-Undang ini, antara lain
hak pemegang saham untuk melihat daftar pemegang saham dan
daftar
khusus sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50 ayat (4), serta hak pemegang saham
untuk mendapatkan
bahan-bahan rapat segera setelah panggilan RUPS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (3) dan ayat (4).
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 76
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud
dengan "ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)"
adalah RUPS harus diadakan di wilayah negara Republik
Indonesia.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 77
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud
dengan "disetujui dan ditandatangani" adalah disetujui
dan ditandatangani secara fisik atau secara elektronik.
Pasal 78
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan "RUPS lainnya" dalam praktik sering dikenal sebagai
RUPS luar biasa.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 79
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud
dengan "alasan yang menjadi dasar permintaan diadakan
RUPS", antara lain
karena Direksi tidak mengadakan RUPS tahunan sesuai dengan
batas waktu yang
telah ditentukan atau masa jabatan anggota Direksi dan/atau
anggota Dewan Komisaris akan berakhir.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Pasal 80
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud
dengan "penetapan pengadilan mengenai kuorum kehadiran
dan ketentuan
tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS" adalah khusus
berlaku untuk RUPS
ketiga, sedangkan untuk RUPS pertama dan RUPS kedua
ketentuan kuorum
kehadiran dan persyaratan pengambilan keputusan berlaku
ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 86, Pasal 87, Pasal 88, dan Pasal 89
atau anggaran dasar Perseroan.
Yang dimaksud
dengan "bentuk RUPS" adalah RUPS tahunan atau RUPS lainnya.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Yang dimaksud
dengan "bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap"
adalah bahwa atas
penetapan tersebut tidak dapat diajukan banding, kasasi, atau
peninjauan kembali.
Ketentuan ini dimaksudkan agar pelaksanaan RUPS tidak tertunda.
Ayat (7)
Upaya hukum yang dimungkinkan apabila penetapan pengadilan
menolak permohonan
adalah hanya upaya hukum kasasi dan tidak dimungkinkan
peninjauan kembali.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 81
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pemanggilan
RUPS adalah kewajiban Direksi. Pemanggilan RUPS dapat dilakukan
oleh Dewan
Komisaris, antara lain dalam hal Direksi tidak menyelenggarakan
RUPS sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 79 ayat (6), dalam hal Direksi berhalangan
atau terdapat pertentangan kepentingan antara Direksi dan
Perseroan.
Pasal 82
Ayat (1)
"Jangka waktu
14 (empat belas) hari" adalah jangka waktu minimal untuk
memanggil rapat. Oleh
karena itu, dalam anggaran dasar tidak dapat menentukan jangka
waktu lebih singkat
dari 14 (empat belas) hari kecuali untuk rapat kedua atau rapat
ketiga sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 83
Ayat (1)
Pengumuman
dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada pemegang
saham mengusulkan kepada Direksi untuk penambahan acara RUPS.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 84
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan "kecuali anggaran dasar menentukan lain" adalah
apabila anggaran dasar
mengeluarakan satu saham tanpa hak suara. Dalam hal
anggaran dasar tidak
menentukan hal tersebut, dapat dianggap bahwa setiap saham
yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara.
Ayat (2)
Dengan
ketentuan ini saham Perseroan yang dikuasai oleh Perseroan tersebut,
baik langsung
maupun tidak langsung, tidak mempunyai hak suara dan tidak
dihitung dalam penentuan kuorum.
Huruf a
Yang dimaksud dengan "dikuasai sendiri" adalah dikuasai baik
karena hubungan kepemilikan, pembelian kembali maupun karena
gadai.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 85
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ketentuan pada
ayat ini merupakan perwujudan asas musyawarah untuk
mufakat yang diakui
dalam Undang-Undang ini. Oleh karena itu, suara yang berbeda
(split voting) tidak dibenarkan.
Bagi Perseroan
Terbuka suara berbeda yang dikeluarkan oleh bank kustodian
atau perusahaan
efek yang mewakili pemegang saham dalam dana bersama (mutual
fund) bukan merupakan suara yang berbeda sebagaimana dimaksud
pada
ayat ini.
Ayat (4)
Dalam menetapkan kuorum RUPS, saham dari pemegang saham yang
diwakili anggota
Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan karyawan Perseroan sebagai
kuasa ikut dihitung,
tetapi dalam pemungutan suara mereka sebagai kuasa
pemegang saham tidak berhak mengeluarkan suara.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 86
Ayat (1)
Penyimpangan
atas ketentuan pada ayat ini hanya dimungkinkan dalam hal
yang ditentukan
Undang-Undang ini. Anggaran dasar tidak boleh menentukan kuorum
yang lebih kecil daripada kuorum yang ditentukan oleh
Undang-Undang ini.
Ayat (2)
Dalam hal
kuorum RUPS pertama tidak tercapai, rapat harus tetap dibuka
dan kemudian
ditutup dengan membuat notulen rapat yang menerangkan bahwa
RUPS pertama tidak
dapat dilanjutkan karena kuorum tidak tercapai dan selanjutnya
dapat diadakan pemanggilan RUPS yang kedua.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Dalam hal
kuorum RUPS kedua tidak tercapai, maka RUPS harus tetap dibuka
dan kemudian
ditutup dengan membuat notulen RUPS yang menerangkan bahwa
RUPS kedua tidak
dapat dilanjutkan karena kuorum tidak tercapai dan selanjutnya
dapat diajukan
permohonan kepada ketua pengadilan negeri untuk menetapkan
kuorum RUPS ketiga.
Ayat (6)
Dalam hal
ketua pengadilan negeri berhalangan, penetapan dilakukan oleh
pejabat lain yang mewakili ketua.
Ayat (7)
Yang dimaksud
dengan "bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap"
adalah bahwa atas
penetapan tersebut tidak dapat diajukan banding, kasasi, atau
peninjauan kembali.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 87
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan "musyawarah untuk mufakat" adalah hasil kesepakatan
yang disetujui oleh pemegang saham yang hadir atau diwakili
dalam
RUPS
Ayat (2)
Yang dimaksud
dengan "disetujui lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian" adalah
bahwa usul dalam
mata acara rapat harus disetujui lebih dari 1/2 (satu perdua)
jumlah suara yang
dikeluarkan. Jika terdapat 3 (tiga) usul atau calon dan tidak ada
yang memperoleh
suara lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian, pemungutan suara atas
2 (dua) usul
atau calon yang mendapatkan suara terbanyak harus diulang
sehingga salah satu
usul atau calon mendapatkan suara lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud
dengan "kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang
persyaratan pengambilan
keputusan RUPS yang lebih besar" adalah lebih besar daripada
yang ditetapkan
pada ayat ini, tetapi tidak lebih besar daripada yang ditetapkan pada
ayat (1).
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 90
Ayat (1)
Penandatanganan oleh ketua rapat dan paling sedikit 1 (satu)
orang pemegang saham yang
ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS dimaksudkan untuk
menjamin kepastian dan kebenaran isi risalah RUPS tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 91
Yang dimaksud dengan "pengambilan keputusan di luar RUPS" dalam praktik
dikenal dengan usul keputusan yang diedarkan (circular
resolution).
Pengambilan keputusan seperti ini dilakukan tanpa diadakan RUPS secara
fisik, tetapi keputusan diambil dengan cara mengirimkan secara
tertulis usul yang akan diputuskan kepada semua pemegang saham
dan
usul tersebut disetujui secara tertulis oleh seluruh pemegang
saham.
Yang dimaksud dengan "keputusan yang mengikat" adalah keputusan yang
mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan keputusan RUPS.
Pasal 92
Ayat (1)
Ketentuan ini
menugaskan Direksi untuk mengurus Perseroan yang antara
lain meliputi pengurusan sehari-hari dari Perseroan.
Ayat (2)
Yang dimaksud
dengan "kebijakan yang dipandang tepat" adalah kebijakan
yang, antara lain
didasarkan pada keahlian, peluang yang tersedia, dan kelaziman
dalam dunia usaha yang sejenis.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Direksi
sebagai organ Perseroan yang melakukan pengurusan Perseroan
memahami dengan jelas
kebutuhan pengurusan Perseroan. Oleh karena itu, apabila RUPS
tidak menetapkan
pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi, sudah
sewajarnya penetapan tersebut dilakukan oleh Direksi sendiri.
Pasal 93
Ayat (1)
Jangka waktu 5
(lima) tahun terhitung sejak yang bersangkutan dinyatakan
bersalah berdasarkan
putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap
telah menyebabkan
Perseroan pailit atau apabila dihukum terhitung sejak selesai
menjalani hukuman.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "sektor keuangan", antara lain lembaga
keuangan bank dan nonbank, pasar modal, dan sektor lain yang
berkaitan
dengan penghimpunan dan pengelolaan dana masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud
dengan "surat" adalah surat pernyataan yang dibuat oleh
calon anggota
Direksi yang bersangkutan berkenaan dengan persyaratan ayat (1) dan
surat dari instansi yang berwenang berkenaan dengan
persyaratan ayat (2).
Pasal 94
Ayat (1)
Kewenangan
RUPS tidak dapat dilimpahkan kepada Organ Perseroan lainnya
atau pihak lain.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Persyaratan
pengangkatan anggota Direksi untuk "jangka waktu
tertentu", dimaksudkan
anggota Direksi yang telah berakhir masa jabatannya tidak
dengan sendirinya
meneruskan jabatannya semula, kecuali dengan pengangkatan
kembali berdasarkan
keputusan RUPS. Misalnya untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun atau
5 (lima) tahun
sejak tanggal pengangkatan, maka sejak berakhirnya jangka
waktu tersebut
mantan anggota Direksi yang bersangkutan tidak berhak lagi bertindak
untuk dan atas nama Perseroan, kecuali setelah diangkat
kembali oleh RUPS.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Yang dimaksud
dengan "perubahan anggota direksi" termasuk perubahan
karena pengangkatan kembali anggota Direksi.
Ayat (8)
Yang dimaksud
dengan "permohonan" adalah permohonan persetujuan
perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
ayat (2).
Yang dimaksud
dengan "pemberitahuan" adalah pemberitahuan perubahan
anggaran dasar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) dan pemberitahuan
tentang data Perseroan
lainnya yang wajib diberitahukan kepada Menteri sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang ini.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 95
Ayat (1)
Pengangkatan
anggota Direksi batal karena hukum sejak diketahuinya
pelanggaran terhadap
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 oleh anggota
Direksi lainnya atau
Dewan Komisaris berdasarkan bukti yang sah dan kepada
anggota Direksi yang
bersangkutan diberitahukan secara tertulis pada saat diketahuinya
hal tersebut.
Ayat (2)
Yang dimaksud
dengan "anggota Direksi lainnya" adalah anggota Direksi di
luar anggota
Direksi yang pengangkatannya batal dan mempunyai wewenang
mewakili Direksi sesuai
dengan anggaran dasar. Jika tidak terdapat anggota Direksi
yang demikian itu, yang melaksanakan pengumuman adalah Dewan
Komisaris.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 96
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan "besarnya gaji dan tunjangan anggota Direksi"
adalah besarnya gaji dan tunjangan bagi setiap anggota Direksi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 97
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud
dengan "penuh tanggung jawab" adalah memperhatikan
Perseroan dengan saksama dan tekun
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "mengambil tindakan untuk mencegah timbul
atau berlanjutnya kerugian" termasuk juga langkah-langkah
untuk
memperoleh informasi mengenai tindakan pengurusan yang dapat
mengakibatkan kerugian, antara lain melalui forum rapat
Direksi.
Ayat (6)
Dalam hal
tindakan Direksi merugikan Perseroan, pemegang saham yang
memenuhi persyaratan
sebagaimana ditetapkan pada ayat ini dapat mewakili Perseroan
untuk melakukan tuntutan atau gugatan terhadap Direksi melalui
pengadilan.
Ayat (7)
Gugatan yang diajukan Dewan Komisaris adalah dalam rangka tugas
Dewan Komisaris
melaksanakan fungsi pengawasan atas pengurusan Perseroan
yang dilakukan oleh
Direksi, untuk mengajukan gugatan tersebut Dewan Komisaris
tidak perlu
bertindak bersama-sama dengan anggota Direksi lainnya dan
kewenangan Dewan
Komisaris tersebut tidak terbatas hanya dalam hal seluruh anggota
Direksi mempunyai benturan kepentingan.
Pasal 98
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Undang-Undang
ini pada dasarnya menganut sistem perwakilan kolegial, yang
berarti tiap-tiap
anggota Direksi berwenang mewakili Perseroan. Namun, untuk
kepentingan Perseroan,
anggaran dasar dapat menentukan bahwa Perseroan diwakili oleh
anggota Direksi tertentu.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud
"tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang", misalnya
RUPS tidak berwenang memutuskan bahwa Direksi di dalam
mengagunkan
atau mengalihkan
sebagian besar aset Perseroan cukup dengan persetujuan
Dewan Komisaris atau
persetujuan RUPS dengan kuorum kurang dari 3/4 (tiga perempat).
Yang dimaksud
"tidak boleh bertentangan dengan anggaran dasar",
misalnya anggaran dasar
menentukan untuk peminjaman uang di atas Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah), Direksi harus mendapatkan persetujuan Dewan
Komisaris. RUPS tidak
berwenang mengambil keputusan bahwa untuk peminjaman uang di atas Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), Direksi harus memperoleh
persetujuan Dewan
Komisaris tanpa terlebih dahulu mengubah ketentuan anggaran
dasar tersebut.
Pasal 99
Cukup jelas
Pasal 100
Ayat (1)
Huruf a
Daftar pemegang saham dan daftar khusus sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
50. risalah RUPS
dan risalah rapat Direksi memuat segala sesuatu
yang dibicarakan
dan diputuskan dalam setiap rapat.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "dokumen Perseroan lainnya", antara lain
risalah rapat Dewan Komisaris, perizinan Perseroan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 101
Setiap perolehan dan perubahan dalam kepemiliki saham tersebut wajib
dilaporkan. Laporan Direksi mengenai hal ini dicatat dalam
daftar
khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2).
Yang dimaksud dengan "keluarganya", lihat penjelasan Pasal 50 ayat (2).
Pasal 102
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan "kekayaan Perseroan" adalah semua barang baik
bergerak maupun tidak
bergerak, baik berwujud maupun tidak berwujud, milik Perseroan.
Yang dimaksud
dengan "dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, baik yang berkaitan
satu sama lain
maupun tidak" adalah satu transaksi atau lebih yang secara
kumulatif mengakibatkan dilampauinya ambang 50% (lima puluh
persen).
Penilaian
lebih dari 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih didasarkan pada
nilai buku sesuai neraca yang terakhir disahkan RUPS.
Ayat (2)
Berbeda dari
transaksi pengalihan kekayaan, tindakan transaksi penjaminan
utang kekayaan
Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak
dibatasi jangka
waktunya, tetapi harus diperhatikan adalah jumlah kekayaan Perseroan
yang masih dalam penjaminan dalam kurun waktu tertentu.
Ayat (3)
Yang dimaksud
dengan "tindakan pengalihan atau penjaminan kekayaan
Perseroan, misalnya
penjualan rumah oleh perusahaan real estate, penjualan surat
berharga antarbank, dan
penjualan barang dagangan (inventory) oleh perusahaan
distribusi atau perusahaan dagang.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 103
Yang dimaksud dengan "kuasa" adalah kuasa khusus untuk perbuatan
tertentu sebagaimana disebutkan dalam surat kuasa.
Pasal 104
Untuk membuktikan kesalahan atau kelalaian Direksi, gugatan diajukan ke
pengadilan niaga sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Pasal 105
Ayat (1)
Keputusan RUPS
untuk memberhentikan anggota Direksi dapat dilakukan
dengan alasan yang
bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai anggota
Direksi yang
ditetapkan dalam Undang-Undang ini, antara lain melakukan tindakan
yang merugikan
Perseroan atau karena alasan lain yang dinilai tepat oleh RUPS.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pembelaan diri dalam ketentuan ini dilakukan secara tertulis.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 106
Ayat (1)
Mengingat
pemberhentian anggota Direksi oleh RUPS memerlukan waktu
untuk pelaksanaannya, sedangkan kepentingan Perseroan tidak
dapat
ditunda, Dewan Komisaris
sebagai organ pengawas wajar diberikan kewenangan untuk
melakukan pemberhentian sementara.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
RUPS didahului
dengan panggilan RUPS yang dilakukan oleh organ Perseroan
yang memberhentikan sementara tersebut
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 107
Huruf a
Tata cara
pengunduran diri anggota Direksi yang diatur dalam anggaran dasar
dengan pengajuan
permohonan untuk mengundurkan diri yang harus diajukan dalam
kurun waktu
tertentu. Dengan lampaunya kurun waktu tersebut, anggota Direksi
yang bersangkutan
berhenti dari jabatannya tanpa memerlukan persetujuan RUPS.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 108
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud
dengan "untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan
tujuan Perseroan"
adalah bahwa pengawasan dan pemberian nasihat yang dilakukan
oleh Dewan
Komisaris tidak untuk kepentingan pihak atau golongan tertentu, tetapi
untuk kepentingan
Perseroan secara meneyeluruh dan sesuai dengan maksud dan
tujuan Perseroan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Berbeda dari
Direksi yang memungkinkan setiap anggota Direksi bertindak
sendiri-sendiri dalam
menjalankan tugas Direksi, setiap anggota Dewan Komisaris
tidak dapat
bertindak sendiri-sendiri dalam menjalankan tugas Dewan Komisaris,
kecuali berdasarkan keputusan Dewan Komisaris.
Ayat (5)
Perseroan yang kegiatan usahanya menghimpun dan/atau mengelola
dana masyarakat, Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan
utang
kepada masyarakat, atau Perseroan Terbuka memerlukan pengawasan dengan
jumlah anggota Dewan Komisaris yang lebih besar karena
menyangkut
kepentingan masyarakat.
Pasal 109
Cukup jelas.
Pasal 110
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Lihat penjelasan Pasal 93 ayat (1) huruf c.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud
dengan "surat" adalah surat pernyataan yang dibuat oleh
calon anggota Dewan
Komisaris yang bersangkutan berkenaan dengan persyaratan
ayat (1) dan surat
dari instansi yang berwenang berkenaan dengan persyaratan ayat (2).
Pasal 111
Cukup jelas
Pasal 112
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan "anggota Dewan Komisaris lainnya" adalah anggota
Dewan Komisaris di luar anggota Dewan Komisaris yang
pengangkatannya batal.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 113
Cukup jelas.
Pasal 114
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ketentuan pada
ayat ini menegaskan bahwa apabila Dewan Komisaris bersalah
atau lalai dalam
menjalankan tugasnya sehingga mengakibatkan kerugian pada
Perseroan karena
pengurusan yang dilakukan oleh Direksi, anggota Dewan Komisaris
tersebut ikut bertanggung jawab sebatas dengan kesalahan atau
kelalaiannya.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 115
Cukup jelas.
Pasal 116
Huruf a
Risalah rapat
Dewan Komisaris memuat segala sesuatu yang dibicarakan
dan diputuskan dalam rapat tersebut.
Yang dimaksud
dengan "salinannya" adalah salinan risalah rapat Dewan
Komisaris karena asli
risalah tersebut dipelihara Direksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 100.
Huruf b
Setiap
perubahan dalam kepemilikan saham tersebut wajib juga dilaporkan.
Yang dimaksud dengan "keluarganya", lihat penjelasan Pasal 50 ayat (2).
Huruf c
Laporan Dewan
Komisaris mengenai hal ini dicatat dalam daftar khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2).
Pasal 117
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan "memberikan persetujuan" adalah memberikan
persetujuan secara tertulis dari Dewan Komisaris.
Yang dimaksud
dengan "bantuan" adalah tindakan Dewan Komisaris
mendampingi Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu.
Pemberian
persetujuan atau bantuan oleh Dewan Komisaris kepada Direksi
dalam melakukan
perbuatan hukum tertentu yang dimaksud ayat ini bukan
merupakan tindakan pengurusan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "perbuatan hukum tetap mengikat Perseroan"
adalah perbuatan
hukum yang dilakukan tanpa persetujuan Dewan Komisaris sesuai
dengan ketentuan
anggaran dasar tetap mengikat Perseroan, kecuali dapat dibuktikan pihak
lainnya tidak beritikad baik.
Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat mengakibatkan tanggungjawab
pribadi
anggota Direksi sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
Pasal 118
Ayat (1)
Ketentuan ini
dimaksudkan untuk memberikan wewenang kepada Dewan
Komisaris untuk
melakukan pengurusan Perseroan dalam hal Direksi tidak ada.
Yang dimaksud
dengan "dalam keadaan tertentu", antara lain keadaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (2) huruf b dan Pasal
107
huruf c.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 119
Cukup jelas.
Pasal 120
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Komisaris
Independen yang ada di dalam pedoman tata kelola Perseroan yang
baik (code of good corporate governance) adalah "Komisaris
dari
pihak luar"
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 121
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan "komite", antara lain komite audit, komite remunerasi,
dan komite nominasi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 122
Cukup jelas.
Pasal 123
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Dalam tata cara konversi saham ditetapkan harga wajar saham
dari Perseroan yang menggabungkan diri serta harga wajar saham
dari
Perseroan yang menerima Penggabungan untuk menentukan
perbandingan
penukaran saham dalam rangka konversi saham.
Huruf d
Rancangan perubahan anggaran dasar dalam hal ini hanya
diwajibkan sebagai bagian dari usulan apabila Penggabungan
tersebut
menyebabkan adanya perubahan anggaran dasar.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "3 (tiga) tahun buku terakhir dari
Perseroan" adalah yang keseluruhannya mencakup 36 (tiga puluh enam)
bulan.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud
dengan "Perseroan tertentu" adalah Perseroan yang
mempunyai bidang usaha
khusus, antara lain lembaga keuangan bank dan lembaga
keuangan nonbank.
Yang dimaksud
dengan "instansi terkait" antara lain Bank Indonesia
untuk Penggabungan Perseroan perbankan.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 124
Cukup jelas.
Pasal 125
Ayat (1)
Pengambilalihan yang dimaksud dalam Pasal ini tidak mengurangi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud
dengan "pihak yang akan mengambil alih" adalah Perseroan,
badan hukum lain yang bukan Perseroan, atau orang perseorangan.
Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Dalam tata cara konversi saham ditetapkan harga wajar saham
dari Perseroan yang diambil alih serta harga wajar saham
penukarnya
untuk menentukan perbandingan penukaran saham dalam rangka
konversi
saham.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Ayat (7)
Pengambilalihan saham Perseroan lain langsung dari pemegang saham
tidak perlu didahului
dengan membuat rancangan pengambilalihan, tetapi dilakukan
langsung melalui
perundingan dan kesepakatan oleh pihak yang akan mengambil alih dengan
pemegang saham
dengan tetap memperhatikan anggaran dasar Perseroan
yang diambil alih.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 126
Ayat (1)
Ketentuan ini
menegaskan bahwa Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan,
atau Pemisahan
tidak dapat dilakukan apabila akan merugikan kepentingan
pihak-pihak tertentu.
Selanjutnya,
dalam Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau
Pemisahan harus juga
dicegah kemungkinan terjadinya monopoli atau monopsoni
dalam berbagai bentuk yang merugikan masyarakat.
Ayat (2)
Pemegang saham
yang tidak menyetujui Penggabungan, Peleburan,
Pengambilalihan, atau Pemisahan
berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli
sesuai dengan harga
wajar saham dari Perseroan sebagaimana dimaksud dalam
penjelasan Pasal 123 ayat (2) huruf c dan Pasal 125 ayat (6)
huruf d.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 127
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pengumuman
dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada pihak-pihak
yang bersangkutan
agar mengetahui adanya rencana tersebut dan mengajukan
keberatan jika mereka merasa kepentingannya dirugikan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 128
Cukup jelas.
Pasal 129
Cukup jelas.
Pasal 130
Cukup jelas.
Pasal 131
Cukup jelas.
Pasal 132
Cukup jelas.
Pasal 133
Pengumuman dimaksudkan agar pihak ketiga yang berkepentingan mengetahui
bahwa telah dilakukan Penggabungan, Peleburan, atau
Pengambilalihan.
Dalam hal ini pengumuman wajib dilakukan dalam jangka waktu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal :
Pasal 134
Cukup jelas.
Pasal 135
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "pemisahan tidak murni" lazim disebut spin
off.
Ayat (2)
Yang dimaksud
dengan "beralih karena hukum" adalah beralih berdasarkan
titel umum sehingga tidak diperlukan akta peralihan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 136
Cukup jelas.
Pasal 137
Cukup jelas.
Pasal 138
Ayat (1)
Sebelum
mengajukan permohonan pemeriksaan terhadap Perseroan, pemohon
telah meminta secara
langsung kepada Perseroan mengenai data atau keterangan
yang dibutuhkannya. Dalam hal Perseroan menolak atau tidak
memperhatikan permintaan tersebut,
ketentuan ini memberikan upaya yang dapat ditempuh oleh pemohon.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 139
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud
dengan "ahli" adalah orang yang mempunyai keahlian dalam
bidang yang akan diperiksa.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud
dengan "semua dokumen" adalah semua buku, catatan, dan
surat yang berkaitan dengan kegiatan Perseroan.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 140
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Berdasarkan
laporan hasil pemeriksaan pada ayat ini, pemohon dapat
menentukan sikap lebih lanjut terhadap Perseroan.
Pasal 141
Ayat (1)
Dalam
menetapkan biaya pemeriksaan bagi pemeriksa, ketua pengadilan
negeri mendasarkannya
atas tingkat keahlian pemeriksa dan batas kemampuan
Perseroan serta ruang lingkup Perseroan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pembebanan
penggantian biaya dimaksud ditetapkan oleh pengadilan
dengan memperhatikan hasil pemeriksaan.
Pasal 142
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan "dicabutnya izin usaha Perseroan
sehingga mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi" adalah
ketentuan yang
tidak memungkinkan Perseroan untuk berusaha dalam bidang lain
setelah
izin usahanya dicabut, misalnya izin usaha perbankan, izin
usaha
perasuransian.
Ayat (2)
Berbeda dari
bubarnya Perseroan sebagai akibat Penggabungan dan Peleburan yang tidak
perlu
diikuti dengan likuidasi, bubarnya Perseroan berdasarkan ketentuan
ayat (1) harus selalu diikuti dengan likuidasi.
Huruf a
Yang dimaksud dengan "likuidasi yang dilakukan oleh kurator"
adalah likuidasi yang khusus dilakukan dalam hal Perseroan
bubar
berdasarkan ketentuan ayat (1) huruf e.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Dengan
pengangkatan likuidator, tidak berarti bahwa anggota Direksi dan
Dewan Komisaris diberhentikan, kecuali RUPS yang
memberhentikan.
Yang berwenang untuk melakukan pemberhentian sementara likuidator
dan pengawasan
terhadapnya adalah Dewan Komisaris sesuai dengan ketentuan
dalam anggaran dasar.
Pasal 143
Ayat (1)
Karena
Perseroan yang dibubarkan masih diakui sebagai badan hukum,
Perseroan dapat
dinyatakan pailit dan likuidator selanjutnya digantikan oleh kurator.
Pernyataan
pailit tidak mengubah status Perseroan yang telah dibubarkan dan
karena itu Perseroan harus dilikuidasi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 144
Cukup jelas.
Pasal 145
Cukup jelas.
Pasal 146
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "alasan Perseroan tidak mungkin untuk
dilanjutkan", antara lain :
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 147
Ayat (1)
Penghitungan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari dimulai sejak tanggal :
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penghitungan
jangka waktu 60 (enam puluh) hari dimulai sejak tanggal
pengumuman pemberitahuan
kepada kreditor yang paling akhir, misalnya pengumuman
dalam Surat Kabar
tanggal 1 Juli 2007, pengumuman dalam Berita Negara
Republik Indonesia
tanggal 3 Juli 2007, maka tanggal pengumuman yang paling
akhir dimaksud adalah pada tanggal 3 Juli 2007.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 148
Cukup jelas.
Pasal 149
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "dalam rencana pembagian kekayaan hasil
likuidasi", termasuk rincian besarnya utang dan rencana
pembayarannya.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "tindakan lain yang perlu dilakukan
dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan", antara lain mengajukan
permohonan pailit karena utang Perseroan lebih besar daripada
kekayaan
Perseroan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 150
Cukup jelas.
Pasal 151
Cukup jelas.
Pasal 152
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan "likuidator bertanggung jawab" adalah likuidator
harus memberikan laporan pertanggungjawaban atas likuidasi
yang
dilakukan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 153
Cukup jelas.
Pasal 154
Ayat (1)
Pada dasarnya
terhadap Perseroan yang melakukan kegiatan tertentu di bidang
pasar modal,
misalnya Perseroan Terbuka atau bursa efek berlaku ketentuan dalam
Undang-Undang ini.
Namun, mengingat kegiatan Perseroan tersebut mempunyai sifat
tertentu yang berbeda
dari Perseroan pada umumnya, perlu dibuka kemungkinan
adanya pengaturan khusus terhadap Perseroan tersebut.
Pengaturan
khusus dimaksud, antara lain mengenai sistem penyetoran modal,
hal yang berkaitan
dengan pembelian kembali saham Perseroan, dan hak suara
serta penyelenggaraan RUPS.
Ayat (2)
Yang dimaksud
dengan "asas hukum Perseroan" adalah asas hukum yang
berkaitan dengan hakikat Perseroan dan Organ Perseroan.
Pasal 155
Cukup jelas.
Pasal 156
Cukup jelas.
Pasal 157
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud
dengan "Perseroan yang telah memperoleh status badan
hukum berdasarkan
peraturan perundang-undangan" adalah Perseroan yang berstatus
badan hukum yang
didirikan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 158
Berdasarkan ketentuan ini, kepemilikan saham oleh Perseroan lain
tersebut harus sudah dialihkan kepada pihak lain yang tidak
terkena larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dalam
jangka
waktu 1 (satu) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini.
Pasal 159
Cukup jelas.
Pasal 160
Cukup jelas.
Pasal 161
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4756