Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT-110415.16/2013/PP/M.IIIA Tahun 2018

Kategori : PPN dan PPnBM

Upaya Hukum: Banding
12 December 2023
Share

Pokok Sengketa:

bahwa nilai sengketa terbukti dalam sengketa banding ini adalah Koreksi Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Desember 2013 sebesar Rp3.560.582.412,00 yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding;

 

Menurut Terbanding:

bahwa Pemeriksa melakukan koreksi Jumlah Penyerahan sebesar Rp4.188.045.979,00 berdasarkan pengujian langsung rekening koran yaitu penerimaan dari pendapatan proyek dari Bank BNI, Bank Jatirn dan Buku Kas;

bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 teitang Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 antara lain mengatur: Pasal 4 ayat 1 huruf c;

c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;


bahwa berpedoman pada ketentuan peraturan perpajakan diatas dan berdasarkan penelitian data-data yang ada maka Peneliti berpendapat bahwa koreksi DPP PPN oleh Pemeriksa sudah tepat karena terdapatnya aliran uang masuk atas penyerahan jasa yang terutang PPN melalui buku kas dan rekening koran a.n. Pemohon Banding;

bahwa berdasarkan Berita Acara Pembahasan dan Kiarifikasi Sengketa Perpajakan dengan Pemeriksa Nomor BA-394/WPJ.11/2016 tanggal 23 Agustus 2016 diperoleh informasi sebagai berikut:

1. Yang menjadi dasar koreksi peredaran usaha Pemohon Banding adalah mutasi kredit pada rekening koran Bank BNI dan Bank Jatirn serta mutasi debet kas Pemohon Banding;
2. Pemeriksa menjumlahkan seluruh mutasi debet selain setoran tunai dan menjumlahkan seluruh mutasi kredit pada rekening koran menjadi peredaran usaha dan sebagai dasar perhitungan besarnya DPP PPN;
3. Koreksi penghasilan lain pada koreksi PPh Badan bersumber dari setoran tunai pada buku kas dan rekening koran Wajib Pajak;
4. Pemeriksa mengeluarkan koreksi atas setoran tunai saja dalam mutasi debet pada buku kas, selain setoran tunai dijadikan koreksi peredaran usaha semua tanpa menyandingkan dengan mutasi kredit pada rekening Koran;
5. Atas koreksi yang diperhitungkan dua kali tersebut apabila memang berdasarkan hasil penelitian terdapat perhitungan ganda, maka dapat dibatalkan;
6. Dokumen yang digunakan sebagai dasar Koreksi atas Cbyek PPh Pasal 21 adalah buku Kas yang diberikan oleh Wajib Pajak. Wajib Pajak juga memberikan rincian pembayaran atas Gaji Pegawai tetap setiap bulannya;
7. Perhitungan koreksi Obyek PPh Pasal 21 mungkin saja terjadi pencatatan ganda, yaitu atas Gaji Pegawai tetap, mungkin sudah termasuk dalam rincian pembayaran Gaji dalam Buku Kas yarg akhirnya tercatat juga sebagai Gaji Pegawai Tidak tetap yang tidak ada rinciannya;
8. Kebijakan Pemeriksa dalam penentuan :arif 5% karena Wajib Pajak tidak bisa memberikan perincian atas pembayaran Gaji Pegawai;


bahwa berdasarkan Berita Acara Pembahasan dan Klarifikasi Sengketa Perpajakan dengan Wajb Pajak nomor BA-398/WPJ.11/BD.06/2016 tanggal 29 Agustus 2016 diperoleh informasi sebagai berikut:

1. Belum ada pencatatan yang tertib terkait arus kas dan hutang dan pencatatan pelunasan hutang oleh Pemohon Banding;
2. Ketika ada pekerjaan / mendapatkan proyek dari PLN maka Pemohon Banding meminjam nama perusahaan lain yang sesuai dengan sertifikasi yang disyaratkan oleh PLN dalam melaksanakan kegiatan proyek tersebut. Ketika ada pembayaran proyek dari PLN maka seluruh transaksi melalui rekening perusahaan lain, yang mana PPN dan PPh nya dipotong langsung oleh bendera tersebut. Sisa dari pemotongan pajak-pajak dan kewajiban lain, maka Pemohon Banding baru terima hasilnya. Hasil / pembayaran tersebut dipakai untuk operasional kegiatan proyek;


bahwa pendapatan yang berasal dari pinjaman pihak ketiga atau hutang modal dan pinjam bendera untuk kegiatan pada CV. Im serta CV Pd, Terbanding tidak dapat meyakinkan kebenaran bukti yang disampaikan karena saat pemeriksaan Pemohon Banding tidak memberikan kepada pihak pemeriksa;

bahwa dalam surat permintaan Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen nomor S-85/WPJ.11/KP.07/2015 tanggal 06 Maret 2015 pemeriksa telah meminta dokumen yang berupa :

1. Surat-surat perjanjian kredit/perikatan hutang dengan bank atau pihak lain.
2. Surat-surat perjanjian / perikatan yang lain misalnya Subkontrak,sewa menyewa, outsourcing, dll .
3. Rekening koran semua bank (yang terkait dengan pemasukan /pengeluaran baik atas nama sendiri/perusahaan maupun lainnya.


bahwa bukti peminjaman buku, catatan dan dokumen tertanggal 11 April 2015, Pemohon Banding tidak meminjamkam dokumen yang berupa : Perjanjian Pinjaman pihak ketiga atau hutang modal serta perjanjian kegiatan usaha karena adanya pinjam bendera;

bahwa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 antara lain mengatur :

Pasal 26A ayat (4)
Wajib Pajak yang mengungkapkan pembukuan, catatan. Data, informasi, atau keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan informasi pada saat pemeriksaan belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga, pembukuan, catatan, data, informasi atau keterangan lain dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya.

bahwa dari hasil penelitian terhadap mutasi rekening koran Bank BNI, Bank Jatim dan buku kas diketahui bahwa aliran uang masuk melalui a.n. Pemohon Banding yang dijadikan koreksi oleh pemeriksa dalam menghitung Dasar Pengenaan Pajak / Peredaraan Usaha yang diperhitungkan dua kali, dan Pemohon Banding dapat menyampaikan sanggahan maupun bukti-bukti yang mendukung telah dilakukan koreksi oleh pihak Terbanding;

bahwa sehingga penerimaan melalui rekening koran bank dan buku kas diperoleh data berupa penerimaan yang berasal dari pendapatan proyek sesuai dengan keterangan pada rekening koran bank dan pada buku kas. Serta uang masuk yang tidak diketahui asal usulnya yaitu yang berupa setor tunai adalah sebagai berikut :

Penerimaan dari pendapatan proyek (Bank BNI) Rp 1.068.326.361
Penerimaan dari pendapatan proyek (Bank Jatim) Rp 1.465.066.899
Penerimaan pendapatan proyek (Buku Kas) Rp 2.048.186.548
Penerimaan yang tidak diketahui asal-usulnya (BNI) Rp    154.963.700
Penerimaan yang tidak diketahui asal-usulnya (Bank Jatim) Rp      31.000.000
Penerimaan dari Bank Mandiri Rp                          -
Total Penerimaan Rp 4.767.543.508
+ Saldo piutang usaha akhir Rp    231.639.398
- Saldo piutang usaha awal Rp                          -
+ PPh yang telah dipotong Rp      30.668.032
PPN keluaran lapor Rp                          -
Penghasilan Rp 5.029.850.938
DPP PPN cfm SPT Rp 1.933.481.892
Koreksi DPP PPN Rp 3.096.369.046
Yang terdiri atas :  
Koreksi atas pendapatan proyek Rp 2.910.405.346
Koreksi atas penghasilan lain karena tidak jelas asalnya Rp    185.963.700

Objek PPN menurut Peneliti adalah sebagai berikut :

Penyerahan yang PPN nya harus dipungut sendiri cfm SPT Rp                          -
Koreksi Pendapatan Proyek Rp 2.910.405.346
Total Koreksi Rp 2.910.405.346


bahwa atas koreksi sebesar Rp2.910.405.346,00 yang berasal dari koreksi akibat terjadinya pencatatan penyerahan yang dilakukan dua kali oleh pemeriksa, peneliti melakukan koreksi pada pencatatan penyerahan pada buku kas, dengan alasan bahwa pencatatan pada rekening koran lebih valid dan akurat;

bahwa berdasarkan uraian diatas maka jumlah PPN yang masih harus dibayar untuk Masa Pajak Desember 2013 adalah sebagai berikut :

Uraian DPP (Rp) PPN (Rp)
Penjualan cfm SPT / WP 0 0
Koreksi Penyerahan yang PPN nya harus dipungut sendiri 2.910.405.346 291.040.535
Pemakaian Sendiri 32.972.000 3.297.200
Koreksi 702.167.399 70.216.740
Koreksi 2.045.468 204.547
Jumlah Koreksi DPP PPN 3.647.590.213 364.759.021
Kredit Pajak 0 0
Pajak yang kurang dibayar 0 364.759.021
Sanksi Pasal 13 (2) KUP 0 145.903.609
Jumlah PPh Yang Masih Harus Dibayar 0 510.662.630


bahwa dari penjelasan di atas maka perhitungan dan koreksi yang dilakukan Terbanding telah sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan perpajakan yang berlaku;

 

Menurut Pemohon Banding:

bahwa Pemohon Banding adalah Perusahaan yang bergerak dibidang kontrkator listrik yang seluruh pendapatannya berasal dari PT Pln (Pemungut PPN), atas Pendapatan tersebut diperoleh berdasarkan kontrak kerjasama bidang kontruksi;

bahwa Pendapatan Pemohon Banding telah dipungut PPN oleh Pemungut PPN yaitu PT Pln yang bertindak sebagai Pemungut PPh final dan telah disetorkan kekas Negara saat dilakukan pembayaran jasa dengan dipotongkan dari jumlah pembayaran jasa;
bahwa dalam menghitung Peredaran usaha, Pemeriksa di dasarkan pada transaksi Uang Masuk yang ada di Rekening Koran dan buku kas;

bahwa pencatatan dalam buku kas merupakan pengulangan pencatatan transaksi yang ada di rekening koran, dikarenakan staf administrasi tidak memahami mekanisme pencatatan di buku kas dan buku bank;

bahwa Uang Masuk dari rekening Koran terdiri dari :

a Pendapatan Proyek.
b Pinjaman modal
c Setoran oleh pemilik Pemohon Banding


bahwa uang masuk yang ada di buku kas adalah sama (pencatatan ulang) atas pendapat yang ada direkening Koran dan semua Pembayaran proyek kontruksi dari PT Pln tidak pernah dilakukan dengan secara TUNAI (MELALUI KAS) tetapi dengan menggunakan mekanisme transfer kerekening sesuai dengan rekening yang tercantum dalam Kontrak kerja dengan PT Pln;

bahwa dalam mendukung kemajuan Pemohon Banding juga bekerja sama dengan Pihak ketiga dalam pengerjaan proyek dengan mengerjakan proyek tersebut secara kerjasama operasi, dimana Pemohon Banding yang mengerjakan dan Pihak ketiga sebagai pemenang tender, atas Penghasilan tersebut akan dibagi berdasarkan laba yang diperoleh, sesuai dengan persentase yang diperjanjikan;

Berita Acara Uji Bukti

1 Koreksi Positif DPP PPN sebesar Rp3.647.590.210,00 yang terdiri dari
- Bukti yang disampaikan
Buku Kas
Rekening Bank Jatim no rek XXX
Rekening koran bank BNI XXX
   
- Menurut Pemohon Banding
Bahwa koreksi positif Peredaran Usaha yang dilakukan Terbanding berdasarkan Uang Masuk melalui :
Buku Kas
Rekening Bank Jatim no rek XXX
Rekening koran bank BNI XXX

Pemohon Banding membuktikan dalam Uang masuk tersebut antara Kas Masuk dan Bank Masuk terdatpat:
1 Nilai yang sama (TB telah melakukan pengurangan dalam Keputusan Keberatan).
2 Uang masuk dari jenis Proyek/pekerjaan yang sama yang telah dicatat dalam bank masuk dan kas masuk, dapat dibuktikan dari nama keterangan proyek dan buku kas adalah sama
   
a. Koreksi Positif DPP PPN – Penyerahan yang PPN-nya harus Dipungut Sendiri atas Pendapatan Proyek sebesar Rp2.910.405.346,00
   
- Bukti yang disampaikan
Kertas kerja penelitian
   
- Menurut Pemohon Banding
Bahwa koreksi yang di lakukan TB tidak berdasarkan masa pajak sesuai dengan Masa Terutang PPN yaitu setiap masa atau bulan koreksi yang dilakukan TB semua dimasukkan ke Masa Desember 2013 , sehingga tidak sesuai denan peraturan perundang-undanan, sedangkan jika dihitung setiap masa yang dilakukan PB adalah
Maret Rp.   50.000.000,00  
April Rp. 40.000.000,00
Juni Rp    44.054.550,00  
Juli Rp                   0,00   
Agustus Rp. 464.555.700,00  
September Rp. 130.625.000,00  
Nopember Rp 1.000.192.735,00
Desember Rp  318.758.563,00  
Jumlah Rp. 2.048.186.548,00
   
- Menurut Terbanding
Koreksi ini berkaitan dengan Koreksi Positif Peredaran Usaha sebesar Rp2.550.193.954,00 di PPh Badan, sedangkan selisihnya sebesar Rp360.211.392,00 berasal dari selisih antara nilai Peredaran Usaha yang dilaporkan di PPh Badan sebesar Rp2.293.693.284,00 dengan nilai DPP PPN sebesar Rp1.933.481.892,00.

Selisih yang menjadi koreksi ditetapkan di Masa Pajak Desember 2013 karena pada saat pemeriksaan tidak dapat diketahui saat terutangnya sehingga untuk kemudahan koreksi dimasukkan ke dalam Masa Pajak Desember 2013
   
b Koreksi Positif DPP PPN - Penyerahan yang PPN-nya harus Dipungut Sendiri atas Pemakaian Sendiri sebesar Rp32.972.000,00
- Bukti yang disampaikan
Akte notaris no 10 Sonya Natalia, SH Akta Pendirian Perseroan Terbatas Pemohon Banding
- Menurut Pemohon Banding
Bahwa Pemohon Banding merupakan kelanjutan dari Pemohon Banding. Dengan adanya akta pendirian tersebut peningkatan dari CV Ke PT tidak ada subtansi ekonomi dari peningkatan dari CV ke PT tersebut. Karena tidak ada subtansi ekonomi maka sesuai dengan Asas kebenaran Materril yang dianut UU Perpajakan maka seharusnya peningkatan CV ke PT tidak ada PPN terutang;
- Menurut Terbanding
Terdapat persediaan yang tersisa pada saat pembubaran perusahaan per 31 Desember 2013 berdasarkan Neraca Pemohon Banding dengan nilai sebesar Rp32.972.000,00 sehingga terutang PPN sesuai dengan ketentuan Pasal 1A ayat (1) huruf e dan Pasal 4 UU PPN.

Berdasarkan akta pendirian Pemohon Banding dan surat permohonan penghapusan NPWP, diketahui bahwa Pemohon Banding mengajukan penghapusan NPWP karena adanya peningkatan usaha dari CV ke PT sehingga Terbanding berpendapat bahwa Pemohon Banding sudah tidak ada lagi atau bubar. Hal ini juga sesuai dengan cara pembubaran perseroan perdata sebagaimana dimaksud pada Pasal 1646 KUHPerdata, yaitu perseroan bubar karena adanya kehendak beberapa peserta atau salah seorang peserta
   
c Koreksi Positif DPP PPN - Penyerahan yang PPN-nya harus Dipungut Sendiri atas BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran sebesar Rp702.167.399,00
- Bukti yang disampaikan
Akte notaris no 10 Sonya Natalia, SH Akta Pendirian Perseroan Terbatas Pemohon Banding
Neraca
   
- Menurut Pemohon Banding
Bahwa Pemohon Banding merupakan kelanjutan dari Pemohon Banding. Dengan adanya akta pendirian tersebut peningkatan dari CV Ke PT tidak ada subtansi ekonomi dari peningkatan dari CV ke PT tersebut. Karena tidak ada subtansi ekonomi maka sesuai dengan Asas kebenaran Materril yang dianut UU Perpajakan maka seharusnya peningkatan CV ke PT tidak ada PPN terutang.

Bahwa pasal 16D UU PPN dilakukan dengan dasar kesepakatan (KUHPerdata 1320) untuk mengalihkan Aktiva yang tujuan semula untuk dijual belikan. Bahwa Peningkatan CV KE PT bukan merupakan suatu perjanjian kesepakatan untuk mengalihkan harta tetapi adalah pergantian CV dan PT yang secara subtansi ekonomi tidak ada
   
- Menurut Terbanding
Terdapat aset tetap yang tersisa pada saat pembubaran perusahaan per 31 Desember 2013 berdasarkan Neraca Pemohon Banding dengan nilai sebesar Rp702.167.399,00 sehingga terutang PPN sesuai dengan ketentuan Pasal 1A ayat (1) huruf e dan Pasal 16D UU PPN.

Berdasarkan akta pendirian Pemohon Banding dan surat permohonan penghapusan NPWP, diketahui bahwa Pemohon Banding mengajukan penghapusan NPWP karena adanya peningkatan usaha dari CV ke PT sehingga Terbanding berpendapat bahwa Pemohon Banding sudah tidak ada lagi atau bubar. Hal ini juga sesuai dengan cara pembubaran perseroan perdata sebagaimana dimaksud pada Pasal 1646 KUHPerdata, yaitu perseroan bubar karena adanya kehendak beberapa peserta atau salah seorang peserta
   
d Koreksi Positif DPP PPN – Penyerahan yang PPN-nya harus Dipungut Sendiri sebesar Rp2.045.468,00
- Bukti yang disampaikan
Faktur Pajak
   
- Menurut Pemohon Banding
Koreksi Postif tersebut telah kami laporkan dalam SPT PPN Masa Desember yang terdiri dari no faktur
030.901.13.87459457 Rp. 681.818,00
030.901.13.87459458 Rp. 681.818,00
030.901.13.87459459 Rp. 681.818,00
Jumlah Rp2.045.468,00

Bahwa Pekerjaan ini untuk PT Bank Negara Indonesia. Sebagai Pemunggut seharusnya terutangg dan disetor oelh pemungut, tapi atas SSP tersebut tidak pernah kami terima. Menurut PB seharusnya tidak dilakukan koreksi karena telah dilaporkan dlam SPT Masa Desember 2013;
   
- Menurut Terbanding
i dalam SPT Masa PPN Masa Pajak Desember 2013, diketahui terdapat DPP PPN – Penyerahan yang PPN-nya Dipungut oleh Pemungut PPN sebesar Rp87.007.798, sedangkan SSP yang ada hanya sebesar Rp84.962.330 sehingga terdapat selisih sebesar Rp2.045.468 yang tidak didukung dengan SSP dan dikoreksi sebagai DPP PPN – Penyerahan yang PPN-nya harus Dipungut Sendiri;

Dengan demikian, Terbanding tetap mempertahankan seluruh Koreksi Positif DPP PPN sebesar Rp3.647.590.210,00;
   
2 Koreksi Negatif DPP PPN – Penyerahan yang PPN-nya Dipungut oleh Pemungut PPN sebesar Rp2.045.468,00
- Menurut Pemohon Banding
Penyerahan tersebut kepada PT Bank Negara Indonesia yang merupakan Pemungut PPN sehingga PPn terutang dan disetor oelh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai;
- Menurut Terbanding
Koreksi ini terkait dengan Koreksi Positif DPP PPN – Penyerahan yang PPN-nya harus Dipungut Sendiri sebesar Rp2.045.468;
Dengan demikian, Terbanding tetap mempertahankan seluruh Koreksi Negatif DPP PPN – Penyerahan yang PPN-nya Dipungut oleh Pemungut PPN sebesar Rp2.045.468,00;

 

Menurut Majelis:

bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas berkas banding dan keterangan para pihak dalam persidangan, diketahui bahwa yang menjadi sengketa dalam banding adalah sebagai berikut:

1. Koreksi Positif DPP PPN – Penyerahan yang PPN-nya  
  harus Dipungut Sendiri atas Pendapatan Proyek Rp2.910.405.346,00
2. Koreksi Positif DPP PPN - Penyerahan yang PPN-nya  
  harus Dipungut Sendiri atas Pemakaian Sendiri Rp     32.972.000,00
3. Koreksi Positif DPP PPN - Penyerahan yang PPN-nya  
  harus Dipungut Sendiri atas BKP berupa aktiva yang  
  menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan Rp    702.167.399,00
4. Koreksi Positif DPP PPN – Penyerahan yang PPN-nya  
  harus Dipungut Sendiri Rp        2.045.468,00
5. Koreksi Negatif DPP PPN – Penyerahan yang PPN-nya  
  Dipungut oleh Pemungut PPN Rp        2.045.468,00

 

Ad.1. Koreksi Positif DPP PPN – Penyerahan yang PPN-nya harus Dipungut Sendiri atas Pendapatan Proyek Rp2.910.405.346,00

bahwa menurut Terbanding koreksi DPP PPN – Penyerahan yang PPN-nya harus Dipungut Sendiri atas Pendapatan Proyek Rp2.910.405.346,00 terdiri dari:
a. Koreksi Positif Peredaran Usaha sebesar Rp2.550.193.954,00
b. Selisih antara nilai Peredaran Usaha yang dilaporkan di PPh Badan dan nilai
DPP PPN di SPT Masa PPN sebesar Rp360.211.392,00 (Rp2.293.693.284,00 - Rp1.933.481.892,00)

Ad. 1.a. Koreksi Positif Peredaran Usaha sebesar Rp2.550.193.954,00

bahwa menurut Terbanding koreksi DPP PPN diperoleh dari hasil pengujian langsung atas penerimaan melalui rekening koran bank dan buku kas dengan rincian sebagai berikut:

Keterangan Jumlah (Rp)
Penerimaan dari pendapatan proyek (Bank BNI) 1,068,326,361
Penerimaan dari pendapatan proyek (Bank Jatim) 1,465,066,899
Penerimaan pendapatan proyek (buku kas) 2,048,186,548
Penerimaan yang tidak diketahui asal-usulnya (BNI) 154,963,700
Penerimaan yang tidak diketahui asal-usulnya (Bank Jatim) 31,000,000
Penerimaan dari bank Mandiri -
Total penerimaan 4,767,543,508
+ saldo piutang usaha akhir 231,639,398
- saldo piutang usaha awal -
+ PPh yang telah dipotong 30,668,032
   PPN keluaran lapor -
   Penghasilan 5,029,850,938
   Penjualan cfm SPT / Pemohon Banding 2,293,693,284
   Koreksi penghasilan 2,736,157,654
   
Rincian Koreksi Penghasilan  
1. Koreksi pendapatan proyek 2,550,193,954
2. Koreksi atas penghasilan lain karena tidak jelas asalnya 185,963,700

bahwa menurut Pemohon Banding, pengujian berdasarkan arus uang masuk dalam buku kas yang dilakukan Terbanding tidak tepat karena tidak semua uang masuk merupakan penerimaan dari proyek, Pemohon Banding menyampaikan bahwa di dalam Buku Kas, terdapat penerimaan yang bukan merupakan pendapatan proyek sebesar Rp1.902.131.998,00 karena sudah diakui sebagai penerimaan pada rekening banknya;

bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas berkas banding dan keterangan para pihak dalam persidangan, diketahui bahwa DPP PPN sebesar Rp2.550.193.954,00 terjadi karena Terbanding menggunakan metode pengujian arus uang berdasarkan catatan dalam buku bank (rekening koran) dan catatan dalam buku kas, sementara menurut Pemohon Banding catatan dalam buku kas sebagian merupakan pengulangan catatan dari rekening koran, sehingga menurut Pemohon Banding telah terjadi doubel pencatatan atas penerimaan uang yang sama;

bahwa karena sengketa terkait dengan pembuktian kebenaran dari dalil masingmasing pihak dimana permasalahan sengketa berkaitan dengan pembuktian, maka Majelis meminta kedua pihak untuk melakukan Uji Bukti;
bahwa berdasarkan berita acara uji bukti yang ditandatangani oleh kedua pihak, diketahui bahwa Terbanding tetap mempertahankan koreksinya sebesar Rp2.550.193.954,00 dan tidak dapat menerima penjelasan dan bukti-bukti yang disampaikan Pemohon Banding, namun berdasarkan pemeriksaan Majelis terhadap berita acara uji bukti dan dokumen pendukung yang disampaikan Pemohon Banding, Majelis dapat meyakini penjelasan dan dukumen pendukung yang disampaikan Pemohon Banding, namun demikian Pemohon Banding hanya dapat membuktikan sebagian dari koreksi Terbanding tersebut dengan rincian sebagai berikut:

Keterangan Jumlah (Rp)
Penerimaan pendapatan proyek (buku kas)
Pembuktian atas double pencatatan di buku kas
2,048,186,548.00
1,767,879,948.00
Penerimaan pendapatan proyek (buku kas) 280,306,600.00

bahwa berdasarkan hal tersebut di atas Majelis berpendapat bahwa perhitungan arus uang/piutang menjadi sebagai berikut:

Keterangan Jumlah (Rp)
Penerimaan dari pendapatan proyek (Bank BNI) 1,068,326,361
Penerimaan dari pendapatan proyek (Bank Jatim) 1,465,066,899
Penerimaan pendapatan proyek (buku kas) 280,306,600
Penerimaan yang tidak diketahui asal-usulnya (BNI) 154,963,700
Penerimaan yang tidak diketahui asal-usulnya (Bank Jatim) 31,000,000
Penerimaan dari bank Mandiri -
Total penerimaan 2,999,663,560
+ saldo piutang usaha akhir 231,639,398
- saldo piutang usaha awal -
+ PPh yang telah dipotong 30,668,032
   PPN keluaran lapor -
   Penghasilan 3,261,970,990
   Penjualan cfm SPT / Pemohon Banding 2,293,693,284
   Koreksi penghasilan 968,277,706
   
Rincian Koreksi Penghasilan  
1. Koreksi pendapatan proyek 782,314,006
2. Koreksi atas penghasilan lain karena tidak jelas asalnya 185,963,700

bahwa dengan demikian menurut Majelis berdasarkan perhitungan di atas, koreksi positif DPP PPN terkait koreksi Peredaran Usaha dipertahankan sebesar Rp782.314.006,00;

Ad. 1.b. Selisih antara nilai Peredaran Usaha yang dilaporkan di PPh Badan dan nilai DPP PPN di SPT Masa PPN sebesar Rp360.211.392,00 (Rp2.293.693.284,00 - Rp1.933.481.892,00)

bahwa menurut Terbanding, koreksi sebesar Rp360.211.392,00 merupakan selisih berasal dari perbedaan antara nilai Peredaran Usaha yang dilaporkan di PPh Badan sebesar Rp2.293.693.284,00 dengan nilai DPP PPN dalam SPT Masa PPN sebesar Rp1.933.481.892,00;

bahwa menurut Pemohon Banding koreksi yang di lakukan Terbanding tidak berdasarkan masa pajak sesuai dengan Masa Terutang PPN yaitu setiap masa, namun semua koreksi yang dilakukan Terbanding dimasukkan ke Masa Desember 2013, sehingga tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas berkas banding dan keterangan para pihak dalam persidangan, diketahui bahwa koreksi sebesar Rp360.211.392,00 merupakan selisih berasal dari perbedaan antara nilai Peredaran Usaha yang dilaporkan di PPh Badan sebesar Rp2.293.693.284,00 dengan nilai DPP PPN dalam SPT Masa PPN sebesar Rp1.933.481.892,00;

bahwa selama persidangan berlangsung dan berdasarkan Berita Acara uji Bukti, diketahui bahwa Pemohon Banding tidak dapat menjelaskan adanya selisih tersebut apakah sudah dilaporkan dalam SPT Masa PPN atau belum baik di tahun 2013 atau tahun 2012 dan di tahun 2014;

bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas Majelis tidak dapat meyakini dalil Pemohon Banding, dengan demikian Majelis berpendapat bahwa koreksi Terbanding tetap dipertahankan;


Ad.2. Koreksi Positif DPP PPN - Penyerahan yang PPN-nya harus Dipungut Sendiri atas Pemakaian Sendiri sebesar Rp32.972.000,00

bahwa menurut Terbanding, terdapat persediaan yang tersisa pada saat pembubaran perusahaan per 31 Desember 2013 berdasarkan Neraca Pemohon Banding dengan nilai sebesar Rp32.972.000,00 sehingga terutang PPN sesuai dengan ketentuan Pasal 1A ayat (1) huruf e dan Pasal 4 UU PPN;

bahwa menurut Terbanding, berdasarkan akta pendirian Pemohon Banding dan surat permohonan penghapusan NPWP, diketahui bahwa Pemohon Banding mengajukan penghapusan NPWP karena adanya peningkatan usaha dari CV ke PT sehingga Terbanding berpendapat bahwa Pemohon Banding sudah tidak ada lagi atau bubar. Hal ini juga sesuai dengan cara pembubaran perseroan perdata sebagaimana dimaksud pada Pasal 1646 KUHPerdata, yaitu perseroan bubar karena adanya kehendak beberapa peserta atau salah seorang peserta;

Bahwa menurut Pemohon Banding Pemohon Banding merupakan kelanjutan dari Pemohon Banding (Pemohon Banding). Dengan adanya akta pendirian tersebut peningkatan dari CV Ke PT tidak ada subtansi ekonominya. Karena tidak ada subtansi ekonomi maka sesuai dengan asas kebenaran Materiil yang dianut dalam Undang-Undang Perpajakan maka seharusnya peningkatan CV ke PT tidak terutang PPN;

bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas berkas banding dan keterangan para pihak dalam persidangan, diketahui bahwa sengketa terkait dengan koreksi DPP PPN sebesar Rp32.972.000,00 yang dilakukan Terbanding karena adanya pembubaran perusahaan sehingga atas saldo persediaan akhir sebesar Rp32.972.000,00 menjadi objek pengenaan PPN;

bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (selanjutnya disebut UU PPN) mengatur antara lain:

Pasal 1A huruf e:
Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan;

Pasal 4 ayat (1) huruf a:
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;

bahwa menurut Majelis ketentuan a quo mengatur bahwa Barang Kena Pajak berupa persediaan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak dan apabila dilakukan di dalam daerah pabean terutang PPN;

bahwa berdasarkan fakta dalam persidangan diketahui bahwa Pemohon Banding secara hukum telah dibubarkan dan berganti menjadi Pemohon Banding, dan menurut Pemohon Banding hal tersebut merupakan perubahan dari status badan hukum yang berupa CV menjadi berbadan hukum PT;

bahwa dalam persidangan Pemohon Banding tidak membantah bahwa koreksi tersebut memang terkait dengan sisa persediaan akhir pada saat pembubaran perusahaan, dengan demikian Majelis berpendapat bahwa dalil Terbanding atas koreksi DPP PPN atas sisa barang persediaan saat pembubaran perusahaan sudah benar, dan untuk itu koreksi Terbanding tetap dipertahankan;

Ad.3. Koreksi Positif DPP PPN - Penyerahan yang PPN-nya harus Dipungut Sendiri atas BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan Rp702.167.399,00


bahwa menurut Terbanding, terdapat aset tetap yang tersisa pada saat pembubaran perusahaan per 31 Desember 2013 berdasarkan Neraca Pemohon Banding dengan nilai sebesar Rp702.167.399,00 sehingga terutang PPN sesuai dengan ketentuan Pasal 1A ayat (1) huruf e dan Pasal 16D UU PPN.

bahwa menurut Terbanding, berdasarkan akta pendirian Pemohon Banding dan surat permohonan penghapusan NPWP, diketahui bahwa Pemohon Banding mengajukan penghapusan NPWP karena adanya peningkatan usaha dari CV ke PT sehingga Terbanding berpendapat bahwa Pemohon Banding sudah tidak ada lagi atau bubar. Hal ini juga sesuai dengan cara pembubaran perseroan perdata sebagaimana dimaksud pada Pasal 1646 KUHPerdata, yaitu perseroan bubar karena adanya kehendak beberapa peserta atau salah seorang peserta;

bahwa menurut Pemohon Banding, Pemohon Banding merupakan kelanjutan dari Pemohon Banding (Pemohon Banding). Dengan adanya akta pendirian tersebut peningkatan dari CV ke PT tidak ada subtansi ekonomi. Karena tidak ada subtansi ekonomi maka sesuai dengan asas kebenaran materiil yang dianut UU Perpajakan maka seharusnya peningkatan CV ke PT tidak terutang PPN.

bahwa menurut Pemohon Banding, Pasal 16D UU PPN dilakukan dengan dasar kesepakatan (KUHPerdata 1320) untuk mengalihkan aktiva yang tujuan semula untuk dijualbelikan. Bahwa Peningkatan CV ke PT bukan merupakan suatu perjanjian kesepakatan untuk mengalihkan harta tetapi adalah pergantian CV dan PT yang secara subtansi ekonomi tidak ada;

bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas berkas banding dan keterangan para pihak dalam persidangan, diketahui bahwa sengketa terkait dengan koreksi DPP PPN sebesar Rp702.167.399,00 yang dilakukan Terbanding karena adanya pembubaran perusahaan sehingga atas saldo aktiva tetap dalam Neraca Pemohon Banding dengan nilai sebesar Rp702.167.399,00 menjadi objek pengenaan PPN;

bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (selanjutnya disebut UU PPN) mengatur antara lain:

Pasal 1A huruf e:
Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan;

Pasal 4 ayat (1) huruf a:
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;

Pasal 16D:
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c;

bahwa menurut Majelis ketentuan a quo mengatur bahwa Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak dan apabila dilakukan di dalam daerah pabean terutang PPN;

bahwa berdasarkan fakta dalam persidangan diketahui bahwa Pemohon Banding secara hukum telah dibubarkan dan berganti menjadi Pemohon Banding, dan menurut Pemohon Banding hal tersebut merupakan perubahan dari status badan hukum yang berupa CV menjadi berbadan hukum PT;

bahwa dalam persidangan Pemohon Banding tidak membantah bahwa koreksi tersebut memang terkait dengan aktiva di neraca yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan pada saat pembubaran perusahaan, dengan demikian Majelis berpendapat bahwa dalil Terbanding atas koreksi DPP PPN atas aktiva di neraca yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan saat pembubaran perusahaan sudah benar, dan untuk itu koreksi Terbanding tetap dipertahankan;

Ad. 4. Koreksi Positif DPP PPN – Penyerahan yang PPN-nya harus Dipungut Sendiri Rp2.045.468,00

bahwa menurut Terbading koreksi a quo dilakukan karena di dalam SPT Masa PPN Masa Pajak Desember 2013, diketahui terdapat DPP PPN – Penyerahan yang PPN-nya Dipungut oleh Pemungut PPN sebesar Rp87.007.798,00, sedangkan DPP PPN yang ada SSP, hanya ada sebesar Rp84.962.330,00 sehingga terdapat selisih DPP PPN sebesar Rp2.045.468,00 yang tidak didukung dengan SSP dan dikoreksi positif sebagai DPP PPN – Penyerahan yang PPN-nya harus Dipungut Sendiri;

bahwa menurut Pemohon Banding, terhadap koreksi Terbanding tersebut telah dilaporkan dalam SPT PPN Masa Desember yang terdiri dari no faktur:

030.901.13.87459457 Rp. 681.818,00
030.901.13.87459458 Rp. 681.818,00
030.901.13.87459459 Rp. 681.818,00
Jumlah Rp2.045.468,00


dan untuk pekerjaan ini untuk PT Bank Negara Indonesia. Sebagai Pemunggut seharusnya terutangg dan disetor oelh pemungut, tapi atas SSP tersebut tidak pernah kami terima. Menurut Pemohon Banding seharusnya tidak dilakukan koreksi karena telah dilaporkan dalam SPT Masa Desember 2013;

bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas berkas banding dan keterangan para pihak dalam persidangan, diketahui bahwa sengketa terkait koreksi DPP PPN – Penyerahan yang PPN-nya harus Dipungut Sendiri sebesar Rp2.045.468,00 karena tidak adanya SSP pihak Pemungut;

bahwa Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 85/PMK.03/2012 Tentang Penunjukan Badan Usaha Milik Negara Untuk Memungut, Menyetor, Dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporannya, mengatur antara lain:

Pasal 3

(1) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh rekanan kepada Badan Usaha Milik Negara dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Badan Usaha Milik Negara.
(2) Rekanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Badan Usaha Milik Negara.


Pasal 6

(1) Rekanan wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Badan Usaha Milik Negara.
(2) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat pada saat:
  1. penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
  2. penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; atau
  3. penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.


Pasal 7 ayat (2):
Badan Usaha Milik Negara wajib menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dipungut ke Kantor Pos/Bank Persepsi paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

bahwa menurut Majelis, ketentuan-ketentuan a quo mengatur bahwa BUMN ditunjuk sebagai Pemungut PPN dari rekanannya, rekanan berkewajiban membuat Faktur Pajak atas penyerahan BKP atau JKP kepada BUMN, dan BUMN berkewajiban melakukan penyetoran atas PPN yang telah dipungutnya;

bahwa berdasarkan fakta dalam persidangan diketahui bahwa Pemohon banding melakukan penyerahan BKP/JKP kepada Bank BNI yang merupakan BUMN, sehingga kewajiban Pemohon Banding adalah membuat Faktur Pajak dan PPN atas penyerahan ini dipungut dan disetorkan oleh Bank BNI sebagai Pemungut PPN;

bahwa sampai dengan persidangan dicukupkan Pemohon Banding belum mendapatkan SSP dari Bank BNI, namun demikian Majelis berpendapat bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 85/PMK.03/2012 Pemohon Banding tidak berkewajiban melakukan penyetoran PPN atas penyerahan kepada Pemungut PPN sehingga tidak memiliki kewajiban untuk menyimpan SSP dari Bank BNI karena ada tidaknya SSP sangat tergantung dari pihak Pemungut PPN apakah bersedia memberikan SSP tersebut atau tidak;

bahwa dengan demikian dalil Terbanding yang melakukan koreksi positif DPP PPN – Penyerahan yang PPN-nya harus Dipungut Sendiri sebesar Rp2.045.468,00 adalah tidak tepat, oleh karena itu koreksi Terbanding tidak dapat dipertahankan;

Ad.5. Koreksi Negatif DPP PPN – Penyerahan yang PPN-nya Dipungut oleh Pemungut PPN sebesar Rp2.045.468,00


bahwa menurut Terbading koreksi a quo dilakukan karena di dalam SPT Masa PPN Masa Pajak Desember 2013, diketahui terdapat DPP PPN – Penyerahan yang PPN-nya Dipungut oleh Pemungut PPN sebesar Rp87.007.798,00, sedangkan DPP PPN yang ada SSP, hanya ada sebesar Rp84.962.330,00 sehingga terdapat selisih DPP PPN sebesar Rp2.045.468,00 yang tidak didukung dengan SSP dan dikoreksi negatif sebagai DPP PPN – Penyerahan yang PPN-nya Dipungut oleh Pemungut;

bahwa menurut Pemohon Banding, terhadap koreksi Terbanding tersebut telah dilaporkan dalam SPT PPN Masa Desember yang terdiri dari no faktur:

030.901.13.87459457 Rp. 681.818,00
030.901.13.87459458 Rp. 681.818,00
030.901.13.87459459 Rp. 681.818,00
Jumlah Rp2.045.468,00

dan untuk pekerjaan ini untuk PT BNI. Sebagai Pemunggut seharusnya terutangg dan disetor oleh pemungut, tapi atas SSP tersebut tidak pernah kami terima. Menurut Pemohon Banding seharusnya tidak dilakukan koreksi karena telah dilaporkan dalam SPT Masa Desember 2013;

bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas berkas banding dan keterangan para pihak dalam persidangan, diketahui bahwa sengketa terkait koreksi negatif DPP PPN – Penyerahan yang PPN-nya Dipungut oleh Pemungut sebesar Rp2.045.468,00 karena tidak adanya SSP pihak Pemungut;

bahwa Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 85/PMK.03/2012 Tentang Penunjukan Badan Usaha Milik Negara Untuk Memungut, Menyetor, Dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporannya, mengatur antara lain:

Pasal 3

(1) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh rekanan kepada Badan Usaha Milik Negara dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Badan Usaha Milik Negara.
(2) Rekanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Badan Usaha Milik Negara.


Pasal 6

(1) Rekanan wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Badan Usaha Milik Negara.
(2) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat pada saat:
  1. penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
  2. penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; atau
  3. penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.


Pasal 7 ayat (2):
Badan Usaha Milik Negara wajib menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dipungut ke Kantor Pos/Bank Persepsi paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

bahwa menurut Majelis, ketentuan-ketentuan a quo mengatur bahwa BUMN ditunjuk sebagai Pemungut PPN dari rekanannya, rekanan berkewajiban membuat Faktur Pajak atas penyerahan BKP atau JKP kepada BUMN, dan BUMN berkewajiban melakukan penyetoran atas PPN yang telah dipungutnya;

bahwa berdasarkan fakta dalam persidangan diketahui bahwa Pemohon banding melakukan penyerahan BKP/JKP kepada Bank BNI yang merupakan BUMN, sehingga kewajiban Pemohon Banding adalah membuat Faktur Pajak dan PPN atas penyerahan ini dipungut dan disetorkan oleh Bank BNI sebagai Pemungut PPN;

bahwa sampai dengan persidangan dicukupkan Pemohon Banding belum mendapatkan SSP dari Bank BNI, namun demikian Majelis berpendapat bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 85/PMK.03/2012 Pemohon Banding tidak berkewajiban melakukan penyetoran PPN atas penyerahan kepada Pemungut PPN sehingga tidak memiliki kewajiban untuk menyimpan SSP dari Bank BNI karena ada tidaknya SSP sangat tergantung dari pihak Pemungut PPN apakah bersedia memberikan SSP tersebut atau tidak;

bahwa dengan demikian dalil Terbanding yang melakukan koreksi negatif DPP PPN – Penyerahan yang PPN-nya Dipungut oleh Pemungut sebesar Rp2.045.468,00 adalah tidak tepat, oleh karena itu koreksi Terbanding tidak dapat dipertahankan;

bahwa dengan demikian berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka ringkasan pendapat Majelis terhadap koreksi Terbanding adalah sebagai berikut:

Item yang dikoreksi Menurut Terbanding Menurut Majelis
1. DPP PPN-Penyerahan yg PPN    
  nya harus dipungut sendiri    
  atas pendapatan proyek Rp2.910.405.346,00 Rp1.142.525.398,00
2. DPP PPN- Penyerahan yg PPN    
  nya harus dipungut sendiri    
  atas pemakaian sendiri Rp     32.972.000,00 Rp     32.972.000,00
3. DPP PPN- Penyerahan yg PPN    
  nya harus dipungut sendiri    
  atas BKP berupa aktiva yang     
  menurut tujuan semula tidak    
  untuk diperjualbelikan Rp  702.167.399,00 Rp   702.167.399,00
4. DPP PPN- Penyerahan yg PPN    
  nya harus dipungut sendiri Rp      2.045.468,00 Rp                     0,00
5. DPP PPN- Penyerahan yg PPN    
  nya Dipungut oleh Pemungut PPN Rp                    0,00 Rp        2.045.468,00
Jumlah Rp4.845.041.770,00 Rp 1.879.710.265,00


bahwa menurut Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman: “Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”;

bahwa menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak:

Pasal 69 ayat (1e): “bahwa alat bukti dapat berupa pengetahuan hakim”, yang di Pasal 75 disebutkan “adalah hal yang olehnya diketahui dan diyakini kebenarannya”;

Pasal 74: “Pengakuan para pihak tidak dapat ditarik kembali, kecuali berdasarkan alasan yang kuat dan dapat diterima oleh Majelis atau Hakim Tunggal.”;

Pasal 78: "Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim";

Penjelasan Pasal 78 : "Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan”;

bahwa berdasarkan bukti-bukti, penjelasan para pihak dan ketentuan-ketentuan sebagaimana tersebut di atas, Majelis meyakini bahwa dalil yang dikemukakan oleh Pemohon Banding tidak semuanya benar, oleh karena itu Majelis mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding;

 

Menimbang:

bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai tarif pajak;

bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai sanksi administrasi, kecuali bahwa besarnya sanksi administrasi tergantung pada penyelesaian sengketa Iainnya;

bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berketetapan untuk menggunakan kuasa Pasal 80 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, untuk mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding, dengan perhitungan sebagai berikut:

Dasar Pengenaan Pajak menurut Keputusan  Rp3.647.590.210,00
Koreksi yang dibatalkan:  
1. DPP PPN-Penyerahan yg PPN  
nya harus dipungut sendiri atas pendapatan proyek Rp1.767.879.948,00
2. DPP PPN- Penyerahan yg PPN  
nya harus dipungut sendiri  Rp 2.045.468,00
3. DPP PPN- Penyerahan yg PPN
 
  nya Dipungut oleh
 
  Pemungut PPN
(Rp 2.045.468,00)
Dasar Pengenaan Pajak menurut Majelis Rp1.879.710.262,00

 

Mengingat:

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini;

 

Memutuskan:

Mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-00204/KEB/WPJ.11/2016 tanggal 2 November 2016 tentang keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Desember 2013 Nomor 00017/207/13/609/15 tanggal 19 Agustus 2015, atas nama : Pemohon Banding, dengan perhitungan menjadi sebagai berikut:

Dasar Pengenaan Pajak Rp1.879.710.262,00
Pajak Keluaran yang harus dipungut sendiri Rp   187.766.479,00
Pajak yang dapat diperhitungkan Rp                       0,00
PPN kurang/lebih bayar Rp   187.766.479,00
Dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya Rp                       0,00
PPN yang masih kurang/(lebih) bayar Rp   187.766.479,00
Sanksi Administrasi: Bunga Pasal 13 (2) KUP Rp     75.106.591,00
Jumlah PPN yang masih harus dibayar Rp   262.873.070,00


Demikian diputus di Surabaya berdasarkan Musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada Hari Kamis tanggal 28 Maret 2018 oleh Hakim Majelis IIIA Pengadilan Pajak dengan susunan Majelis sebagai berikut:

Dr. S, S.H., M.H., M.Si, sebagai Hakim Ketua,
M.Z. A, S.H., M.Kn. sebagai Hakim Anggota,
JEW, Ak., M.P.P. sebagai Hakim Anggota,

Yang dibantu oleh Drs. TTA, M.Si.,

sebagai Panitera Pengganti.


Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua Majelis IIIA Pengadilan Pajak pada hari Rabu tanggal 5 September 2018 dengan dihadiri oleh para Hakim anggota, Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh Pemohon Banding dan Terbanding;