UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 25 TAHUN 2007
TENTANG
PENANAMAN MODAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
(1) | Penanaman modal diselenggarakan berdasarkan asas:
|
(2) | Tujuan penyelenggaraan penanaman modal, antara lain untuk:
|
BAB III
KEBIJAKAN DASAR PENANAMAN MODAL
Pasal 4
(1) | Pemerintah menetapkan kebijakan dasar penanaman modal untuk:
|
(2) | Dalam menetapkan kebijakan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah:
|
(3) | Kebijakan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diwujudkan dalam bentuk Rencana Umum Penanaman Modal. |
BAB IV
BENTUK BADAN USAHA DAN KEDUDUKAN
Pasal 5
(1) | Penanaman modal dalam negeri dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum atau usaha perseorangan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(2) | Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. |
(3) | Penanam modal dalam negeri dan asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilakukan dengan:
|
BAB V
PERLAKUAN TERHADAP PENANAMAN MODAL
(1) | Pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada semua penanam modal yang berasal dari negara manapun yang melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(2) | Perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi penanam modal dari suatu negara yang memperoleh hak istimewa berdasarkan perjanjian dengan Indonesia. |
(1) | Pemerintah tidak akan melakukan tindakan nasionalisasi atau pengambilalihan hak kepemilikan penanam modal, kecuali dengan undang-undang. |
(2) | Dalam hal Pemerintah melakukan tindakan nasionalisasi atau pengambilalihan hak kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah akan memberikan kompensasi yang jumlahnya ditetapkan berdasarkan harga pasar. |
(3) | Jika diantara kedua belah pihak tidak tercapai kesepakatan tentang kompensasi atau ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyelesaiannya dilakukan melalui arbitrase. |
(1) | Penanam modal dapat mengalihkan aset yang dimilikinya kepada pihak yang diinginkan oleh penanam modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(2) | Aset yang tidak termasuk aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan aset yang ditetapkan oleh undang-undang sebagai aset yang dikuasai oleh negara. |
(3) | Penanam modal diberi hak untuk melakukan transfer dan repatriasi dalam valuta asing, antara lain terhadap:
|
(4) | Hak untuk melakukan transfer dan repatriasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(5) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi:
|
(1) | Dalam hal adanya tanggung jawab hukum yang belum diselesaikan oleh penanam modal:
|
(2) | Bank atau lembaga lain melaksanakan penetapan penundaan berdasarkan penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hingga selesainya seluruh tanggung jawab penanam modal. |
(1) | Perusahaan penanaman modal dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja harus mengutamakan tenaga kerja warga negara Indonesia. |
(2) | Perusahaan penanaman modal berhak menggunakan tenaga ahli warga negara asing untuk jabatan dan keahlian tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(3) | Perusahaan penanaman modal wajib meningkatkan kompetensi tenaga kerja warga negara Indonesia melalui pelatihan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(4) | Perusahaan penanaman modal yang mempekerjakan tenaga kerja asing diwajibkan menyelenggarakan pelatihan dan melakukan alih teknologi kepada tenaga kerja warga negara Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(1) | Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan untuk diselesaikan secara musyawarah antara perusahaan penanaman modal dan tenaga kerja. |
(2) | Jika penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencapai hasil, penyelesaiannya dilakukan melalui upaya mekanisme tripartit. |
(3) | Jika penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mencapai hasil, perusahaan penanaman modal dan tenaga kerja menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui pengadilan hubungan industrial. |
(1) | Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan. |
(2) | Bidang usaha yang tertutup bagi penanam modal asing adalah:
|
(3) | Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden menetapkan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri, dengan berdasarkan kriteria kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan nasional, serta kepentingan nasional lainnya. |
(4) | Kriteria dan persyaratan bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan serta daftar bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan masing-masing akan diatur dengan Peraturan Presiden. |
(5) | Pemerintah menetapkan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan berdasarkan kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam, perlindungan, pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerja sama dengan badah usaha yang ditunjuk Pemerintah. |
BAB VIII
PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL
BAGI USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH,
DAN KOPERASI
Pasal 13
(1) | Pemerintah wajib menetapkan bidang usaha yang dicadangkan untuk usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi serta bidang usaha yang terbuka untuk usaha besar dengan syarat harus bekeija sama dengan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi. |
(2) | Pemerintah melakukan pembinaan dan pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi melalui program kemitraan, peningkatan daya saing, pemberian dorongan inovasi dan perluasan pasar, serta penyebaran informasi yang seluas-luasnya. |
BAB IX
HAK, KEWAJIBAN, DAN TANGGUNG JAWAB
PENANAM MODAL
Pasal 14
BAB X
FASILITAS PENANAMAN MODAL
Pasal 18
(1) | Pemerintah memberikan fasilitas kepada penanam modal yang melakukan penanaman modal. |
(2) | Fasilitas penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada penanaman modal yang :
|
(3) | Penanaman modal yang mendapat fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah yang sekurang-kurangnya memenuhi salah satu kriteria berikut ini:
|
(4) | Bentuk fasilitas yang diberikan kepada penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dapat berupa:
|
(5) | Pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan dalam jumlah dan waktu tertentu hanya dapat diberikan kepada penanaman modal baru yang merupakan industri pionir, yaitu industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional. |
(6) | Bagi penanaman modal yang sedang berlangsung yang melakukan penggantian mesin atau barang modal lainnya, dapat diberikan fasilitas berupa keringanan atau pembebasan bea masuk. |
(7) | Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian fasilitas fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai dengan ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. |
(1) | Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus dan dapat diperbarui kembali atas permohonan penanam modal, berupa:
|
(2) | Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus untuk kegiatan penanaman modal, dengan persyaratan antara lain:
|
(3) | Hak atas tanah dapat diperbarui setelah dilakukan evaluasi bahwa tanahnya masih digunakan dan diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak. |
(4) | Pemberian dan perpanjangan hak atas tanah yang diberikan sekaligus di muka dan yang dapat diperbarui sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dihentikan atau dibatalkan oleh Pemerintah jika perusahaan penanaman modal menelantarkan tanah, merugikan kepentingan umum, menggunakan atau memanfaatkan tanah tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian hak atas tanahnya, serta melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan. |
(1) | Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan atas fasilitas keimigrasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b dapat diberikan untuk:
|
(2) | Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan atas fasilitas keimigrasian yang diberikan kepada penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b diberikan setelah penanam modal mendapat rekomendasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal. |
(3) | Untuk penanam modal asing diberikan fasilitas, yaitu:
|
(4) | Pemberian izin tinggal terbatas bagi penanam modal asing sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b dilakukan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi atas dasar rekomendasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal. |
BAB XI
PENGESAHAN DAN PERIZINAN PERUSAHAAN
Pasal 25
(1) | Penanam modal yang melakukan penanaman modal di Indonesia harus sesuai dengan ketentuan Pasal 5 Undang-Undang ini. |
(2) | Pengesahan pendirian badan usaha penanaman modal dalam negeri yang berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(3) | Pengesahan pendirian badan usaha penanaman modal asing yang berbentuk perseroan terbatas dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(4) | Perusahaan penanaman modal yang akan melakukan kegiatan usaha wajib memperoleh izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi yang memiliki kewenangan, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang. |
(5) | Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh melalui pelayanan terpadu satu pintu. |
(1) | Pelayanan terpadu satu pintu bertujuan membantu penanam modal dalami memperoleh kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi mengenai penanaman modal. |
(2) | Pelayanan terpadu satu pintu dilakukan oleh lembaga atau instansi yang berwenang di bidang penanaman modal yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan di tingkat pusat atau lembaga atau instansi yang berwenang mengeluarkan perizinan dan nonperizinan di provinsi atau kabupaten/kota. |
(3) | Ketentuan mengenai tata cara dan pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden. |
BAB XII
KOORDINASI DAN PELAKSANAAN
KEBIJAKAN PENANAMAN MODAL
Pasal 27
(1) | Pemerintah mengoordinasi kebijakan penanaman modal, baik koordinasi antar instansi Pemerintah, antara instansi Pemerintah dengan Bank Indonesia, antara instansi Pemerintah dengan pemerintah daerah, maupun antar pemerintah daerah. |
(2) | Koordinasi pelaksanaan kebijakan penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal. |
(3) | Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipimpin oleh seorang kepala dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. |
(4) | Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. |
(1) | Dalam rangka koordinasi pelaksanaan kebijakan dan pelayanan penanaman modal, Badan Koordinasi Penanaman Modal mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
|
(2) | Selain tugas koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2), Badan Koordinasi Penanaman Modal bertugas melaksanakan pelayanan penanaman modal berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
BAB XIII
PENYELENGGARAAN URUSAN
(1) | Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin kepastian dan keamanan berusaha bagi pelaksanaan penanaman modal. |
(2) | Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan penanaman modal yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan penyelenggaraan penanaman modal yang menjadi urusan Pemerintah. |
(3) | Penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang merupakan urusan wajib pemerintah daerah didasarkan pada kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi pelaksanaan kegiatan penanaman modal. |
(4) | Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas provinsi menjadi urusan Pemerintah. |
(5) | Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas kabupaten/kota menjadi urusan pemerintah provinsi. |
(6) | Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya berada dalam satu kabupaten/kota menjadi urusan pemerintah kabupaten/kota. |
(7) | Dalam urusan pemerintahan di bidang penanaman modal, yang menjadi kewenangan Pemerintah adalah :
|
(8) | Dalam urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang menjadi kewenangan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Pemerintah menyelenggarakannya sendiri, melimpahkannya kepada gubernur selaku wakil Pemerintah, atau menugasi pemerintah kabupaten/kota. |
(9) | Ketentuan mengenai pembagian urusan pemerintahan di bidang penanaman modal diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. |
BAB XIV
KAWASAN EKONOMI KHUSUS
Pasal 31
(1) | Untuk mempercepat pengembangan ekonomi di wilayah tertentu yang bersifat strategis bagi pengembangan ekonomi nasional dan untuk menjaga keseimbangan kemajuan suatu daerah, dapat ditetapkan dan dikembangkan kawasan ekonomi khusus. |
(2) | Pemerintah berwenang menetapkan kebijakan penanaman modal tersendiri di kawasan ekonomi khusus. |
(3) | Ketentuan mengenai kawasan ekonomi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan undang-undang. |
BAB XV
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 32
(1) | Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal, para pihak terlebih dahulu menyelesaikan sengketa tersebut melalui musyawarah dan mufakat. |
(2) | Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, penyelesaian sengketa tersebut dapat dilakukan melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(3) | Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal dalam negeri, para pihak dapat menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase berdasarkan kesepakatan para pihak, dan jika penyelesaian sengketa melalui arbitrase tidak disepakati, penyelesaian sengketa tersebut akan dilakukan di pengadilan. |
(4) | Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase internasional yang harus disepakati oleh para pihak. |
(1) | Penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseoran terbatas dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain. |
(2) | Dalam hal penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing membuat perjanjian dan/atau pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perjanjian dan/atau pernyataan itu dinyatakan batal demi hukum. |
(3) | Dalam hal penanam modal yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan perjanjian atau kontrak kerja sama dengan Pemerintah melakukan kejahatan korporasi berupa tindak pidana perpajakan, penggelembungan biaya pemulihan, dan bentuk penggelembungan biaya lainnya untuk memperkecil keuntungan yang mengakibatkan kerugian negara berdasarkan temuan atau pemeriksaan oleh pihak pejabat yang berwenang dan telah mendapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, Pemerintah mengakhiri perjanjian atau kontrak kerja sama dengan penanam modal yang bersangkutan. |
(1) | Badan usaha atau usaha perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 dapat dikenai sanksi administratif berupa:
|
(2) | Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh instansi atau lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(3) | Selain dikenai sanksi administratif, badan usaha atau usaha perseorangan dapat dikenai sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
BAB XVII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 35
(1) | Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diatur dengan peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini. |
(2) | Persetujuan penanaman modal dan izin pelaksanaan yang telah diberikan oleh Pemerintah berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya persetujuan penanaman modal dan izin pelaksanaan tersebut. |
(3) | Permohonan penanaman modal dan permohonan lainnya yang berkaitan dengan penanaman modal yang telah disampaikan kepada instansi yang berwenang dan pada tanggal disahkannya Undang-Undang ini belum memperoleh persetujuan Pemerintah wajib disesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. |
(4) | Perusahaan penanaman modal yang telah diberi izin usaha oleh Pemerintah berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri dan, apabila izin usaha tetapnya telah berakhir, dapat diperpanjang berdasarkan Undang-Undang ini. |
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 38
Disahkan di Jakarta pada tanggal 26 April 2007 PRESIDEN REPUBUK INDONESIA, ttd DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO |
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 67
PENJELASAN
ATAS
UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 25 TAHUN 2007
TENTANG
PENANAMAN MODAL
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4724