Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
koreksi Pajak Masukan sebesar Rp557.463.854,00 (menurut Terbanding sebesar Rp95.366.321.445,00, sedangkan menurut Pemohon Banding sebesar Rp95.923.785.299,00) yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding;
1. |
Dasar Hukum:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2. |
Data dan Fakta Yang Diperoleh Pada Saat Penelitian Keberatan:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
3. |
Tanggapan Terbanding:
|
bahwa dalam persidangan Terbanding pada pokoknya menyatakan hal-hal sebagai berikut :
bahwa Koreksi Pajak Masukan terkait dengan konfirmasi jawaban “tidak ada”, dimana konfirmasi dari pihak penjual ternyata penjual bukan PKP yang ada di Masa Pajak Februari, Maret, April, Mei, Juni, Agustus, September, Oktober, November dan Desember. Untuk konfirmasi tersebut yang diakui Terbanding adalah atas pajak masukan atas transaksi dengan PT ISS (Masa Pajak Februari, Maret, April 2012), sedangkan untuk transaksi selain dengan PT ISS koreksi tetap dipertahankan karena berdasarkan SIDJP atas faktur pajak yang dilaporkan tersebut ditandatangani oleh pejabat yang bukan berstatus sebagai PKP sehingga tidak memenuhi Pasal 13 ayat (5) huruf g juncto Pasal 9 huruf f Undang-Undang PPN;
bahwa Pemohon Banding setuju dengan Peneliti Keberatan yang yang membatalkan koreksi pajak masukan sebesar Rp1.752.612,00 namun Pemohon Banding tidak setuju dengan Peneliti Keberatan yang mempertahankan koreksi atas pajak masukan sebesar Rp557.463.854,00 karena atas PPN yang ditagihkan oleh CV. BLK dan CV. BSP telah Pemohon Banding lunasi PPN-nya. Hal ini sesuai dengan Pasal 16F Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan PPnBM yang mengatur:
“Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa Pajak telah dibayar.”
Penjelasan Pasal 16F:
“Sesuai dengan prinsip beban pembayaran pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pada pembeli atau konsumen barang atau penerima jasa. Oleh karena itu sudah seharusnya apabila pembeli atau konsumen barang dan penerima jasa bertanggung jawab renteng atas pembayaran pajak yang terutang apabila ternyata bahwa pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada penjual atau pemberi jasa dan pembeli atau penerima jasa tidak dapat menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual atau pemberi jasa.”
bahwa untuk mendukung argumentasi, Pemohon Banding menyampaikan dokumen uji arus uang yang terkait dengan bukti pembayaran PPN sebesar Rp557.463.854,00 sebagaimana telah disampaikan kepada Tim Pemeriksa dan Tim Peneliti Keberatan;
bahwa Pemohon Banding dalam Surat Bantahan pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
bahwa Pemohon Banding setuju dengan Peneliti Keberatan yang yang membatalkan koreksi pajak masukan sebesar Rp1.752.612,00 namun Pemohon Banding tidak setuju dengan Peneliti Keberatan yang mempertahankan koreksi atas pajak masukan sebesar Rp557.463.854,00 karena atas PPN yang ditagihkan oleh CV. BLK dan CV. BSP telah Pemohon Banding lunasi PPN-nya. Hal ini sesuai dengan Pasal 16F Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan PPnBM yang mengatur:
“Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa Pajak telah dibayar.”
Penjelasan Pasal 16F:
“Sesuai dengan prinsip beban pembayaran pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pada pembeli atau konsumen barang atau penerima jasa. Oleh karena itu sudah seharusnya apabila pembeli atau konsumen barang dan penerima jasa bertanggung jawab renteng atas pembayaran pajak yang terutang apabila ternyata bahwa pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada penjual atau pemberi jasa dan pembeli atau penerima jasa tidak dapat menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual atau pemberi jasa.”
bahwa dalam persidangan Pemohon Banding pada pokoknya menyatakan hal-hal sebagai berikut :
bahwa atas pertanyaan Majelis, Pemohon Banding menyatakan bahwa pada saat Uji Kebenaran Bukti Materi terkait koreksi pajak masukan, Pemohon Banding sudah menyerahkan bukti pendukung berupa invoce, faktur pajak, Purchase Order dan detail pembayaran termasuk rekening koran. Pemohon Banding berpendapat bahwa berdasar Pasal 16F UU PPN diketahui bahwa “Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa Pajak telah dibayar”, dengan demikian berdasar bukti pendukung yang sudah ditunjukkan pada saat Uji Kebenaran Bukti Materi maka tanggung jawab renteng tidak dapat dibebankan kepada Pemohon Banding dan yang terkena sanksi adalah pihak penerbit faktur pajak tersebut;
HASIL UJI BUKTI :
bahwa atas Koreksi Pajak Masukan sebesar Rp557.463.854,00, Pemohon Banding pada saat uji bukti menyerahkan data dan dokumen sebagai berikut:
bahwa atas data dan dokumen yang disampaikan oleh Pemohon Banding, Terbanding menyatakan hal-hal sebagai berikut :
Bahwa koreksi Pajak Masukan sebesar Rp557.463.854,00 disebabkan berdasarkan jawaban hasil konfirmasi dari KPP lawan transaksi dan informasi dari Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak diketahui bahwa pihak penyedia barang dan jasa tidak terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (Non PKP) sehingga sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf f jo. Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberap terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, atas PPN tersebut tidak dapat dikreditkan.
Bahwa dalam proses uji bukti, Pemohon Banding telah memberikan dokumen sebagaimana disebutkan dalam kolom 3 Berita Acara ini.
Berdasarkan penelitian atas dokumen tersebut, Terbanding berpendapat bahwa walaupun Pemohon Banding dapat menunjukkan invoice, Purchase Order, detail pembayaran dan rekening koran terkait Faktur Pajak yang disengketakan, namun secara formal Faktur Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan karena berdasarkan Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak dan jawaban hasil konfirmasi dari KPP lawan transaksi, Faktur Pajak Masukan tersebut ditandatangani oleh pejabat yang ditunjuk oleh bukan Pengusaha Kena Pajak (Non PKP) sehingga tidak memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (5) huruf g Jo. Pasal 9 ayat (8) huruf f Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dan digolongkan sebagai faktur Pajak yang tidak sah.
Menanggapi alasan Pemohon Banding yang menyatakan bahwa Pajak Masukan tersebut seharusnya dapat dikreditkan sesuai Pasal 16F Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai karena Pemohon Banding dapat menunjukkan bukti pembayaran PPN yang terkait, Terbanding berpendapat bahwa kedudukan hukum antara pasal-pasal dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah setingkat dan saling melengkapi, sehingga dalam hal ini pemenuhan ketentuan Pasal 16F UU Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat meniadakan pemenuhan ketentuan persyaratan formal dan material dalam Faktur Pajak sebagaimana pasal-pasal yang lain yang ada di UU PPN.
Dengan demikian, Terbanding tetap mempertahankan koreksi Pajak Masukan sebesar Rp557.463.854,00 dan meminta kepada Majelis Hakim untuk tetap mempertahankan koreksi Terbanding.
bahwa atas pendapat Terbanding dalam uji bukti, Pemohon Banding menyatakan hal-hal sebagai berikut :
Dokumen yang diberikan dalam uji bukti adalah invoice, faktur pajak, purchase order dan detail pembayaran termasuk rekening koran.
Sesuai dengan Pasal 16F UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang perubahan ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN barang dan jasa dan PPnBM yang mengatur:
"Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa Pajak telah dibayar."
Penjelasan Pasal 16F:
"Sesuai dengan prinsip beban pembayaran pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pada pembeli atau konsumen barang atau penerima jasa. Oleh karena itu sudah seharusnya apabila pembeli atau konsumen barang dan penerima jasa bertanggung jawab renteng atas pembayaran pajak yang terutang apabila ternyata bahwa pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada penjual atau pemberi jasa dan pembeli atau penerima jasa tidak dap& menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual atau pemberi jasa."
Berdasarkan dokumen-dokumen pendukung yang diberikan pada saat Uji Bukti Kebenaran Materi, Pemohon Banding menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran PPN kepada pihak lawan transaksi. Dengan demikian menurut Pemohon Banding , tanggung jawab renteng atas pembayaran PPN sebesar Rp557.463.854,00 tidak dapat dibebankan kepada Pemohon Banding selaku pembeli atau konsumen barang atau penerima jasa sehingga seharusnya koreksi ini dibatalkan.
bahwa setelah membaca uraian permohonan banding dari Pemohon Banding, membaca alasan koreksi Terbanding, mendengarkan penjelasan para pihak yang disampaikan dalam persidangan dan memeriksa bukti dokumen yang telah disampaikan, diketahui bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah koreksi yang dilakukan Terbanding atas Pajak Masukan dari Wajib Pajak yang belum dikukuhkan sebaga]i Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang kemudian dikreditkan oleh Pemohon Banding;
bahwa menurut Terbanding, berdasarkan penelitian di sistem perpajakan dan klarifikasi ke Kantor Pelayanan Pajak yang mengadministrasikan perpajakan Wajib Pajak penerbit Faktur Pajak dapat diketahui bahwa Wajib Pajak penerbit Faktur Pajak belum dikukuhkan sebagai PKP, sehingga atas Faktur Pajak dimaksud tidak dapat dikreditkan;
bahwa menurut Pemohon Banding sebagai pembeli atau penerima jasa, telah melunasi/membayar PPN terhutang kepada pihak pemungut (penjual) sesuai dengan Pasal 16F Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009;
bahwa menurut Pemohon Banding, sesuai dengan prinsip beban pembayaran pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pada pembeli atau konsumen atau penerima jasa. Oleh karena itu sudah seharusnya apabila pembeli atau konsumen dan penerima jasa bertanggung jawab renteng atas pembayaran pajak yang terutang apabila ternyata bahwa pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada penjual atau pemberi jasa dan pembeli atau penerima jasa tidak dapat menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual atau pemberi jasa;
bahwa Pemohon Banding dalam uji bukti telah menyampaikan bukti-bukti berupa invoice, faktur pajak, purchase order dan detail pembayaran termasuk rekening koran, yang menunjukan telah terjadi transaksi yang Pajak Pertambahan Nilainya telah dilakukan pembayaran kepada penjual, sehingga Faktur Pajak-nya diperhitungkan sebagai kredit pajak diperhitungan SPT Masa PPN;
bahwa menurut Majelis sesuai ketentuan Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, yang berbunyi :
”Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang ini ”.
bahwa dalam memperhitungkan pengkreditan PPN Masukan, Faktur Pajak harus diterbitkan oleh penjual yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) sebagaimana diatur pada Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagai mana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 untuk selanjutnya disebut UU KUP;
bahwa penerbitan Faktur Pajak sebagaimana ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf f jo. Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah;
bahwa untuk dapat mengkreditkan Faktur Pajak herus sesuai ketentuan Pasal 15 ayat (3):
“Bagi Pengusaha Kena Pajak Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak yang:
(a) | Menerima Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut tidak dapat dikreditkan; |
(b) | Menerima Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut tetap dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan”; |
bahwa atas Faktur Pajak yang dikreditkan oleh Pemohon Banding yang tercantum dibawah ini :
NO | NOMOR FP | Tanggal | Nama WP | NPWP | PPN |
1 | 010.000-11.00000019 | 31/07/2012 | RPM , CV | - | 37.145.161,00 |
2 | 010.000-12.00000018 | 30/06/2012 | RPM , CV | - | 41.800.000,00 |
3 | 010.000-12.00000020 | 31/05/2012 | BLK , CV | - | 251.558.354,00 |
4 | 010.000-12.00000026 | 30/06/2012 | BLK , CV | - | 221.836.589,00 |
5 | 010.000-12.00000048 | 30/06/2012 | BSP , CV | - | 2.794.250,00 |
6 | 010.000-12.00000050 | 31/08/2012 | BSP , CV | - | 2.329.500,00 |
Jumlah | 557.463.854,00 |
Seperti yang dijelaskan oleh Terbanding berdasarkan administrasi perpajakan , bahwa CV RPM , CV BLK dan CV BSP adalah bukan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
bahwa Faktur Pajak yang diterbitkan oleh CV RPM , CV BLK dan CV BSP walaupun berdasarkan bukti dan dokumen Pemohon Banding telah melakukan pembayaran PPN tetapi sesuai ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf f jo. Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, atas Faktur Pajak a quo tidak dapat dikreditkan oleh Pemohon Banding;
bahwa dengan demikian Majelis berpendapat atas koreksi Pajak Masukan sebesar Rp.557.463.854,00 tetap dipertahankan;
bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Tarif Pajak;
bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Sanksi Administrasi;
bahwa oleh karena atas yang disengketakan versi murni Pemohon Banding tetap dipertahankan oleh Majelis, maka Majelis berketetapan untuk menggunakan kuasa Pasal 80 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak untuk menolak banding Pemohon Banding;
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan sengketa ini;
Menolak banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP- 1485/WPJ.19/2015 tanggal 10 Agustus 2015, tentang keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor 00201/207/12/091/14 tanggal 02 September 2014 Masa Pajak Agustus 2012, atas nama: PT. DH , Tbk,;
Demikian diputus di Jakarta pada hari Senin tanggal 26 September 2016 berdasarkan musyawarah Majelis XA Pengadilan Pajak, dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut :
Drs. SA, Ak., M.Sc. | sebagai Hakim Ketua, |
N, S.E., M.Si. | sebagai Hakim Anggota, |
Drs. H, Ak. | sebagai Hakim Anggota, |
AT, S.H., | sebagai Panitera Pengganti, |
dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Senin tanggal 23 Juli 2018 dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, serta tidak dihadiri oleh Terbanding maupun oleh Pemohon Banding.
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.