Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT-097373.16/2012/PP/M.XA Tahun 2018

Kategori : PPN dan PPnBM

Upaya Hukum : Banding
31 January 2024
Share

Pokok Sengketa:

koreksi Pajak Masukan sebesar Rp557.463.854,00 (menurut Terbanding sebesar Rp95.366.321.445,00, sedangkan menurut Pemohon Banding sebesar Rp95.923.785.299,00) yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding;

  

Menurut Terbanding:

1. Dasar Hukum:
a. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 mengatur antara lain:
 

Pasal 9 ayat (8) huruf f:

“Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk: f. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak”;

 

Pasal 13 ayat (5):

“Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
(a) Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
(b) Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
(c) Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
(d) Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
(e) Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut;
(f) Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
(g) Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak”;
 

Penjelasan Pasal 13 ayat (5):

“Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Oleh karena itu, Faktur Pajak harus benar, baik secara formal maupun secara materiil. Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas dan benar dan ditandatangani oleh pejabat yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya. Namun untuk pengisian keterangan mengenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah hanya diisi apabila atas penyerahan Barang Kena Pajak terutang Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Faktur Pajak yang tidak diisi sesuai dengan ketentuan dalam ayat ini dapat mengakibatkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya tidak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f. Faktur Penjualan yang memuat keterangan dan yang pengisiannya sesuai dengan ketentuan dalam ayat ini disebut Faktur Pajak Standar”;
 

b. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ./2010 tentang Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 65/PJ/2010 mengatur antara lain:
 

Pasal 5 ayat (1):

“Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN Tahun 1984 dan perubahannya, serta ditandatangani oleh pejabat/kuasa yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya”;

 

Pasal 5 ayat (3):

“Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar,dan/atau tidak ditandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Faktur Pajak cacat”;

 

Pasal 15 ayat (1):

“Pengusaha Kena Pajak dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP Tahun 1983 dan perubahannya dalam hal:
(a) menerbitkan Faktur Pajak yang tidak memuat keterangan dan/atau tidak mengisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani oleh Pejabat atau Kuasa yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatangani Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3); dan/atau
(b) menerbitkan Faktur Pajak tidak sesuai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1)”;

Pasal 15 ayat (3):

“Bagi Pengusaha Kena Pajak Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak yang:
(a) Menerima Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut tidak dapat dikreditkan;
(b) Menerima Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut tetap dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan”;
 
2. Data dan Fakta Yang Diperoleh Pada Saat Penelitian Keberatan:
a. Daftar Faktur Pajak Masukan yang dilakukan koreksi dengan alasan karena berdasarkan hasil konfirmasi dan penelitian Sistem Informasi DJP menunjukkan bahwa pihak penyedia

 

barang dan jasa tidak terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak, sehingga faktur pajak yang diterbitkan menjadi tidak sah dan tidak dapat dikreditkan adalah sebagai berikut:

 

NO NOMOR FP Tanggal Nama WP NPWP PPN
1 010.000-11.00000019 31/07/2012 RPM , CV - 37.145.161
2 010.000-12.00000018 30/06/2012 RPM , CV - 41.800.000
3 010.000-12.00000020 31/05/2012 BLK , CV - 251.558.354
4 010.000-12.00000026 30/06/2012 BLK , CV - 221.836.589
5 010.000-12.00000048 30/06/2012 BSP , CV - 2.794.250
6 010.000-12.00000050 31/08/2012 BSP , CV - 2.329.500
7 010.000-12.00003608 06/07/2012 IPS , PT - 668,735
8 010.000-12.00003388 30/06/2012 IPS , PT - 415,142
9 010.000-12.00002887 08/06/2012 IPS , PT - 668,735
Jumlah 559,216,466

 

b. Berdasarkan penelitian Sistem Informasi DJP diketahui bahwa PT RPM berstatus Wajib Pajak Non PKP;
c. Berdasarkan surat konfirmasi status PKP dari KPP Pratama Batulicin diketahui bahwa PT BLK berstatus Wajib Pajak Non PKP;
d. Berdasarkan surat konfirmasi status PKP dari KPP Pratama Bontang diketahui bahwa CV BSP berstatus PKP sejak tanggal 25 Juni 2013;
e. Berdasarkan surat konfirmasi status PKP dari KPP Madya Tangerang diketahui bahwa PT ISS Facility Services berstatus PKP sejak tanggal 16 Februari 2007;
f. Rekapitulasi terkait koreksi Pemeriksa adalah sebagai berikut:

 

NO Nama Wajib Pajak NPWP PKP Tanggal
1 RPM , CV - Non PKP
2 BLK , CV - Non PKP
3 BSP , CV - 25 Juni 2013
4 IPS , PT - 16 Februari 2017
 

3. Tanggapan Terbanding:
  1. Koreksi Faktur Pajak Masukan atas nama PT ISS Facility Services tidak dapat dipertahankan karena telah berstatus PKP sejak 16 Februari 2007;
  2. Koreksi Faktur Pajak Masukan atas nama CV RPM , CV BLK , dan CV BSP dipertahankan;
  3. Faktur Pajak Masukan yang menjadi dasar koreksi ditandatangani/diterbitkan oleh pejabat yang ditunjuk oleh bukan Pengusaha Kena Pajak (Non PKP);
  4. Sesuai penjelasan Pasal 13 ayat (5) Undang-undang PPN menjelaskan bahwa Faktur Pajak harus ditandatangani oleh pejabat yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk Oleh karena itu Faktur Pajak Masukan yang menjadi dasar koreksi adalah Faktur Pajak yang tidak memenuhi ketentuan formal;
  5. Berdasarkan Pasal 9 ayat (8) huruf f Undang-undang PPN diatur bahwa perolehan BKP atau JKP yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (5) tidak dapat dilakukan pengkreditan Pajak Masukan;
  6. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ./2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-65/PJ./2010 Pasal 15 ayat (3) huruf a mengatur bahwa bagi Pengusaha Kena Pajak Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak yang menerima Faktur Pajak yang tidak memuat keterangan dan/atau tidak mengisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani oleh Pejabat atau Kuasa yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatangani Faktur Pajak dan/atau Faktur Pajak yang diterbitkan tidak sesuai dengan batas waktu maka PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut tidak dapat dikreditkan;
 

bahwa dalam persidangan Terbanding pada pokoknya menyatakan hal-hal sebagai berikut :

bahwa Koreksi Pajak Masukan terkait dengan konfirmasi jawaban “tidak ada”, dimana konfirmasi dari pihak penjual ternyata penjual bukan PKP yang ada di Masa Pajak Februari, Maret, April, Mei, Juni, Agustus, September, Oktober, November dan Desember. Untuk konfirmasi tersebut yang diakui Terbanding adalah atas pajak masukan atas transaksi dengan PT ISS (Masa Pajak Februari, Maret, April 2012), sedangkan untuk transaksi selain dengan PT ISS koreksi tetap dipertahankan karena berdasarkan SIDJP atas faktur pajak yang dilaporkan tersebut ditandatangani oleh pejabat yang bukan berstatus sebagai PKP sehingga tidak memenuhi Pasal 13 ayat (5) huruf g juncto Pasal 9 huruf f Undang-Undang PPN;

  

Menurut Pemohon Banding:

bahwa Pemohon Banding setuju dengan Peneliti Keberatan yang yang membatalkan koreksi pajak masukan sebesar Rp1.752.612,00 namun Pemohon Banding tidak setuju dengan Peneliti Keberatan yang mempertahankan koreksi atas pajak masukan sebesar Rp557.463.854,00 karena atas PPN yang ditagihkan oleh CV. BLK dan CV. BSP telah Pemohon Banding lunasi PPN-nya. Hal ini sesuai dengan Pasal 16F Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan PPnBM yang mengatur:

“Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa Pajak telah dibayar.”

 

Penjelasan Pasal 16F:

“Sesuai dengan prinsip beban pembayaran pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pada pembeli atau konsumen barang atau penerima jasa. Oleh karena itu sudah seharusnya apabila pembeli atau konsumen barang dan penerima jasa bertanggung jawab renteng atas pembayaran pajak yang terutang apabila ternyata bahwa pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada penjual atau pemberi jasa dan pembeli atau penerima jasa tidak dapat menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual atau pemberi jasa.”

 

bahwa untuk mendukung argumentasi, Pemohon Banding menyampaikan dokumen uji arus uang yang terkait dengan bukti pembayaran PPN sebesar Rp557.463.854,00 sebagaimana telah disampaikan kepada Tim Pemeriksa dan Tim Peneliti Keberatan;
 

bahwa Pemohon Banding dalam Surat Bantahan pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

 

bahwa Pemohon Banding setuju dengan Peneliti Keberatan yang yang membatalkan koreksi pajak masukan sebesar Rp1.752.612,00 namun Pemohon Banding tidak setuju dengan Peneliti Keberatan yang mempertahankan koreksi atas pajak masukan sebesar Rp557.463.854,00 karena atas PPN yang ditagihkan oleh CV. BLK dan CV. BSP telah Pemohon Banding lunasi PPN-nya. Hal ini sesuai dengan Pasal 16F Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan PPnBM yang mengatur:

“Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa Pajak telah dibayar.”

 

Penjelasan Pasal 16F:

“Sesuai dengan prinsip beban pembayaran pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pada pembeli atau konsumen barang atau penerima jasa. Oleh karena itu sudah seharusnya apabila pembeli atau konsumen barang dan penerima jasa bertanggung jawab renteng atas pembayaran pajak yang terutang apabila ternyata bahwa pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada penjual atau pemberi jasa dan pembeli atau penerima jasa tidak dapat menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual atau pemberi jasa.”

 

bahwa dalam persidangan Pemohon Banding pada pokoknya menyatakan hal-hal sebagai berikut :

bahwa atas pertanyaan Majelis, Pemohon Banding menyatakan bahwa pada saat Uji Kebenaran Bukti Materi terkait koreksi pajak masukan, Pemohon Banding sudah menyerahkan bukti pendukung berupa invoce, faktur pajak, Purchase Order dan detail pembayaran termasuk rekening koran. Pemohon Banding berpendapat bahwa berdasar Pasal 16F UU PPN diketahui bahwa “Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa Pajak telah dibayar”, dengan demikian berdasar bukti pendukung yang sudah ditunjukkan pada saat Uji Kebenaran Bukti Materi maka tanggung jawab renteng tidak dapat dibebankan kepada Pemohon Banding dan yang terkena sanksi adalah pihak penerbit faktur pajak tersebut;

 

HASIL UJI BUKTI :

bahwa atas Koreksi Pajak Masukan sebesar Rp557.463.854,00, Pemohon Banding pada saat uji bukti menyerahkan data dan dokumen sebagai berikut:

  1. Invoice, Faktur Pajak, Purchase Order, Detail Pembayaran termasuk rekening koran untuk CV. RPM Nomor Faktur 010.000-12.00000019
  2. Invoice, Faktur Pajak, Purchase Order, Detail Pembayaran termasuk rekening koran untuk CV. RPM Nomor Faktur 010.000-12.00000018
  3. Invoice, Faktur Pajak, Purchase Order, Detail Pembayaran termasuk rekening koran untuk CV. BLK Nomor Faktur 010.000- 12.00000020
  4. Invoice, Faktur Pajak, Purchase Order, Detail Pembayaran termasuk rekening koran untuk CV. BLK Nomor Faktur 010.000-12.00000026
  5. Invoice, Faktur Pajak, Purchase Order, Detail Pembayaran termasuk rekening koran untuk CV. BSP Nomor Faktur 010.000-12.00000048
  6. Invoice, Faktur Pajak, Purchase Order, Detail Pembayaran termasuk rekening koran untuk BSP Nomor Faktur 010.000-12.00000050

bahwa atas data dan dokumen yang disampaikan oleh Pemohon Banding, Terbanding menyatakan hal-hal sebagai berikut :

 

Bahwa koreksi Pajak Masukan sebesar Rp557.463.854,00 disebabkan berdasarkan jawaban hasil konfirmasi dari KPP lawan transaksi dan informasi dari Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak diketahui bahwa pihak penyedia barang dan jasa tidak terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (Non PKP) sehingga sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf f jo. Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberap terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, atas PPN tersebut tidak dapat dikreditkan.

 

Bahwa dalam proses uji bukti, Pemohon Banding telah memberikan dokumen sebagaimana disebutkan dalam kolom 3 Berita Acara ini. 

Berdasarkan penelitian atas dokumen tersebut, Terbanding berpendapat bahwa walaupun Pemohon Banding dapat menunjukkan invoice, Purchase Order, detail pembayaran dan rekening koran terkait Faktur Pajak yang disengketakan, namun secara formal Faktur Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan karena berdasarkan Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak dan jawaban hasil konfirmasi dari KPP lawan transaksi, Faktur Pajak Masukan tersebut ditandatangani oleh pejabat yang ditunjuk oleh bukan Pengusaha Kena Pajak (Non PKP) sehingga tidak memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (5) huruf g Jo. Pasal 9 ayat (8) huruf f Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dan digolongkan sebagai faktur Pajak yang tidak sah.

 

Menanggapi alasan   Pemohon   Banding   yang   menyatakan bahwa Pajak Masukan tersebut seharusnya dapat dikreditkan sesuai Pasal 16F Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai karena Pemohon Banding dapat menunjukkan bukti pembayaran PPN yang terkait, Terbanding berpendapat bahwa kedudukan hukum antara pasal-pasal dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah setingkat dan saling melengkapi, sehingga dalam hal ini pemenuhan ketentuan Pasal 16F UU Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat meniadakan pemenuhan ketentuan persyaratan formal dan material dalam Faktur Pajak sebagaimana pasal-pasal yang lain yang ada di UU PPN.

 

Dengan demikian, Terbanding tetap mempertahankan koreksi Pajak Masukan sebesar Rp557.463.854,00 dan meminta kepada Majelis Hakim untuk tetap mempertahankan koreksi Terbanding.

 

bahwa atas pendapat Terbanding dalam uji bukti, Pemohon Banding menyatakan hal-hal sebagai berikut : 

 

Dokumen yang diberikan dalam uji bukti adalah invoice, faktur pajak, purchase order dan detail pembayaran termasuk rekening koran.
 

Sesuai dengan Pasal 16F UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang perubahan ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN barang dan jasa dan PPnBM yang mengatur:

"Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa Pajak telah dibayar."

 

Penjelasan Pasal 16F:

"Sesuai dengan prinsip beban pembayaran pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pada pembeli atau konsumen barang atau penerima jasa. Oleh karena itu sudah seharusnya apabila pembeli atau konsumen barang dan penerima jasa bertanggung jawab renteng atas pembayaran pajak yang terutang apabila ternyata bahwa pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada penjual atau pemberi jasa dan pembeli atau penerima jasa tidak dap& menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual atau pemberi jasa."

 

Berdasarkan dokumen-dokumen pendukung yang diberikan pada saat Uji Bukti Kebenaran Materi, Pemohon Banding menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran PPN kepada pihak lawan transaksi. Dengan demikian menurut Pemohon Banding , tanggung jawab renteng atas pembayaran PPN sebesar Rp557.463.854,00 tidak dapat dibebankan kepada Pemohon Banding selaku pembeli atau konsumen barang atau penerima jasa sehingga seharusnya koreksi ini dibatalkan.

  

Menurut Majelis:

bahwa setelah membaca uraian permohonan banding dari Pemohon Banding, membaca alasan koreksi Terbanding, mendengarkan penjelasan para pihak yang disampaikan dalam persidangan dan memeriksa bukti dokumen yang telah disampaikan, diketahui bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah koreksi yang dilakukan Terbanding atas Pajak Masukan dari Wajib Pajak yang belum dikukuhkan sebaga]i Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang kemudian dikreditkan oleh Pemohon Banding;

 

bahwa menurut Terbanding, berdasarkan penelitian di sistem perpajakan dan klarifikasi ke Kantor Pelayanan Pajak yang mengadministrasikan perpajakan Wajib Pajak penerbit Faktur Pajak dapat diketahui bahwa Wajib Pajak penerbit Faktur Pajak belum dikukuhkan sebagai PKP, sehingga atas Faktur Pajak dimaksud tidak dapat dikreditkan;
 

bahwa menurut Pemohon Banding sebagai pembeli atau penerima jasa, telah melunasi/membayar PPN terhutang kepada pihak pemungut (penjual) sesuai dengan Pasal 16F Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009;

 

bahwa menurut Pemohon Banding, sesuai dengan prinsip beban pembayaran pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pada pembeli atau konsumen atau penerima jasa. Oleh karena itu sudah seharusnya apabila pembeli atau konsumen dan penerima jasa bertanggung jawab renteng atas pembayaran pajak yang terutang apabila ternyata bahwa pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada penjual atau pemberi jasa dan pembeli atau penerima jasa tidak dapat menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual atau pemberi jasa;

 

bahwa Pemohon Banding dalam uji bukti telah menyampaikan bukti-bukti berupa invoice, faktur pajak, purchase order dan detail pembayaran termasuk rekening koran, yang menunjukan telah terjadi transaksi yang Pajak Pertambahan Nilainya telah dilakukan pembayaran kepada penjual, sehingga Faktur Pajak-nya diperhitungkan sebagai kredit pajak diperhitungan SPT Masa PPN;

 

bahwa menurut Majelis sesuai ketentuan Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, yang berbunyi :

Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang ini ”.

 

bahwa dalam memperhitungkan pengkreditan PPN Masukan, Faktur Pajak harus diterbitkan oleh penjual yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) sebagaimana diatur pada Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagai mana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 untuk selanjutnya disebut UU KUP;

 

bahwa penerbitan Faktur Pajak sebagaimana ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf f jo. Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah;

bahwa untuk dapat mengkreditkan Faktur Pajak herus sesuai ketentuan Pasal 15 ayat (3):

“Bagi Pengusaha Kena Pajak Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak yang:

(a) Menerima Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut tidak dapat dikreditkan;
(b) Menerima Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut tetap dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan”;
 

bahwa atas Faktur Pajak yang dikreditkan oleh Pemohon Banding yang tercantum dibawah ini :

 

NO NOMOR FP Tanggal Nama WP NPWP PPN
1 010.000-11.00000019 31/07/2012 RPM , CV - 37.145.161,00
2 010.000-12.00000018 30/06/2012 RPM , CV - 41.800.000,00
3 010.000-12.00000020 31/05/2012 BLK , CV - 251.558.354,00
4 010.000-12.00000026 30/06/2012 BLK , CV - 221.836.589,00
5 010.000-12.00000048 30/06/2012 BSP , CV - 2.794.250,00
6 010.000-12.00000050 31/08/2012 BSP , CV - 2.329.500,00
Jumlah 557.463.854,00

 

Seperti yang dijelaskan oleh Terbanding berdasarkan administrasi perpajakan , bahwa CV RPM , CV BLK dan CV BSP adalah bukan sebagai Pengusaha Kena Pajak;

 

bahwa Faktur Pajak yang diterbitkan oleh CV RPM , CV BLK dan CV BSP walaupun berdasarkan bukti dan dokumen Pemohon Banding telah melakukan pembayaran PPN tetapi sesuai ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf f jo. Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, atas Faktur Pajak a quo tidak dapat dikreditkan oleh Pemohon Banding;

 

bahwa dengan demikian Majelis berpendapat atas koreksi Pajak Masukan sebesar Rp.557.463.854,00 tetap dipertahankan;

 

Menimbang:

bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Tarif Pajak;

 

bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Sanksi Administrasi;

  

bahwa oleh karena atas yang disengketakan versi murni Pemohon Banding tetap dipertahankan oleh Majelis, maka Majelis berketetapan untuk menggunakan kuasa Pasal 80 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak untuk menolak banding Pemohon Banding;

  

Mengingat:

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan sengketa ini;

  

Memutuskan:

Menolak banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP- 1485/WPJ.19/2015 tanggal 10 Agustus 2015, tentang keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor 00201/207/12/091/14 tanggal 02 September 2014 Masa Pajak Agustus 2012, atas nama: PT. DH , Tbk,;

 

Demikian diputus di Jakarta pada hari Senin tanggal 26 September 2016 berdasarkan musyawarah Majelis XA Pengadilan Pajak, dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut :

 

Drs. SA, Ak., M.Sc. sebagai Hakim Ketua,
N, S.E., M.Si. sebagai Hakim Anggota,
Drs. H, Ak. sebagai Hakim Anggota,
AT, S.H., sebagai Panitera Pengganti,

 

dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Senin tanggal 23 Juli 2018 dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, serta tidak dihadiri oleh Terbanding maupun oleh Pemohon Banding.