Putusan Mahkamah Agung Nomor : 393/B/PK/PJK/2015

Kategori : PPh Pasal 21

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-52000/PP/M.IIA/10/2014, tanggal 22 April 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap
15 March 2022
Share

PUTUSAN
Nomor 393/B/PK/PJK/2015

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
 
MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal GS Nomor X0-XX Jakarta, dalam hal ini memberikan kuasa kepada:
  1. AAA, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
  2. BBB, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  3. CCC, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  4. DDD, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1874/PJ./2014, tanggal 22 Juli 2014;

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:


PT FI, tempat kedudukan di Jalan FFF XX Blok X Nomor X, Kawasan Industri FFF, Wangunharja, Bekasi XXXX0, dalam hal ini diwakili Ir. GGG, Direktur PT FI, selanjutnya memberikan kuasa kepada:
  1. PROF. DR. D. HHH, S.H.,
  2. III, S.H., LL.M.;
  3. JJJ, S.H., M.H.;
  4. KKK, S.H.;
Para Advokat pada Kantor Hukum MKK, beralamat di WTC X (dahulu Wisma M  XX), Lantai XX, jalan Jenderal S Kav. XX, Jakarta XXXX0;
  1. DRS. LLL, A.K.;
  2. MMM, S.E.;
Para  Kuasa  Hukum  di  hadapan  Pengadilan Pajak  pada Kantor KPMG Advisory Indonesia, beralamat di Wisma NNN, Lantai XX, Jalan Jenderal S Nomor XX Jakarta X0XX0;

Berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 18 November 2014; Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;

Mahkamah Agung tersebut;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-52000/PP/M.IIA/10/2014, tanggal 22 April 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
  1. Factory Overhead-salary expenses sebesar Rp7.283.991.342,00;
    Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dasar pengenaan pajak atas biaya factory overhead - salary expenses sebesar Rp7.283.991.342,00 sebagai objek PPh Pasal 21. Adapun alasan Pemohon Banding menolak adalah bahwa dalam biaya  factory overhead - salary expenses sebesar Rp7.283.991.342,00 didalamnya terdapat pembebanan alokasi biaya outsourcing dari CN sebesar Rp1.329.793.946,00 yang bukan merupakan Objek PPh Pasal 21. Dapat Pemohon Banding informasikan bahwa Pemohon Banding telah melakukan kewajiban pemotongan PPh Pasal 23 berkaitan dengan jasa outsourcing tersebut;
  2. G & A Expenses-salary expenses sebesar Rp2.481.352.724,00;
    Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dasar pengenaan pajak atas biaya G & A Expenses-salary expenses sebesar Rp2.481.352.724,00 sebagai objek PPh Pasal 21. Adapun alasan Pemohon Banding menolak adalah bahwa dalam biaya G & A Expenses - salary expenses sebesar Rp2.481.352.724,00 didalamnya terdapat pembebanan alokasi biaya outsourcing dari CN sebesar Rp31.397.376,00 yang bukan merupakan Objek PPh Pasal 21. Dapat Pemohon Banding informasikan bahwa Pemohon Banding telah melakukan kewajiban pemotongan PPh Pasal 23 berkaitan dengan jasa outsourcing tersebut;
  3. Factory Overhead-attend allowance sebesar Rp.454.769.408,00;
    Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dasar pengenaan pajak atas biaya Factory Overhead-attend allowance sebesar Rp454.769.408,00 sebagai objek PPh Pasal 21. Adapun alasan Pemohon Banding menolak adalah bahwa dalam biaya Factory Overhead-Attend allowance sebesar Rp454.769.408,00 didalamnya terdapat pembebanan alokasi biaya outsourcing dari CN sebesar Rp120.731.482,00 yang bukan merupakan Objek PPh Pasal 21. Dapat Pemohon Banding informasikan bahwa Pemohon Banding telah melakukan kewajiban pemotongan PPh Pasal 23 berkaitan dengan jasa outsourcing tersebut;
  4. G & A Expenses-attend allowance sebesar Rp37.274.636,00;
    Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dasar pengenaan pajak atas biaya G & A Expenses-attend allowance sebesar Rp37.274.636,00 sebagai objek PPh Pasal 21. Adapun alasan Pemohon Banding menolak adalah bahwa dalam biaya G & A Expenses-attend allowance sebesar Rp.37.274.636,00 didalamnya terdapat pembebanan alokasi biaya outsourcing dari CN sebesar Rp4.727.965,00 yang bukan merupakan Objek PPh Pasal 21. Dapat Pemohon Banding informasikan bahwa Pemohon Banding telah melakukan kewajiban pemotongan PPh Pasal 23 berkaitan dengan jasa out-sourcing tersebut;
  5. Factory Overhead-Overtime sebesar Rp544.387.884,00;
    Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dasar pengenaan pajak atas biaya Factory Overhead-overtime sebesar Rp544.387.884,00 sebagai objek PPh Pasal 21. Adapun alasan Pemohon Banding menolak adalah bahwa dalam biaya Factory Overhead-overtime sebesar Rp544.387.884,00 didalamnya terdapat pembebanan alokasi biaya outsourcing dari CN sebesar Rp102.144.408,00 yang bukan merupakan Objek PPh Pasal 21. Dapat Pemohon Banding informasikan bahwa Pemohon Banding telah melakukan kewajiban pemotongan PPh Pasal 23 berkaitan dengan jasa outsourcing tersebut;
  6. G & A Expenses-overtime sebesar Rp98.802.427,00;
    Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dasar pengenaan pajak atas biaya G & A Expenses-overtime sebesar Rp98.802.427,00 sebagai objek PPh Pasal 21. Adapun alasan Pemohon Banding menolak adalah bahwa dalam biaya G & A Expenses-overtime sebesar Rp98.802.427,00 didalamnya terdapat pembebanan alokasi biaya outsourcing dari CN sebesar Rp1.369.094,00 yang bukan merupakan Objek PPh Pasal 21. Dapat Pemohon Banding informasikan bahwa Pemohon Banding telah melakukan kewajiban pemotongan PPh Pasal 23 berkaitan dengan jasa out-sourcing tersebut;
  7. Factory Overhead-Bonus sebesar Rp.1.526.496.031,00;
    Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dasar pengenaan pajak atas biaya Factory Overhead-Bonus sebesar Rp1.526.496.031,00 sebagai objek PPh Pasal 21. Adapun alasan Pemohon Banding menolak adalah bahwa dalam biaya Factory Overhead-Bonus sebesar Rp1.526.496.031,00 didalamnya terdapat pembebanan alokasi biaya outsourcing dari CN sebesar Rp514.162.290,00 yang bukan merupakan Objek PPh Pasal 21. Dapat Pemohon Banding informasikan bahwa Pemohon Banding telah melakukan kewajiban pemotongan PPh Pasal 23 berkaitan dengan jasa outsourcing tersebut;

Bahwa berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas maka penghitungan PPh Pasal 21 Tahun Pajak 2007 yang seharusnya terutang adalah sebesar Rp82.664.071,00 dengan rincian perhitungan sebagai berikut:
Description No. Accnt. Account Cfm Pemeriksa Banding WP Menurut WP

Factory Overhead 751.01.000 Salary expenses 7.283.992.342 (1.329.793.946) 5.954.198.396
G & A Expenses 771.01.000 Salary expenses  2.481.352.724 (31.397.376) 2.449.955.348
Selling Expenses 781.01.000 Salary expenses  1.744.783.399   1.744.783.399
Factory Overhead 751.02.000 Medical Allowance 156.611.292   156.611.292
G & A Expenses  771.02.000 Medical Allowance 43.102.420   43.102.420
Selling Expenses 781.02.000 Medical Allowance   11.094.912   11.094.912
Factory Overhead            751.03.000 Attend Allowance 454.769.408 (120.731.482) 334.037.926
G & A Expenses 771.03.000 Attend Allowance 37.274.636 (4.727.965) 32.546.671
Selling Expenses 781.03.000 Attend Allowance 2.829.700   2.829.700
Factory Overhead            751.04.000 Overtime 544.387.884 (102.144.408) 442.243.476
G & A Expenses 771.04.000 Overtime 98.802.427 (1.369.094) 97.433.333
Selling Expenses 781.04.000 Overtime 4.766.401   4.766.401
Factory Overhead 751.05.000 Medical expenses 105.383.284   105.383.284
G & A Expenses 771.05.000 Medical expenses 228.121.477   228.121.477
Selling Expenses 781.05.000 Medical expenses 75.337.079   75.337.079
Factory Overhead 751.06.000 Bonus 1.526.496.031 (514.162.290) 1.012.333.741
G & A Expenses 771.06.000 Bonus 397.492.216   397.492.216
Selling Expenses 781.06.000 Bonus 344.153.764   344.153.764
Factory Overhead 751.10.001 Termination  274.265.369   274.265.369

Total Objek SKPKB PPh 21 Tahun 2007 15.815.016.765 (2.104.326.561) 13.710.690.204
Objek PPh 21 yang telah dilapor SPT 1721 Tahun 2007                                                                      12.398.562.085
Objek PPh 21 yang belum dilapor    1.312.128.119
PPh 21 terutang - 5%      65.606.406
Sanksi administrasi - 26%                                                                             17.057.666
PPh 21 yang masih harus dibayar                                                                             82.664.071

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-52000/PP/M.IIA/10/2014, tanggal 22 April 2014, yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:

Menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP- 736/WPJ.22/BD.06/2010 tanggal 9 Juli 2010, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 21 Tahun Pajak 2007 Nomor 00050/201/07/431/09  tanggal 16  April 2009 atas nama: PT. FI, NPWP: 0X.0XX.XXX.X-XXX.000, beralamat di Jalan FFF XX Blok X Nomor X, Kawasan Industri FFF, Wangunharja, Bekasi XXXX0 sehingga perhitungan pajak menjadi sebagai berikut:

Dasar Pengenaan PPh Pasal 21 Rp  13.710.690.204,00
PPh Pasal 21 Terutang Rp    1.592.956.572,00
Kredit Pajak Rp    1.527.350.166,00
PPh Pasal 21 yang kurang di bayar Rp         65.606.406,00
Sanksi Administrasi Pasal 13 (2) UU KUP Rp         17.057.066,00
Jumlah PPh Pasal 21 yang masih harus dibayar Rp         82.664.072,00
   
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put- 52000/PP/M.IIA/10/2014, tanggal 22 April 2014, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 13 Mei 2014, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1874/PJ./2014, tanggal 22 Juli 2014, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 7 Agustus 2014, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal itu juga;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 31 Oktober 2014, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 26 November 2014;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:

I. Tentang Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali:
Bahwa   putusan   Pengadilan   Pajak   Nomor Put.52000/PP/M.IIA/10/2014 tanggal 22 April 2014 telah dibuat dengan tidak memperhatikan ketentuan yuridis formal atau mengabaikan fakta yang menjadi dasar pertimbangan dalam koreksi yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Oleh karenanya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.52000/PP/M.IIA/10/2014 tanggal 22 April 2014 diajukan Peninjauan Kembali berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak:
Permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan alasan sebagai berikut:
  1. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
II. Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali:
1. Bahwa Salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.52000/PP/M.IIA/10/2014 tanggal 22 April 2014, atas nama PT Frigoglass Indonesia (Termohon Peninjauan Kembali/semula Pemohon Banding), telah diberitahukan secara patut dan dikirimkan oleh Pengadilan Pajak kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melalui surat Sekretariat Pengadilan Pajak Nomor P.374/SP.33/2014 tanggal 08 Mei 2014 perihal Pengiriman Putusan Pengadilan Pajak dengan cara disampaikan secara langsung kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada tanggal 19 Mei 2014 sesuai Tanda Terima Surat TPST Direktorat Jenderal Pajak Nomor Dokumen 201405190337;
2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e dan Pasal 92 ayat (3) Juncto Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Pengadilan Pajak, maka pengajuan Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.52000/PP/M.IIA/10/2014 tanggal 22 April 2014 ini masih dalam tenggang waktu yang diijinkan oleh Undang-Undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/ pemberitahuan Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah Memori Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia;
III. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali:
Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah sebagai berikut:
Koreksi Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 21 Tahun Pajak 2007 sebesar Rp2.104.326.561,00;
Yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak;
IV. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali:

Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.52000/PP/M.IIA/10/2014 tanggal 22 April 2014, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena pertimbangan hukum yang keliru dan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan (contra legem), khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dengan pertimbangan-alasan sebagai berikut:

1. Bahwa pertimbangan hukum, pendapat maupun kesimpulan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang antara lain berbunyi sebagai berikut: Bahwa berdasar bukti-bukti pendukung serta keterangan para pihak dalam persidangan Majelis berkesimpulan pihak yang bertanggung jawab melakukan pemotongan PPh Pasal 21 para Pekerja adalah pihak yang membuat hubungan kerja dengan para pekerja, dan hal tersebut dapat diketahui dari isi perjanjian antara Pemohon Banding dengan PT CN yang telah disepakati sebelumnya;

Bahwa Majelis telah meneliti isi Perjanjian Kerjasama tertanggal 28 Februari 2007 antara PT CN (sebagai Pihak Pertama) dengan Pemohon Banding (sebagai Pihak Kedua) antara lain sebagai berikut:

Pasal 2:
Pihak Pertama akan membantu Pihak Kedua untuk menyediakan pekerja yang akan ditempatkan dan dipekerjakan di beberapa unit kerja milik Pihak Kedua;

Pasal 5:
Ayat (1) Penyerahan Pekerja dari Pihak Pertama kepada Pihak Kedua akan dilakukan dengan Surat Tugas yang ditandatangani oleh Pihak Pertama dimana dalam Surat Tugas tersebut tercantum identitas Pekerja;

Pasal 7:
Ayat (5) Tata cara penagihan dan pembayaran komponen upah;
  1. … dst;
  2. Pihak Pertama akan melakukan tagihan pada setiap bulannya dengan menyerahkan berkas sebagai berikut:
    -    Rekapan absensi dan payroll seluruh pekerja;
    -    Invoice;
    -    Kwitansi;
  3. Faktur Pajak Standard untuk PPN 10% atas Management Fee;
  4. … dst;

Pasal 9:
Pekerja berstatus sebagai pekerja PT CN oleh karena itu segala sesuatu hal yang menyangkut kepersonaliaan pekerja adalah tanggung jawab pihak pertama dan akan senantiasa diselaraskan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku maupun peraturan perusahaan pihak pertama;

Bahwa berdasarkan bukti-bukti yang dikemukakan Pemohon Banding daiam persidangan dan juga memperhatikan isi perjanjian antara PT CN dengan Pemohon Banding khususnya beberapa Pasal tersebut di atas, Majelis berpendapat terdapat cukup bukti bahwa para Pekerja yang dimaksud dalam sengketa ini, sebenarnya adalah pekerja dari PT CN yang dipekerjakan pada perusahaan Pemohon Banding dan yang bertanggung jawab dalam kaitannya dengan hubungan kerja / hubungan perburuhan dengan para pekerja adalah PT CN;

Bahwa dengan demikian dapat dipahami bahwa alokasi atau pembebanan biaya pada beberapa pos sejumlah Rp2.104.326.561,00 oleh Pemohon Banding adalah pengalokasian biaya yang dibayarkan Pemohon Banding kepada PT CN sesuai isi perjanjian, dan bukan merupakan pembayaran langsung atas gaji atau upah kepada para pekerja;

Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dan pembuktian serta pertimbangan tersebut di atas,  Majelis  berkesimpulan  bahwa sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 21 Undang- undang PPh, pembebanan biaya tersebut bukanlah pembayaran gaji/upah kepada para pekerja, dengan demikian maka koreksi obyek pajak PPh Pasal 21 sebesar Rp2.104.326.561,00 tidak dapat dipertahankan;
2. Bahwa ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan pokok sengketa yang digunakan sebagai dasar hukum peninjauan kembali antara lain sebagai berikut:
2.1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan  Pajak, antara lain mengatur:

Pasal 69 ayat (1):
Alat bukti dapat berupa:
  1. surat atau tulisan;
  2. keterangan ahli;
  3. keterangan para saksi;
  4. pengakuan para pihak; dan/atau
  5. pengetahuan Hakim; 

Pasal 76:
Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1);

Pasal 78:
Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perUndang - Undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim;

Pasal 91 huruf c dan huruf e:
Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:
  1. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2.2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, antara lain mengatur:

Pasal 21 ayat (1):
Pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, wajib dilakukan oleh:
  1. Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;
  2. Bendaharawan pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain, sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan;
  3. Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama apapun dalam rangka pensiun;
  4. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas;
  5. Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan;
3. Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.52000/PP/M.IIA/10/2014 tanggal 22 April 2014 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan fakta- fakta yang nyata-nyata terungkap pada persidangan, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menyatakan s.angat keberatan dengan pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana diuraikan pada Butir V.1. di atas dengan alasan sebagai berikut:

Bahwa Untuk menguji objek PPh Pasal 21, Pemohon Peninjauan Kembali melakukan pengujian-pengujian yang bersumber dari buku besar dan equalisasi dengan biaya pada buku besar;

Bahwa Ekualisasi Objek PPh Pasal 21 menurut SPT Tahunan PPh Badan dan SPT Tahunan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut:
No Uraian Jumlah
(Rp)
1 HPP 02.02 Factory Overhead Expenses 02.02.04 Gaji 10.345.904.610
2 Biaya usaha 03.01 General and Adm Expenses 03.01.01 Gaji   3.286.145.900
3 Biaya usaha 03.02 Selling Expenses 03.02.01 Gaji   2.182.965.255
Jumlah obyek PPh Pasal 21 menurut SPT Tahunan PPh Badan 15.815.015.765
Obyek PPh menurut SPT Tahunan PPh Pasal 21 Domisili -
Obyek PPh menurut SPT Tahunan PPh Pasal 21 Lokasi  12.398.561.088
Selisih obyek PPh Pasal 21 menurut SPT PPh Badan dan SPT PPh Pasal21 3.416.454.677

Bahwa berdasarkan hasil pengujian tersebut diketahui adanya obyek PPh Pasal 21 yang belum dipotong oleh Termohon Peninjauan Kembali sebesar Rp3.416.454.677,00;

Dalam proses penelitian keberatan Pemohon Peninjauan Kembali tetap mempertahankan koreksi tersebut dengan pertimbangan bahwa koreksi objek sebesar Rp3.416.454.677,00 tidak dapat dibuktikan oleh Termohon Peninjauan Kembali atas pembayaran gaji ke karyawan outsourcing sudah dipotong PPh Pasal 21 karena secara fakta pegawai yang bersangkutan bekerja kepada Termohon Peninjauan Kembali; Bahwa data dan fakta lain yang terkait dengan pokok sengketa yang dapat Pemohon Peninjauan Kembali sampaikan antara lain:
- Bahwa Termohon Peninjauan Kembali menggunakan  jasa penyedia tenaga kerja yang diberikan oleh PT CN;
- Bahwa untuk setiap penagihan atas penyerahan jasa penyedia tenaga kerja, PT CN menerbitkan 2 (dua) invoice dengan perincian sebagai berikut:
  1. Invoice untuk menagih upah karyawan dengan pemotongan manajemen fee 8,5 %;
  2. Invoice untuk menagih manajemen fee dengan penambahan pungutan PPN 10% dan pengurangan potongan PPh 23 4,5% dari jumlah manajemen fee;
-

Bahwa dalam Pasal 14 ayat (2) perjanjian antara Termohon Peninjauan Kembali dengan PT CN disebutkan bahwa "atas setiap pembayaran jasa pekerja dan biaya lainnya yang berkenaan dengan jasa pekerja, pihak kedua akan memungut atau memotong pajak penghasilan";


Berdasarkan ketentuan, fakta serta data-data di atas, Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat sebagai berikut:
  1. Dalam ketentuan Pasal 21 ayat (1) UU PPh diatur bahwa pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, wajib dilakukan oleh: (a) pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;
  2. Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat (1) KEP-545 diatur bahwa Pemotong Pajak PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26, yang selanjutnya disingkat Pemotong Pajak adalah: (a) pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit, bentuk usaha tetap, yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;
  3. Mempertimbangkan ketentuan perpajakan tersebut Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat bahwa pemotongan PPh Pasal 21 merupakan kewajiban dari pemberi kerja yang membayar imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai. Dalam hal ini walaupun sesuai Pasal 9 perjanjian antara Termohon Peninjauan Kembali dengan PT CN disebutkan bahwa pekerja berstatus sebagai pekerja PT CN namun terkait dengan pemotongan PPh Pasal 21 merupakan tanggung jawab Termohon Peninjauan Kembali selaku pemberi kerja yang membayar imbalan  sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai. Dalam hal ini pemotongan PPh Pasal 21 tidak hanya mengikat kepada pegawai Termohon Peninjauan Kembali tetapi juga para pekerja yang statusnya bukan pegawai Termohon Peninjauan Kembali;
  4. Disamping itu dalam Pasal 14 ayat (2) perjanjian antara Termohon Peninjauan Kembali dengan PT CN disebutkan bahwa "atas setiap pembayaran jasa pekerja dan biaya lainnya yang berkenaan dengan jasa pekerja, pihak kedua akan memungut atau memotong pajak penghasilan". Adapun klausul perjanjian tersebut tidak menyebutkan secara eksplisit bahwa yang  dimaksud pajak penghasilan hanya PPh Pasal 23 sebagaimana alasan yang dikemukakan oleh Termohon Peninjauan Kembali. Dengan demikian Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat bahwa yang dimaksud pajak penghasilan dalam klausul perjanjian tersebut termasuk PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh para pekerja yang bekerja pada perusahaan Termohon Peninjauan Kembali;
  5. Berdasarkan hal tersebut maka Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat bahwa kesimpulan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 21 Undang-undang PPh, pembebanan biaya tersebut bukanlah pembayaran gaji/upah kepada para pekerja, adalah tidak tepat karena biaya sebesar Rp2.104.326.561,00 secara substansi merupakan pembayaran yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali selaku pemberi kerja kepada para pekerja terkait dengan pekerjaan yang dilakukan para pekerja tersebut di perusahaan Termohon Peninjauan Kembali sehingga kewajiban pemotongan PPh Pasal 21 tetap menjadi kewajiban Termohon Peninjauan Kembali;
  6. Berdasarkan ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak antara lain diatur bahwa "Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim";
    Dengan demikian putusan Majelis untuk tidak mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali tidak tepat karena tidak didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku sehingga atas sengketa koreksi DPP PPh Pasal 21 sebesar Rp2.104.326.561,00 diusulkan untuk diajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung;
4. Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak memiliki kewenangan untuk menentukan beban pembuktian dan alat bukti yang digunakan (bersifat aktif), sehingga sudah seharusnya Majelis hakim Pengadilan Pajak meneliti dan memberikan pertimbangan terhadap bukti-bukti dan fakta-fakta yang ada, Majelis Hakim Pengadilan Pajak juga harus mempertimbangkan pendapat kedua belah pihak (Asas Audio Et Alterampartem) namun dalam sengketa a quo Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah bersikap tidak berimbang dalam pembuktian di persidangan, karena tanpa adanya pembuktian yang kuat (adanya bukti eksternal) atas dalil yang disampaikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), akan tetapi dalam putusannya Majelis Hakim Pengadilan Pajak tetap mengabulkan banding Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
5. Bahwa sesuai dengan Pasal 84 UU Pengadilan Pajak huruf f dinyatakan Putusan Pengadilan Pajak harus memuat pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa, sedangkan dalam sengketa banding ini tidak dapat diketahui apakah bukti yang diberikan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah sesuai dengan koreksi yang dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) karena terdapat bukti yang belum disampaikan dalam persidangan;
6. Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata- nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan, sehingga putusan Majelis Hakim a quo tidak memenuhi ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Oleh karena itu maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.52000/PP/M.IIA/10/2014 tanggal 22 April 2014 harus dibatalkan;
IV.

Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor Put.52000/PP/M.IIA/10/2014 tanggal 22 April 2014 yang menyatakan:
Menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-736/WPJ.22/BD.06/2010 tanggal 09 Juli 2010, tentang keberatan atas  Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 21 Tahun Pajak 2007 Nomor 00050/201/07/431/09 tanggal 16 April 2009, atas nama PT FI, NPWP 0X.0XX.XXX.X-XXX.000, alamat: Jalan FFF XX Blok X Nomor X, Kawasan Industri FFF, Wangunharja, Bekasi XXXX0 sehingga perhitungan pajak menjadi sebagaimana tersebut di atas:

adalah tidak benar dan nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;

  

PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-736/WPJ.22/BD.06/2010 tanggal 9 Juli 2010, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 21 Tahun Pajak 2007 Nomor 00050/201/07/431/09 tanggal 16 April 2009 atas nama Pemohon Banding, NPWP: 0X.0XX.XXX.X-XXX.000, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih bayar sebesar Rp82.664.072,00 adalah sudah benar dengan pertimbangan:
  1. Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali atas koreksi positif atas Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Penghasilan 21 Tahun Pajak 2007 sebesar Rp2.104.326.561,00 tidak dapat dibenarkan, karena dalil-dalil yang diajukan dalam memori peninjauan kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding dihubungkan dengan kontra memori peninjauan kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan dan pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena alokasi atau pembebanan biaya yang dilakukan Pemohon Banding sekarang Termohon Peninjauan Kembali terikat dengan perjanjian antara Pomohon Banding dengan PT CN berupa penyediaan jasa tenaga kerja yang atas jasa tersebut telah dipotong PPh Pasal 23 dan bukan merupakan pembayaran langsung atas gaji atau upah pada pekerja, dan oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  2. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas,  maka  permohonan  peninjauan  kembali  yang  diajukan  oleh  Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;

Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun  2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait;

MENGADILI,


Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;

Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Selasa, tanggal 4 Agustus 2015 oleh Dr. H. IS, S.H., M.H., Ketua Muda Mahkamah Agung Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. IF, S.H., C.N. dan Dr. H. M. HD, S.H., M.S. Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh ME, S.H., M.H., Panitera Pengganti, dengan tidak dihadiri oleh para pihak.




Anggota Majelis:

ttd.

Dr. IF, S.H., C.N.

ttd.

Dr. H. M. HD, S.H., M.S.
Ketua Majelis,

ttd.

Dr. H. IS, S.H., M.H.
  Panitera Pengganti,

ttd.

ME, S.H., M.H.
Biaya-biaya :
1. Meterai  ........................................   Rp        6.000,00
2. Redaksi ........................................   Rp        5.000,00
3. Administrasi PK ...........................    Rp 2.489.000,00
Jumlah .............................................    Rp 2.500.000,00
 



Untuk Salinan
MAHKAMAH AGUNG RI
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,



H. A. S.H.
NIP. XX0000XXX